HARI-HARI ini para petugas di kantor-kantor agraria diuruk
kerja. Ada yang mesti segera diselesaikan banyaknya permohonan
hak baru atas tanah asal konversi hak barat. Seperti dimaksud
dalam Undang-undang Pokok Agraria, hak atas tanah asal konversi
barat itu berakhir 24 September.
Yang dimaksud tanah hak barat ialah tanah bekas milik orang
asing, dalam hal ini Belanda dan timur asing seperti Cina dan
Arab. Bentuknya macam-macam perkebunan, tanah dengan
bangunannya, tanah kosong. Sejak 1960 tanah-tanah tersebut boleh
dikonversi (dialihkan haknya). Ada yang menjadi hak milik, hak
guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai.
Tapi segala macam hak tersebut berakhir 20 tahun kemudian
--tepatnya 24 September kemarin. Itu berarti tanah tersebut
otomatis jadi tanah negara. Menurut Keppres 32/79, bekas
pemegang hak yang memenuhi syarat dan mengusahakan sendiri tanah
atau bangunannya dapat diberikan hak baru, kecuali bila tanah
itu diperlukan untuk proyek pembangunan.
Tentu saja si pemohon haruslah warga negara RI, atau badan
hukum. Menurut Peraturan Mendagri No. 3/79, permohonan hak baru
tersebut hendaknya diajukan sebelum 24 Juni 1980. Yang menarik
dari keputuan presiden itu ialah: tanah bekas hak guna usaha
yang diduduki rakyat dan dianggap lebih baik buat usaha
pertanian akan diberikan kepada rakyat. Begitu pula dalam hal
tanah hak guna bangunan atau hak pakai yang sudah jadi
perkampungan, prioritas diberikan kepada rakyat yang telah
menghuninya.
Bisakah dijamin rakyat kecil benar-benar dapat perhatian?
"Paling tidak dari sudut peraturannya, rakyat sudah
terlindungi," kata Drs. Soeradi Hadisoewarno, Direktur
Landreform pada Ditjen Agraria. Dan di lapangan, ada Panitia
Pemeriksa Tanah Perkebunan, yang juga disebut Panitia B, dengan
anggota yang mewakili pelbagai departemen.
Kalau hasil Panitia B masih disangsikan? "Di pusat masih ada
lagi satu panitia, yaitu Panitia Perkcbunan Pusat," jawab
Soeradi. Panitia ini diketuai Mr. Boedi Harsono, pensiunan
akil Kepaia Biro Perencanaan dan Perundang-undangan Kementerian
Agraria ketika rancangan UUPA digodok. Ia kini dosen hukum
agraria pada Usakti.
Semua kantor agraria saat ini memang lagi sibuk mengumpulkan
jumlah dan jenis-jenis tanah bekas konversi hak barat itu. Para
petugas di Kantor Agraria Jakarta Pusat misalnya, sampai akhir
pekan lalu masih lembur sampai jam 9 malam. "Rasanya seperti
tenggelam dalam tumpukan map saja," kata seorang petugas.
Itu tak berarti semua warga Jakarta Pusat tahu bahwa mereka
harus mengajukan permohonan hak baru. Anwar 46 tahun, misalnya.
Rumahnya di kawasan Petojo Utara, Kecamatan Gambir, dibangun
1951 di atas sebidang tanah milik almarhum Ali Badjened -- orang
keturunan Arab yang ditembak oleh penjahat Kusni Kasdut. Ia
belum mengajukan hak guna bangunan.
Cara mengajukannya pun ia tak tahu. "Boro-boro urusan tanah,
urusan perut saja sudah repot," katanya. Agaknya penyuluhan
mengenai hal itu kurang efektif. Seorang staf penyelenggara
siaran pedesaan RRI Nusantara I Medan mengungkapkan siaran
pedesaan selama ini hanya berisi penyuluhan bercocok tanam, soal
pupuk, KUD. "Soal-soal agraria malah tidak ada," katanya.
Kewalahan
Bisa dimaklumi kalau sengketa tanah masih saja muncul. Misalnya
di kawasan PTP V Sei Karang, Paya Bagas, Tebing Tinggi. Sengketa
masih tetap menghangat. Sejak 1936 petani menggarap tanah seluas
82 ha. Ketika G-30-S/PKI meletus, tanah dirampas pihak
perkebunan. Penggarap yang bertahan dituding PKI. "Perbuatan
perkebunan itu kejam. Tanah dirampas tanpa ganti ini," kata A.
Hasjim Damanik, Ketua Konisi A DPRD Deli Serdang.
Di Yogya, tanah bekas konversi hak barat yang terpenting
terdapat di Kotabaru, bekas tangsi Belanda. Kini menjadi kawasan
elite di jantung kota. Tentu saja penghuninya tahu betul
konversi atas tanah bekas hak barat yang mereka tempati segera
habis. Selain itu "pada sertifikat yang lama 'kan tercantum
bahwa sertifikat itu berakhir 24 September 1980," kata Hirmadi
SH, Kepala Bagian Umum Dinas Agraria DIY.
Kantor Agraria Kotamadya Semarang juga kewalahan menerima
pemohon hak baru yang berbondong-bondong. "Pokoknya ditampung
dulu, lalu diteliti kasus demi kasus," kata Arthy Sudjono,
Kepala kantornya. Di kota ini ada sekitar 12.000 persil. Tapi
sampai pekan lalu baru 2.000 sertifikat yang diterbitkan.
Sulitkah mengajukan permohonan hak baru Menurut Kepala
Direktorat Agraria Kamal Hayat, mudah. "Saya jamin tak ada
pungutan liar. Kalau ada, akan langsung saya tindak," katanya.
Ada daftar biaya pengurusan surat-surat agraria tertempel di
setiap kantor agraria. Untuk mendapatkan formulir misalnya, Rp
1.000. Sedang pengurusan hak baru atas tanah bekas konversi hak
barat itu biasanya selesai dalam 3 bulan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini