TAWAU di Sabah (Malaysia) hanya berjarak 50 km dengan Nunukan di
Daerah Kalimantan Timur. Atau sekitar 1 « jam bila ditempuh
dengan kapal motor. Oleh karena itu dengan lalu-lintas yang
semakin ramai di antara dua tempat perbatasan itu, orang-orang
sekitar sana pun makin banyak saling mengunjungi.
Namun bila orang-orang Tawau berkunjung ke Nunukan, satu
pertanyaan cepat terlontar "Inikah Indonesia?" Apa boleh buat.
Kota kecil Nunukan itu memang tak ubahnya dengan daerah-daerah
terpencil di Indonesia umumnya. Sepi dan bak anah yatim, tak
terurus. Biar pun resmina disebut kota, belum ada sejengkal
jalan pun yang dilapis aspal. Rumah-rumahnya juga masih
berbentuk kampung dengan penduduk 20.U00 jiwa. Di malam hari,
keadaan juga gelap tanpa listrik.
Akan halnya Tawau memang jauh lebih maju dari Nunukan. Kota ini
sudah serba modern. Tapi Tawau memang ibukota keresidenan,
sedangkan Nunukan hanya induk dari sebuah kecamatan. Karena itu
posisi Nunukan serba kalah. Dari 6 buah kapal motor yang
menghubungkan dua tempat ini, 4 di antaranya milik orang
seberang sana. Jika di Tawau suiit mencari rupiah, di Nunukan
mudah didapatkan ringgit (uang Malaysia). Di
penginapan-penginapan atau persimpangan jalan di Nunukan tidak
sulit menemukan orang yang berjual-beli uang. Di Nunukan memang
sudah ada bank, tapi karena penjaja uang berani mendatangi
tempat-tempar penginapan, orang pun jadi malas ke bank. Bahkan
terkadang toko-toko di Nunukan sering menerima pembayaran
dengan mata uang ringgit.
Lin Kurus
Hubungan begitu erat lebih dimungkinkan karena kedua tempat itu
secara tetap dihubungkan oleh kapal motor 2 kali setiap hari.
Sedangkan antara Nunukan dengan tempat-tempat lainnya di
Indonesia tak ada pelayaran kapal yang tetap. "Dulu kapal-kapal
Pelni diwajibkan menempuh rute Tarakan Nunukan," ujar Herdy
Sutoro, Kepala Pelabuhan Nunukan "Tapi sekarang jarang ada kapal
Pelni datang kemari, mungkin karena Nunukan termasuk lin kurus."
Karena tak ada hubungan tetap dengan wilayah senegaranya,
menyebabkan Nunukan terisolir. Hubungan srat-surat pos juga tak
lancar. Surat dari Samarinda misalnya, baru bisa diterima di
Nunukan sekitar « bulan kemudian. Karena itu jangan heran bila
pernah terbetik kabar bahwa pengiriman dokumen-dokumen bank
Nunukan-Jakarta diterima melalui Tawau.
Camat Nunukan, M. Aliansyah Arsyad BA, akhirnya tak sabar
melihat daerahnya terisolir begitu. Ia sekarang sedang berusaha
agar wilayahnya memiliki sebuah lapangan terbang perintis. Untuk
itu, tak lama setelah sebuah panitia terbentuk, sudah terkumpul
dana sebanyak Rp 3 juta. Aliansyah juga sedang mendekati Pemda
Kalimantan Timur agar turun tangan mewujudkan harapan warga
Nunukan.
Selama ini setiap fahun rata-rata 50.000 orang yang pulang-balik
Nunukan-Tawau. Dari jumlah itu ternyata mereka yang pergi ke
Tawau jauh lebih besar. Tampaknya hal ini bcrhubungan erat
dengan lapangan pekerjaan vang kabarnya lebih mudah didapat di
Sabah, terutama sejak dibukanya perhei unan secara besar-besaran
di sana. Namun penduduk Nunukan juga tidaK dengan sendirinya
berkurang. Sebab yang menuju Tawau itu umumnya bukan pcnduduk
asli Nunukan, tapi dari NTT dan Sulawesi. Mereka hanya
menggunakan Nunukan sebagai tempat persinggahan, sebab tanpa
menjadi penduduk kota ini lebih dulu, mereka tak akan mendapat
pas-lintas-batas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini