Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Terusir dan Terus Diawasi

ENAM bulan sudah Ardilla Sholihatun Nisa, 18 tahun, meninggalkan rumahnya di Desa Mekarjati, Haurgeulis, Indramayu, Jawa Barat.

14 September 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ENAM bulan sudah Ardilla Sholihatun Nisa, 18 tahun, meninggalkan rumahnya di Desa Mekarjati, Haurgeulis, Indramayu, Jawa Barat. Perempuan yang mengenakan niqab itu terusir dari rumahnya tak lama setelah suaminya, Muhammad Jefri, meninggal. Bersama ayah, ibu, dan seorang putranya, Dillapanggilan Ardillamengungsi ke salah satu dusun di Sukoharjo, Jawa Tengah. "Kami diusir dari kampung," kata Dilla saat ditemui Tempo di sebuah rumah makan di kawasan Sukoharjo, Ahad dua pekan lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jefri, 31 tahun, ditangkap Detasemen Khusus 88 Antiteror pada Rabu, 7 Februari lalu. Pagi itu, penjual kebab telur tersebut berpamitan membeli gas "melon". Tapi Jefri tak kunjung kembali. Cemas terhadap nasib suaminya, Dilla menghubungi penjual gas, yang kemudian menyatakan Jefri tak datang ke tokonya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Esoknya, Dilla membaca berita di Internet yang menyebutkan ada penangkapan terduga teroris di sekitar rumahnya. "Melihat ciri-ciri yang disebutkan di berita, saya yakin itu Mas Jefri," ujarnya. Barulah esoknya polisi datang dan mengajak Dilla pergi dan berjanji mempertemukan dia dengan suaminya. Ternyata, Dilla dibawa ke Rumah Sakit Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur. Di situ, Dilla melihat Jefri sudah menjadi mayat.

Kepala Divisi Humas Kepolisian RI Inspektur Jenderal Setyo Wasisto mengatakan Jefri meninggal karena sakit jantung saat ditangkap Detasemen Khusus 88. "Penyebab kematian adalah serangan jantung dengan riwayat jantung menahun," ujar Setyo kala ituyang dibantah Dilla karena suaminya hampir tak pernah sakit. Jenazah Jefri dikuburkan di kampung halamannya di Lampung.

Sejak itulah aksi menolak kehadiran Dilla dan keluarganya dimulai. "Kebanyakan yang menolak justru bukan penduduk sini, melainkan dari kampung lain," ujar Subhan, ayah Dilla. Saking maraknya penolakan itu, keluarga Dilla tak berani ke luar rumah. Untuk membeli bahan makanan buat dimasak di dapur pun mereka harus menitip kepada tetangga.

Tambah hari, penolakan terhadap keluarga Jefri kian deras. Sebagian penduduk beralasan tak mau lingkungan mereka dianggap sebagai sarang teroris. Rumah mereka pun diawasi terus-menerus oleh sejumlah polisi. Mengalah pada kemauan penduduk setempat, Dilla dan keluarganya mengungsi.

Di rumahnya yang terletak di gang buntu, Dilla pun masih terus diawasi. Di ujung jalan, dua laki-laki kerap nongkrong sambil memasang mata ke arah rumah petak tersebut. Dilla pun memilih terus tinggal di dalam rumah. Ayah Dilla kini menjadi tulang punggung, berkeliling dengan sepedanya menjajakan penganan ringan.

Sebenarnya Subhan sempat diberi duit Rp 20 juta oleh seorang polisi saat berada di feri yang menyeberangkannya dari Lampung ke Jakarta. "Duit itu sudah saya serahkan ke satu pihak untuk kepentingan umat," ujarnya.

Seperti keluarga Dilla, keluarga terduga teroris Siyono pun menerima amplop berisi duit. Istri Siyono, Suratmi, kemudian menitipkan amplop yang tak pernah dibuka itu kepada Pengurus Pusat Muhammadiyah, yang belakangan menghitung duit itu senilai Rp 100 juta. Seperti Dilla, Suratmi pun diusir dari rumahnya di Desa Pogung, Kecamatan Cawas, Klaten, Jawa Tengah. Tapi perempuan yang juga mengenakan niqab itu ngotot bertahan.

Stefanus Pramono (Sukoharjo, Klaten)

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus