Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosial

Pemandangan Baru Di Pesawat Haji

Penafsiran golongan NU dalam munas di Yogya tentang batas awal pemakaian ihram bagi jemaah haji mulai di laksanakan jemaah Indonesia.

12 September 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ROMBONGAN pertama jamaah haji kita--sekitar 500 orang--sudah dilepas Menteri Agama awal minggu ini. Mereka sebagian dari para jamaah yang akan berjumlah sekitar 70.000-dan yang akan mengalami sedikit perubahan dalam tata ibadat. Itu kalau keputusan Munas Nahdlatul Ulama (NU) baru-baru ini, yang ada menyangkut ibadah haji, akan sudah mulai berpengaruh. Sebab NU terhitung golongan yang besar. NU, yang menyelenggarakan Munas Alim-Ulamanya di Kaliurang, Yogya, 31 Agustus - 2 September, selain memilih KH Ali Ma'shum sebagai Rais 'Aam (lihat Laporan Utama), memang juga mengeluarkan beberapa keputusan hukum agama. Tercatat masalah bayi tabung pencangkokan mata, ginjal dan jantung, masalah-masalah zakat, penyembelihan hewan, dan terpenting agaknya masalah batas tempat ihram waktu berhaji -yakni di mana persisnya orang harus mulai berpakaian khusus yang putih-putih itu. Perubaharbarangkali bisa terlihat di Jeddah, gerbang masuk terpenting Arab Saudi. Selama ini, sebagian besar jamaah kita turun dari pesawat di kota ini masih dalam celana atau pun sarung dan kebaya. Dan baru setelah akan berangkat ke Mekah memakai ihram. Tapi mulai kini, diharap, yang turun dari perut Garuda akan sudah bapak-bapak dan ibu-ibu yang putih-putih. Jalan Bebas Hambatan Memang tidak semuanya, tentu. Sebab selalu terdapat beberapa perbedaan kecil di kalangan Islam dalam hal ibadah Tapi bahwa jumlah yang mulai berihram sebelum Jeddah akan menjadi mayoritas, bisa dipastikan karena golongan lain--Muhammadiyah atau Persis--sejak dulu sudah melakukan begitu. Atau, kalau pun tidak, mereka akan membayar dam, denda ritual, dengan menyembelih kambing atau berpuasa-karena menganggapnya sebagai pelanggaran. Golongan terakhir itu dari semula memegangi ketentuan Nabi, yang menyebut nama Yalamlam sebagai miqat. Yakni batas ihram untuk mereka yang datang dari selatan. Jadi mereka akan sudah mengganti pakaian begitu kapal atau pesawat kira-kira sampai di tempat yang bukan kota pantai itu. Golongan NU, sebaliknya, memegangi penafsiran sebagian ulama klasik seperti Ibnu Hajar, Imam Kurdi, An-Nasyili, Ahmad Balhaj, Ibnu Ziad--tentang para jamaah yang datang dari negeri yang tidak benar-benar melewati tempat yang disebut Nabi itu. Mereka ini,termasuk yang dari Indonesia, boleh memulai ihram di tempat lain--misalnya Jiddah --yang jaraknya dengan Mekah kira-kira sama dengan jarak Mekah dan kota tersebut. Tidak begitu jelas, apakah keputusan para ulama NU ini diambil sambil mengingat seruan Majelis Ulama Arab Saudi tahun lalu, yang mengingatkan bahwa ketentuan batas dari Nabi itu tidak bisa diubah. Seruan itu disiarkan ke manamana (TEMPO, 25 Oktober 1980). Tapi pada NU alasannya justru kelihatan bukan "memegangi teks secara kaku". Seperti dituturkan K H Masyhuri Sahid, dosen Universitas Asy Syafi'iyyah dan Attahiriyah serta salah seorang wakil DKI Jakarta dalam Munas, jarak Jiddah-Mekah sekarang ini justru semakin dekat saja--terutama sejak adanya jalan bebas hambatan. Berlainan dengan Yalamlam yang tetap terasa jauh. Karelld itu, justru alasan Ibnu Hajar yan,, membolehkan Jiddah dengan pertimbangan "sama jauhnya dengan Yalamlam" itulah yang harus dipertimbangkan kembali sekarang. Jadi, jamaah Indonesia sekarang dinasihati: bila akan langsung masuk Mekah (dan bukan ke Madinah dulu misalnya, untuk ziarah makam Nabi), mereka harus melakukan niat ihram waktu pesawat akan masuk daerah Yalamlam atau Qarnul Manazil. Yang terakhir itu adalah batas untuk jamaah dari jurusan timur, seperti juga ditentukan Nabi dulu. Misalnya bila pesawat kita lewat Abu Dhabi. Tapi, menurut rekomendasi para ulama yang ditulis dalam aksara Arab itu, lebih baiklah bila jamaah mulai memakai ihram dari Indonesia. Tentu, kalaukedinginan di pesawat, boleh ditutup jas dulu--dan nanti kalau sudah sampai di tempat yang dimaksud baru melakukan niat. Itu berarti akan terdapat kesibukan baru di pesawat. Dan juga tugas baru bagi awak Garuda: mengumumkan akan tibanya tempat miqat, begitu menjelang sampai. Dan itu juga yang selalu dilakukan misalnya pesawat Saudia dari Arab Saudi, yang terbang melintasi negeri itu untuk para penumpang yang akan berumrah . Tahun ini, barangkali juga perubahan itu belum tampak seluruhnya. Lebih-lebih karena buku-buku manasik haji, tuntunan ritual yang dikeluarkan Departemen Agama, masih tetap mencantumkan Jiddah sebagai batas.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus