Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Sopir Dalam Krisis

Rais am NU yang baru terpilih pada munas di Yogya. KH Ali Ma'shum adalah pemimpin pondok krapyak, yogya. dikenal sebagai ahli hukum agama.

12 September 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KH. Ali Ma'shum menundukKkan kepala. Suasana ruang tamu di rumah di dalam komplek pondok Krapyak, Yogyakarta, pagi itu terasa sunyi. Lebih setengah jam Kiai Ali membiarkan Syaiful Mujab, tamunya, gelisah menunggu kata apa yang bakal ia ucapkan: maukah dia memegang jabatan Rais Am? "Tapi sampeyan harus membantu saya," tiba-tiba katanya. Mengucapkan kalimat itu. Kiai Ali menatap tamunya. Dan utusan seluruh peserta Munas NU, yang telah memilih Kiai Ali sebagai Rais Aam, tahu apa maksud Kiai. Syaiful, Ketua NU DIY, menarik napas panjang. Lega. "Saya juga diutus menderekkan-Kiai Ali ke Kaliurang untuk pembaiatan," ujar Mujab. Lalu dua orang ini kemudian menuju Kaliurang. Apa sebab Kiai yang disegani itu menerima pencalonan? Kata pengantar yang diucapkan Mujab tampaknya membuat Kiai Ali tidak bisa berkata lain. "Kalau tidak segera ditentukan siapa pemimpinnya, keresahan akan timbul dan berkepanjangan. Bukan saja melanda 10.000 ulama tapi juga seluruh keluarga besar NU," ujar Mujab. Sejak semula Kiai Ali sebenarnya menolak dicalonkan. Ketika delegasi sembilan orang datang dari Kaliurang ke Krapyak untuk meminta kesediaannya dicalonkan, Kiai Ali menolak keras Bahkan ketika sembilan orang tadi, antara lain Abdurrahman Wahid kembali ke Kaliurang, Kiai Ali ternyata sudah ada di ruang sidang mengucapkan pidato, yang intinya tetap menolak usaha pencalonannya. "Calon Rais Aam harus punya wawasan luas, berumur kurang 50 tahun dan keturunan Kiai Hasyim Asy'ari," ujarnya. Meski tidak menyebut nama, tapi seluruh pandangan tertuju pada Abdurrahman Wahid. Tapi pidato dalam bahasa Arab yang dinilai sangat indah itu justru membuat Kiai Ali lebih menonjol. Dan ketika pilihan akhirnya toh tertuju padanya, upaya menolak masih dilakukan. Menjelang subuh, setelah pemilihan, beredar selebaran yang ditandatangani Kiai Ali sendiri mempertegas penolakan itu. "Demi Allah saya merasa tidak mampu. Saya juga sakit jantung. Kalau dipaksakan mungkin menyebabkan umur saya tidak panjang lagi, " begitu antara lain bunyi selebaran. Bukan hanya itu. "Saya sampaisampai bernadzar kalau tidak terpilih akan bersedekah Rp 100.000," ujar kiai tinggi besar ini pada TEMPO. "Saya ini kan kenek, kok tiba-tiba disuruh jadi sopir," kata Kiai Ali, ketika ditanya mengapa begitu keras menolak. Kiai Ali akhirnya menerima jabatan itu. Ia ingat sebuah hadits: "Jabatan jangan kau kejar tapi tanggungjawab angan kau elakkan." Kiai Ali, lahir 15 Maret 1915 di Lacem, Rembang (Java Tengah) adalah putra sulung K.H. Ma'shum, salah satu pendiri NU. Selagi muda Ali mondok sampai ke Termas di Pacitan dan kemudian di Krapyak. Bukan hanya ilmu yang didapatnya dari pondok asuhan K.H. Munawir ini, tapi juga teman hidup. Ia dijadikan menantu oleh Kiai Munawir. Dari perkawinannya dengan Hasyimah itu lahir sembilan orang anak. Pada usia 17 tahun, Kiai Ali berangkat ke Mekah dan mukim di sana hampir tiga tahun. Kiai Ali dikenal pula sebagai kiai yang hafal Qur'am Pondok Krapyak sendiri, didirikan tahun 1911 oleh mertuanya, sudah menghasilkan 1.300 penghafal Qur'an. Pukul 03.00 dinihari Kiai Ali bangun melakukan shalat tahajjud. Menjelang subuh Kiai Ali keliling pondok mengetuk kamar-kamar santrinya agar bangun untuk sembahyang subuh. Seuai jamaah subuh, Kiai Ali "bula praktek" sorogan. Bergantian para saltri maju satu persatu memperdalan "kitab" yang diminati masing-masing. Letak Krapyak yang hanya 9 km di selatan Yogya membuat pondok ini jadi tumpuan sebagian mahasiswa untuk memperdalam agama. Ada 250-an mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Yogya yang mukim di Krapyak. Mereka ini menempati blok utara di kampus yang terletak di atas tanah 2,5 ha itu. Seusai kuliah di kota, mereka menambah pengetahuan agama pada Kiai Ali. "Saya memang kepingin melihat lahirnya teknokrat muslim," ujar Kiai Ali mengenai kesediaannya menampung mahasiswa itu. Pondok itu sendiri, di luar yang 250 tadi, punya 900-an santri. Dikenal sebagai salah satu kiai yang mutafakkih fiddin --ahli hukum agama (salah satu persyaratan untuk jadi Rais Aam NU)--Kiai Ali juga berpandangan luas. "Dialah kiai yang memandang soal-soal kemiskinan dan sanitasi sama pentingnya dengan shalat rawatib," ujar Abdurrahman Wahid. Shalat rawatib adalah shalat sunnah yang dilakukan beriringan dengan shalat lima waktu yang sangat dianjurkan. Kiai Ali juga sangat dihormati oleh kiai lain. Apalagi Kiai Ma'shum, ayah Kiai Ali adalah seniornya Kiai Bisri. Yusuf Hasyim, putra Kiai Hasyim yang pernah mondok di Krapyak begitu gembira ketika Kiai Ali terpilih. "Pukul 12 malam itu saya ngebut ke Yogya, membangunkan Kiai Masykur dan Kiai Idham Cholid, sekedar memberitahukan hasil pemilihan itu," ujar Yusuf Hasyim. Jabatan Rais Aam memang sangat menentukan -- terutama dalam masa krisis. Peristiwa walk-out tempo hari dinilai tak bakal terjadi seandainya ada Rais Aam. Sebagai contoh ketika terjadi krisis RUU Perkawinan di tahun 1974. Kiai Bisri ketika itu segera ambil langkah mengundang sembilan kiai utama NU. Dalam sebuah pertemuan yang dilaksanakan di sebuah garasi mobil di dalam komplek pondok Denanyar, lombang, mereka merumuskan konsep perubahan. Konsep dari garasi itu kemudian diajukan dan 75% terwujud seperti apa yang ada sekarang dalam UU Perkawinan. Peran yang menentukan itu kini ada di pundak Kiai Ali, yang segera otomatis juga jadi Rais Aam PPP. Kiai berkulit kuning jni belum menjanjikan apa-apa kecuali sebuah pesan "kalau saya salah, pecatlah!"

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus