Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dosen Sosiologi Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun menduga adanya upaya pembungkaman pasif terhadap dirinya atas tindakan rektor yang menangguhkan jabatan ketua departemennya. Ubedilah menduga pembungkaman itu dilakukan karena dia kerap menyinggung dugaan korupsi Presiden Ketujuh Jokowi dan keluarganya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Tanda-tandanya ada, karena ada upaya dekan untuk mempertahankan saya menjadi koorprodi, tetapi pihak rektor tak bergeming tetap menghendaki saya diganti,” kata Ubedilah saat dihubungi, Selasa, 4 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ubedilah menyatakan tidak mendapatkan penjelasan apa pun dari Rektor UNJ Komarudin atas pencopotan jabatannya. Ia menduga rektor mendapat tekanan untuk memberhentikan dirinya meskipun belum ada sosok pengganti. Namun, ia tidak menyebutkan siapa yang memberikan tekanan tersebut.
Ia mengatakan, saat ini rektor telah mengangkat pelaksana tugas sesudah mencopot dirinya. “Setahu saya prodi lain tidak ada plt dalam periode pemberhentian awal tahun ini.”
Kepala Media Humas UNJ Syaifudin menyatakan kampusnya tidak mencopot jabatan Ubedilah. “Saya luruskan bahwa UNJ tidak pernah melakukan pemecatan atau pencopotan atas posisinya sebagai Koorprodi,” kata Syaifudin saat dikonfirmasi pada Rabu, 4 Februari 2025.
Ia menjelaskan saat ini kampusnya telah mengalami perubahan status. Syaifudin mengatakan kini UNJ menjadi perguruan tinggi negeri berbadan hukum atau PTNBH. Sebelumnya UNJ berstatus sebagai badan layanan umum atau PTNBLU. Perubahan ketentuan itu termaktub dalam PP PP Nomor 31 Tahun 2024 tentang PTNBH UNJ yang diterbitkan pada 14 Agustus 2024 lalu.
Adapun perubahan kelembagaan itu membuat UNJ perlu menata ulang kampus sesuai dengan statusnya yang baru, termasuk peraturan terkait masa jabatan. Dengan berubahnya UNJ menjadi PTN-BH sejak Agustus lalu memberikan konsekuensi pada status semua pejabat di bawah rektor untuk dilakukan pengangkatan pejabat baru.
“Yang berarti juga memberhentikan pejabat lama,” kata Syaifudin, sesuai ketentuan PTNBH dengan masa jabatan lima tahun dengan periode jabatan 2024-2029 dan ada juga yang terhitung 2025-2030.
SETARA Institute menduga pencopotan tersebut dipicu oleh sikap kritis Ubedilah yang kerap menyoroti dugaan korupsi dan nepotisme terkait Presiden ketujuh Joko Widodo beserta keluarganya.
“Aktivisme Ubeid yang berulang kali menyasar dugaan korupsi dan nepotisme keluarga Jokowi diduga menjadi salah satu pemicu utama pencopotannya yang tidak lazim,” kata Ketua Dewan Nasional SETARA Institute Hendardi dalam keterangan tertulis, pada Senin, 3 Januari 2025.
Adapun pencopotan jabatan ini terjadi sekitar tiga minggu setelah Ubedilah dan rekan-rekannya melaporkan hasil riset Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penelitian itu memilih mantan presiden Joko Widodo atau Jokowi sebagai salah satu tokoh terkorup tahun 2024.
Profil Ubedilah Badrun
Melansir laman Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum (FISH) UNJ, Ubedilah merupakan dosen pada bidang studi sosiologi politik, gerakan sosial, dan dinamika partai politik. Dia memulai pendidikan tingginya dengan gelar sarjana (S1) Ilmu Sosial Politik di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Jakarta, yang kini menjadi UNJ, dan lulus pada 1998.
Kemudian, dia menempuh studi magister (S2) Ilmu Politik di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Indonesia (UI) serta tamat pada 2003. Dia kini masih berkuliah di program doktoral (S3) Ilmu Sosial di Universitas Airlangga (Unair).
Sebelum menjadi pengajar di UNJ, Ubedilah dikenal sebagai seorang aktivis reformasi 1998. Dia lahir di Indramayu, Jawa Barat pada 15 Maret 1972.
Dia juga diketahui telah melahirkan sejumlah karya tulis dalam bentuk buku, seperti yang berjudul, Menjadi Aktivis Kampus Zaman Now: Intelektualitas Gerakan, Godaan Kekuasaan, dan Masa Depan Aktivis; Sistem Politik Indonesia: Kritik dan Solusi Sistem Politik yang Efektif; serta Pengantar Pendidikan Sosiologi (Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi).
Alfitria Nefi P, Hendrik Yaputra, Diva Suukyi Larasati, Melynda Dwi Puspita, dan Raden Putri Alpadillah Ginanjar berkontribusi dalam tulisan ini.