Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Taylorisme plus

Menteri Muda/Sekretaris Kabinet Moerdiono wawancara dengan TEMPO tentang manajemen pancasila yang sedang diorbitkan olehnya. (nas)

23 Maret 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AWAL pekan lalu, Menteri Muda/Sekretaris Kabinet Moerdiono mengagetkan hadirin tatkala ia memperkenalkan istilah "Manajemen Pancasila". Moerdiono, yang berbicara atas nama pribadi, mengemukakannya dalam diskusi panel yang diselenggarakan oleh YPPI (Yayasan Pembangunan Pemuda Indonesia) untuk memperingati Supersemar dan Tritura. Untuk memperoleh penjelasan, akhir pekan lalu Susanto Pudjomartono dari TEMPO menemui Moerdiono. Kutipan dari wawancara tersebut: Dulu pernah ada sepak bola Pancasila. Lalu Hubungan Perburuhan Pancasila. Kemudian Ekonomi Pancasila. Sekarang Anda memperkenalkan istilah Manajemen Pancasila. Begini. Dalam diskusi itu saya diminta memberikan pandangan tentang pemerintah yang bersih, efisien, dan berwibawa. Waktu itu saya berpendapat, ada masalah lain yang lebih mendasar, yaitu pola manajemen pemerintah yang mana yang mestinya kita bangun karena ini merupakan dasar bangunan pola manajemen yang ada di atasnya. Saya menamakan pola manajemen yang begitu pola manajemen Pancasila. Apa manajemen Pancasila itu? Taylor dianggap sebagai bapak scientific management, sehingga manajemen modern sering disebut Taylorisme. Ada perbedaan dalam manajemen modern yang diterapkan di berbagai negara maju, paling tidak dalam gaya. Sehingga ada ahli yang mengatakan, manajemen di Rusia adalah Taylorisme plus Marxisme, dan di Amerika Serikat: Taylorisme plus American way of life. Sukses manajemen Jepang belakangan ini dianggap karena menerapkan asas manajemen modern dengan tetap didasari, disemangati oleh tradisi kepribadian dan budaya Jepang. Apakah tidak tepat bila pola manajemen pemerintahan kita juga perlu dikembangkan berdasarkan asas manajemen modern, dengan tetap berdiri di atas kepribadian, pandangan hidup, tradisi dan budaya bangsa kita sendiri? Nilai apa saja yang bisa mendasari manajemen Pancasila? Barangkali nilai-nilai dasar Pancasila dapat menjadi pembimbing. Misalnya nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan dibimbingnilai etik dan moral agama yang dipeluk, khususnya para pelaku birokrasi, pasti dapat dihindarkan perbuatan yang tercela. Seorang pegawai bisa saja membohongi atasannya. Tapi bila rasa keagamaannya kuat, dia tidak akan berani membohongi Tuhan. Dengan demikian, nilai moral dan etika agama itu menjadi unsur pengerem di dalam. Begitu juga sila-sila yang lain. Apakah hal ini tidak terlalu utopis? Menurut saya, justru malah realistis. Ini tantangan buat kita semua. Sekarang ini sudah ada penataran P-4 yang sebagian besar pesertanya dari unsur birokrasi. Kalau orang sudah melaksanakan P-4, bukankah berarti Manajemen Pancasila dengan sendirinya akan berjalar? Ya, dengan sendirinya. Tentunya lantas ditanyakan: Kalau begitu, mengapa ngomong mengenai Manajemen Pancasila? Tujuan saya memang melontarkan ide (thought provoking?, agar kita semua mulai memikirkannya. Dan ini tidak usah dipertentangkan karena ini merupakan proses pemikiran. Mungkin jawabnya belum akan bisa kita temukan dalam satu dasawarsa. Dalam budaya kita banyak nilai negatif yang dipraktekkan juga dalam birokrasi. Misalnya, kurang inisiatif, terkadang irasional, dan bersikap ABS (asal bapak senang). Bagaimana cara memilahkannya dalam Manajemen Pancasila? Yang dipakai sebagai penyaring itu nilai-nilai yang dianggap mendasar. Ini tentu bagian dari suatu proses modernisasi masyarakat. Presiden Soeharto sendiri, misalnya, dalam sidang kabinet sering menasihatkan supaya kita semua jangan evuh pakequh (sungkan) dan jangan saling menunggu Ini semua memang proses yang panJang, tap pasti lambat laun nilai-nilai yang negatif itu akan bisa kita hilangkan. Mengenai kurangnya inisiatif, inefisiensi, kecenderungan melayani dirinya sendiri, dan sebagainya itu bukan watak khas birokrasi Indonesia. Itu penyakit klasik birokrasi. Bagaimana anda melihat performance birokrasi Indonesia saat ini? Apa saja kelemahannya? Saya masih melihat kualitas pegawai yang di bawah standar. Tapi harus diingat, praktis baru setelah 1966 kita mencurahkan perhatian pada manajemen pemerintahan. Yang mula-mula kita perhatikan: perencanaan. Sesudah itu, baru kita mulai membenahi administrasi pelaksanaan, dan kemudian baru pengawasan. Dengan begitu, kita melakukan proses klasik manajemen: perencanaan, pelaksanaan, dan sekarang pengawasan. Kita sudah mulai. Bahwa kita belum puas, itu soal lain. Soal performance birokrasi? Dari suatu negara yang mengalami inflasi 650 persen, dan dalam tempo beberapa tahun turun di bawah sepuluh persen, apakah itu bukan prestasi? Dari suatu negara pengimpor beras terbesar, dan sekarang dalam tingkat tertentu kita berswasembada. Apa itu bukan prestasi? Dan unsur birokrasi ikut berperan dalam usaha itu. Kalau istilah Pancasila dipakai sembarangan, apakah nanti tidak akan membuatnya "murahan"? Justru harus kita jaga agar Pancasila tidak menjadi istilah murahan. Ini tantangan buat kita semua: bagaimana menerapkan Pancasila pada bidang-bidang yang strategis, tanpa mengakibatkan dia menjadi murahan. Kalau tidak setuju dengan istilah Manajemen Pancasila, ya dicari istilah lain. Yang penting, kita harus mengembangkan pola manajemen pemerintahan yang dapat mendukung tujuan nasional kita.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus