Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Ulang Tahun tanpa Kado

Sebagian besar peralatan TNI sudah tergolong besi tua. Tak perlu seperti itu jika korupsi bisa dikurangi.

13 Oktober 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dua pesawat tempur itu tengah saling intip dalam formasi dog fight. Sesaat, keduanya melesat seolah hendak saling tubruk. Ribuan penonton terbelalak, ada yang memekik. Tapi tidak. Kedua pilot dari tim Jupiter Blue TNI Angkatan Udara itu masih punya beberapa detik untuk membelok dengan gaya cross over break. Atraksi mereka mengundang kagum penonton peringatan ulang tahun Tentara Nasional Indonesia, Sabtu pekan lalu. Pesona tim Jupiter membuat orang sulit mengira betapa pesawat Hawk Mk-53 yang mereka gunakan sudah tergolong gaek. Meski tak bisa dibilang kuno, banyak peralatan TNI yang diparadekan hari itu memang sudah berumur. Lihat saja saat defile. Dari iring-iringan itu, mungkin hanya tank Scorpion buatan Inggris yang boleh dikata paling muda, dibuat pada era 1990-an. Namun, bahkan mesin perang yang dibeli pada 1997 itu pun sebagian dibeli dalam keadaan bekas pakai. Peralatan Angkatan Laut lebih parah lagi. Menurut Laksamana Pertama Sugeng Waluyo, Kepala Dinas Penerangan, saat ini armada Angkatan Laut hanya punya sekitar 115 kapal. Bandingkan, misalnya, dengan Singapura, negara kecil yang memiliki tak kurang dari 36 kapal perang. Lebih malang, menurut Sugeng, hanya 40 persen dari kapal perang Indonesia yang benar-benar layak beroperasi. Kini, Angkatan Laut hanya mengandalkan kapal sekelas KRI Malahayati dan Fatahillah untuk tugas-tugas besarnya. Tapi, bahkan kapal-kapal itu pun sebenarnya sudah harus diremajakan. Fatahillah, misalnya, yang dibuat perusahaan Wilton-Fijenord, Belanda, sudah bertugas sejak diluncurkan pada 1979. Sedangkan Malahayati hanya satu tahun lebih muda umurnya dari Fatahillah. Persoalan lain, ada beberapa kapal perang Indonesia yang sudah sangat uzur, buatan 1942, "Jadi, memang nyaris seperti besi tua. Hanya dengan upaya keras kapal-kapal itu masih bisa beroperasi," kata Sugeng. Sementara itu, sisanya lebih sering istirahat di dok-dok pangkalan reparasi, bahkan jika tidak rusak. Sebagian kapal perang itu, menurut Sugeng, adalah kapal bekas Jerman Timur yang sangat boros bahan bakar sehingga lebih baik didaratkan untuk menghemat ongkos. Selain itu, kapal-kapal ini juga harus menjalani perbaikan besar (overhaul) setiap seribu jam operasi. Angkatan Laut dituntut kreatif dalam hal ini. Mereka mengganti mesin kapal dengan mesin yang lebih hemat tanpa mengurangi kemampuan jelajahnya. Hasilnya? "Sehari semalam, kapal itu hanya mengonsumsi bahan bakar 12 hingga 14 ton, dengan kemampuan jelajah tiga kali kemampuan awal. Tadinya 40 ton," kata Sugeng. Selain kapal, kondisi persenjataan Angkatan Laut juga mengkhawatirkan. Dalam latihan pengendalian laut sebulan lalu terungkap bahwa rudal-rudal mereka sudah kedaluwarsa. Tak mengherankan bila Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Bernard Kent Sondakh merasa puas manakala tiga dari empat rudal Exocet kedaluwarsa itu ternyata berhasil menggempur habis sasaran. Kekuatan udara negeri ini juga menyedihkan. Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayjen Sjafrie Sjamsoeddin, menyatakan bahwa hanya delapan dari 22 pesawat Hercules C130 milik Indonesia yang bisa terbang. Sisanya? Kadang harus rela dihanggarkan agar yang lain bisa layak mengudara. Dengan kata lain, terjadi kanibalisme, suku cadang pesawat dipakai agar pesawat lain yang lebih baik kondisinya bisa terbang. Khususnya, Angkatan Laut dan Udara mengeluhkan anggaran yang kecil sebagai penyebab buruknya peralatan mereka. Menurut pemimpin Angkatan Udara, Marsekal Chappy Hakim, anggaran pemeliharaan selama ini hanya menutup tak lebih dari 25 persen hingga 30 persen kebutuhan yang ada. Sugeng Waluyo dari Angkatan Laut juga membenarkan hal itu. "Dana pemerintah hanya mencukupi 15 persen hingga 20 persen kebutuhan perawatan kami," kata Sugeng. Namun, baik Chappy maupun Sugeng sepakat bahwa kurangnya anggaran bukan merupakan alasan tidak berbuat apa-apa. "Seberapa pun besarnya, ya, harus kita buat cukup," kata Chappy. Berapa sebenarnya dana yang dibutuhkan untuk memelihara dan memperbarui alat persenjataan militer Indonesia? Sjafrie memperkirakan harus ada peningkatan anggara dua kali lipat dari yang sekarang. "Ketiga angkatan itu membutuhkan setidaknya Rp 5,9 triliun untuk biaya perbaikan," katanya. Di tengah kesulitan ekonomi sekarang ini, tak mudah memperoleh dana sebesar itu. Dan ini membuat bingung banyak orang. Termasuk, misalnya, Yasril Baharuddin, anggota komisi DPR yang menangani urusan pertahanan. Yasril mengajukan usul yang berbahaya: agar TNI menggandeng swasta untuk memenuhi sebagian kebutuhannya akan peralatan. Usul yang lebih masuk akal adalah menghemat kebocoran uang negara dari korupsi. Orang perlu dibuat sadar bahwa korupsi, di kalangan sipil ataupun militer, bisa membuat negeri ini sangat tidak berdaya menghadapi ancaman asing. Darmawan Sepriyossa, Yuswardi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus