Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendidikan

Tentang Penyebab Banjir, Kepala BNPB: Air Tak Pernah Sekolah

Kepala BNPB Doni Monardo menyebut curah hujan tinggi bukan satu-satunya penyebab bencana banjir.

12 Februari 2020 | 06.22 WIB

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letnan Jenderal Doni Monardo, Direktur PetaBencana.id Nashin Mahtani dan  Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi BNPB Agus Wibowo memamerkan halaman situs web PetaBencana.id setelah resmi diluncurkan di Graha BNPB, Jakarta Timur, Selasa, 11 Februari 2020. TEMPO/Khory
Perbesar
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letnan Jenderal Doni Monardo, Direktur PetaBencana.id Nashin Mahtani dan Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi BNPB Agus Wibowo memamerkan halaman situs web PetaBencana.id setelah resmi diluncurkan di Graha BNPB, Jakarta Timur, Selasa, 11 Februari 2020. TEMPO/Khory

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana atau BNPB Letnan Jenderal Doni Monardo meminta masyarakat memahami salah satu penyebab banjir.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

“Pertama curah hujan tinggi. Tetapi ada faktor lain yang disebabkan perilaku,” kata Doni dalam peluncuran Petabencana.id di Graha BNPB, Jakarta, Selasa, 11 Februari 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Doni mengatakan, salah satu perilaku yang dapat menyebabkan banjir adalah kegiatan pertambangan ilegal, yaitu menambang di tempat yang dilarang. Misalnya, menambang di tebing dengan sudut kemiringan lebih dari 45 derajat. Ketika curah hujan besar, sebagian tebing bisa longsor.

Perilaku lainnya, kata Doni, adalah illegal logging atau pembalakan liar. Hal tersebut dapat menambah persoalan banjir. Kemudian, alih fungsi lahan untuk perkebunan, pertanian, dan permukiman penduduk.

Doni mencontohkan di kawasan Puncak, Bogor, diisi banyak perkebunan, seperti tanaman anggrek, stroberi, dan tanaman lainnya yang memiliki nilai ekonomis relatif tinggi. Setelah diperhatikan, tanaman-tanaman tersebut, alas tanahnya ditutupi terpal sehingga tidak ada tetesan air yang meresap ke tanah.

“Nah ini butuh kesadaran. Tidak boleh larang masyarakat melakukan kegiatan pertanian, tapi harus diingatkan kalau tidak jaga keseimbangan ekosistem, semakin dikit daerah resapan, yang terdampak wilayah rendah. Di mana wilayah rendahnya? Di Jakarta,” kata Doni.

Selain itu, kebiasaan buruk menjadikan sungai sebagai tempat pembuangan sampah menjadi penyebab banjir. Doni mengungkapkan banyak temuan daerah-daerah yang sungainya penuh sampah. Padahal sungai dan gorong-gorong merupakan tempat jalannya air.

Doni menuturkan, ketika sungai-sungai sudah dipenuhi sampah dan membawa sedimen tinggi ditambah curah hujan besar, maka tidak ada tempat air mengalir. Sementara air selalu mencari tempat yang rendah.

“Akhirnya meluap, air mencari jalan sendiri karena manusia tidak memberikan jalan untuk air. Ingat, air tidak pernah sekolah. Jadi dia akan mencari tempat yang rendah. Kalau kita membiarkan ini terus, sampai kapanpun kita tidak akan pernah bisa mencegah banjir," kata Doni.

 

Friski Riana

Lulus dari Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana pada 2013. Bergabung dengan Tempo pada 2015 di desk hukum. Kini menulis untuk desk jeda yang mencakup isu gaya hidup, hobi, dan tren. Pernah terlibat dalam proyek liputan Round Earth Media dari International Women’s Media Foundation dan menulis tentang tantangan berkarier para difabel.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus