Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Gerakan Rakyat Kertanegara

Kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno berkukuh memenangi pemilihan presiden. Mengerahkan massa dan menyiapkan panitia khusus di parlemen.

27 April 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Enam hari setelah pencoblosan, tujuh mahasiswa Universitas Kebangsaan Republik Indonesia, Bandung, masih duduk di depan komputer di ruang Unit Pelaksana Teknis Teknologi dan Informasi menginput hasil penghitungan suara pemilihan presiden. Sumbernya dokumen penghitungan suara atau formulir C1 yang dikirimkan 2.520 “relawan” di 34 provinsi. “Relawan” itu pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno, seperti kelompok Gerakan Nasional Cinta Prabowo.

Data yang masuk diterjemahkan menjadi diagram batang yang menunjukkan persentase suara dua kandidat presiden dan wakilnya. Pada Selasa, 23 April lalu, Prabowo-Sandiaga unggul dalam data itu dengan 61,6 persen suara. Lawannya, Joko Widodo-Ma’ruf Amin, memperoleh sekitar 35 persen. Sisanya suara tidak sah. “Datanya terus berjalan, dengan total 8.420 formulir C1 yang masuk dari tempat pemungutan suara,” ujar Rektor UKRI -Boyke Setiawan.

Jumlah formulir C1 itu sekitar satu persen dari jumlah dokumen penghitungan suara di 813.350 TPS di seluruh Indonesia. Meski begitu, Boyke menyebutkan penghitungan tersebut bukan hitung cepat alias quick count, melainkan “survei penelitian formulir C1”. Metodenya, kata Boyke, multistage random sampling atau penarikan sampel secara acak bertingkat dengan simpang kesalahan 2,46 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.

Direktur Lembaga Pengetahuan dan Ilmu Teknologi UKRI Rohmanizar Setiadi mengatakan data yang mereka “teliti” sebagian besar berasal dari wilayah Indonesia bagian barat. “Kami mengalami kendala teknis di wilayah timur,” ujarnya. Berdasarkan hitung cepat sejumlah lembaga survei, di Indonesia bagian barat, terutama di Jawa Barat, Banten, dan sebagian besar wilayah Sumatera, Prabowo-Sandiaga memang menang besar. Daerah-daerah tersebut adalah kantong suara Prabowo sejak 2014.

Meski tak ditopang data utuh, pada Kamis, 25 April lalu, UKRI merilis hasil “penelitian” tersebut ke publik. Hasilnya sudah bisa ditebak. Prabowo-Sandiaga mendapat 62,2 persen suara, sedangkan Jokowi-Ma’ruf 35,9 persen. Sisanya suara tidak sah.

Menurut Rohmanizar, Prabowo-Sandiaga menang lantaran unggul di 23 provinsi, seperti Jawa Barat dan Banten. Sedangkan Jokowi-Ma’ruf menang di 11 provinsi, seperti Bali dan Jawa Tengah. Boyke Setiawan menuturkan, hasil penelitian lembaganya ini bisa dibuktikan secara ilmiah meskipun berbeda dengan hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei.

Indikator Politik Indonesia, misalnya, menyebutkan Jokowi-Ma’ruf unggul di 21 provinsi dan memperoleh suara 54,6 persen. Sedangkan Prabowo-Sandi menang di 13 provinsi dan perolehan suaranya 45,4 persen. “Kami tidak meneliti dengan pesanan. Angka itu pun tidak jauh berbeda dengan hasil survei ataupun exit poll kami,” ujar Boyke, sahabat Prabowo selama di Komando Pasukan Khusus TNI Angkatan Darat.

Pada hari pencoblosan, UKRI merilis hasil exit poll yang memenangkan Prabowo-Sandiaga dengan suara 66,4 persen, sementara Jokowi-Ma’ruf “hanya” 33,6 persen. Menurut Boyke, survei di tempat pemungutan suara setelah pemilih mencoblos itu dilakukan di 700 TPS. Sistem kerjanya dia sebut “snowball”. “Relawan” Prabowo-Sandiaga bertanya kepada 2.200 warga dengan memperlihatkan pilihan calon presiden dan calon wakil presiden di layar telepon. Pemilih diminta mengetuk gambar jagoannya di layar.

Data yang telah diolah kemudian dikirimkan Boyke ke Prabowo melalui sekretaris pribadinya, yang sebelumnya menanyakan hasil exit poll atas instruksi Prabowo. Boyke pun mengirimkan data dalam bentuk infografis. “Kami sampaikan apa adanya,” ujar Boyke, yang juga pernah menjadi pengurus Nusantara Polo Club, klub berkuda milik Prabowo. Ia juga menyiarkan siaran pers tentang “kemenangan” Prabowo-Sandiaga. Pernyataan tertulis Boyke itu kemudian viral di media sosial karena, antara lain, belepotan salah tulis sejumlah istilah dalam survei.

Anggota Dewan Etik Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia atau Persepi, Asep Saefuddin, menengarai hitung cepat ala UKRI ini untuk menaikkan suara kandidat tertentu. Sebab, hitung cepat seharusnya tidak dilakukan jauh-jauh hari setelah pemilihan. Hitung cepat juga harus memperhatikan prinsip keacakan untuk memasukkan data agar hasilnya tidak bias. “Sekarang sudah telat dan kelihatan hanya untuk mendongkrak suara,” ujar guru besar statistika Institut Pertanian Bogor itu.

Koordinator juru bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga, Dahnil Anzar Simanjuntak, menyebutkan penghitungan suara dalam pemilihan presiden di kubunya, termasuk dari UKRI, berada di bawah kendali Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Sugiono. “Data itu dibahas oleh partai dan organisasi masyarakat yang mendukung Prabowo-Sandi saat hari pemilihan,” ujarnya, Kamis, 18 April lalu.

Menurut Sugiono, data tersebut dijabarkan kembali di hadapan elite pendukung Prabowo-Sandiaga dua hari setelah pemilihan. Direktur Kampanye BPN itu mengatakan para sekretaris jenderal partai dan pentolan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama menanyakan asal-usul angka kemenangan 62 persen yang disebut Prabowo pada hari pencoblosan. Angka itu, kata Sugiono, sama dengan hasil survei elektabilitas versi internal sembilan hari sebelum pemilihan. ”Saya kasih gambaran data yang masuk dari seluruh Indonesia,” ujarnya.

Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional Eddy Soeparno mengatakan memang sempat mempertanyakan sumber data kemenangan kubunya dalam pertemuan di ruang kerja Prabowo di rumahnya di Jalan Kertanegara 4, Jakarta Selatan. “Setelah mendengarkan, ya, hasilnya kami memang kuat untuk menang,” katanya.

Menurut Sugiono, kubunya terus menggaungkan kemenangan untuk menyalakan semangat para pendukung, termasuk bila suatu saat mereka berdemonstrasi yang disebut sebagai “people power” untuk memprotes hasil pemilihan umum. “Kami semua berkoordinasi dan kompak,” ujarnya. Koalisi Prabowo sedang mempersiapkan gerakan “people power” tanpa kekerasan dengan nama “Gerakan Bhinneka Tunggal Ika”.

Menurut juru kampanye BPN, Ansufri Idrus Sambo, “gerakan rakyat” itu sudah dimulai. Ia mengatakan unjuk rasa di depan Badan Pengawas Pemilu pada Rabu, 24 April lalu, merupakan awal dari gerakan yang lebih besar. Demo itu dipimpin Jumhur Hidayat, yang disebut dalam pidato bekas Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli di rumah Prabowo pada hari pencoblosan sebagai salah satu pemimpin lapangan. Ketua Bawaslu Abhan meminta sejumlah kalangan menahan diri sambil menunggu rekapitulasi suara oleh Komisi Pemilihan Umum.

Jumhur membenarkan kabar bahwa ia ditunjuk koalisi Prabowo-Sandiaga sebagai salah seorang pemimpin aksi di lapangan. “Mungkin orang itu mengerti, Jumhur itu orang ‘gila’ yang mau melawan,” tuturnya. Jumhur memimpin kelompok bernama Komando Barisan Rakyat Lawan Pemilu Curang, yang bermarkas di Jalan Proklamasi 36, Jakarta.

Selain terus menggaungkan angka kemenangan dan mengerahkan massa, BPN menyiapkan strategi di Dewan Perwakilan Rakyat. Wakil Ketua DPR dari Partai Gerindra, Fadli Zon, menuturkan akan menggagas panitia khusus kecurangan Pemilu 2019 di parlemen. “Ini juga akan jadi penelusuran kelemahan dari sistem dan prosedur pemilu,” ujarnya.

HUSSEIN ABRI DONGORAN, ANWAR SISWADI (BANDUNG)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus