Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Upaya Membendung "Ekspor" TKW

Tenaga kerja wanita Indonesia di Arab Saudi banyak yang mengalami nasib buruk. hal ini dipersoalkan oleh Lukman Harun. Pihak imsa memberikan sanggahan para calon TKW umumnya tergiur oleh gaji. (nas)

26 Mei 1984 | 00.00 WIB

Upaya Membendung "Ekspor" TKW
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
HEBOH TKW (tenaga kerja wanita) makin hebat akhir-akhir ini. Soalnya, Lukman Harun, Ketua Hubungan Luar Negeri Pimpinan Pusat Muhammadiyah, kini sibuk meyakinkan berbagai pihak agar pengiriman tenaga kerja wanita ke Arab Saudi ltu disetop. Tapi, hingga minggu lalu, "ekspor" pembantu rumah tangga yang sudah dimulai sejak pertengahan tahun lalu itu masih berlangsung lancar. Dua kali seminggu, Minggu dan Rabu sore, di pelabuhan udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, diberangkatkan sejumlah tenaga kerja Indonesia ke Arab Saudi. Hari Minggu pekan ini, misalnya, sekitar 100 tenaga kerja, sebagian besar wanita, siap terbang ke Arab Saudi. Mereka dikirimkan oleh berbagai perusahaan tenaga kerja. Adapun berita buruk tentang tenaga kerja wanita Indonesia di Arab Saudi memang dipersoalkan Lukman Harun, sepulangnya dari sana setelah menunaikan umrah awal Mei. Sekitar 10 hari di Arab Saudi, Lukman mendengar banyak cerita sedih tentang nasib tenaga kerja wanita Indonesia, yang di sana kebanyakan bekerja sebagai pembantu rumah tangga keluarga Arab. Di Jeddah, Mekah, dan Medinah cerita-cerita itu diperoleh Lukmam dari mahasiswa Indonesia, para sopir Indonesia, juga langsung dari para babu itu sendiri. Lebih dari itu, surat kabar di sana pun memberitakan kisah sedih itu, misalnya Sau di Gazette. "Kalau soal itu sampai diberitakan surat kabar sana, itu berarti masalahnya sudah umum," tutur Lukman. Yang diberitakan surat kabar itu antara lain cerita seorang Arab yang mencari pembantu rumah tangganya yang melarikan diri. Maka, sang wartawan koran berbahasa Inggris itu mewawancaramya, untuk mengetahui sebab-sebab sang pembantu lari. Menurut pengakuan si majikan, segalanya beres. Pekerjaan si babu seperti biasanya: memasak membersihkan rumah, mencuci pakaian, dan mengasuh anak-anak. "Tapi, rumah Anda sangat besar dan babu itu masih harus memasak tiga kali sehari untuk tujuh orang, mencuci perabot dapur dan piring kotor, mencuci pakaian untuk seluruh keluarga, dan mengasuh anak-anak dan itu semua harus dilakukannya sendiri," komentar wartawan itu. "Yang Anda inginkan, Sobat, bukan pembantu rumah tangga, tapi budak." Lukman selain membawa guntingan koran Arab juga membawa surat-surat tulisan tangan dari para tenaga kera wanita Indonesia yang mengisahkan duka cerita mereka. Antara lain surat seorang wanita kepada Ibu Negara Nyonya Tien Soeharto. Di dalam suratnya diceritakan pengalaman para babu yang konon banyak di antara mereka diperkosa majikannya dan tak berdaya apa-apa. Di rumah khas Arab Saudi yang luas dan dikeliling tembok tinggi, kejadian di dalamnya memang sulit dimonitor. Benar, sulit dibuktikan kebenaran cerita itu. Tapi susah juga menghalau prasangka buruk, bila satu dua tenaga kerja wanita ternyata terbukti mengalami nasib naas. Siapa menjamin tak sesuatu pun terjadi pada diri para pembantu rumah tangga itu, sementara mereka mengalami kesulitan berkomunikasi, tak tahu arah di negeri orang, dan paspor, yang bisa dijadikan tanda pengenal sah, disimpan sang majikan sebagai Jaminan. Kampanye Lukman memang bukannya tanpa penentang. IMSA, Indonesian Manpower Supplier Association, yang berkantor di Kramat Raya, Jakarta Pusat, menjawab Lukman lewat siaran persnya, 15 Mei yang lalu. Pihak IMSA antara lain menyatakan, tenaga kerja Indonesia yang dikirim ke Arab Saudi selalu, "Mendapat perlindungan hukum dari Depnaker Indonesia, KBRI, Departemen Perburuhan Arab Saudi, dan IMSA dapat memberi bantuan hukum kapan saja dan di mana saja." Juga dinyatakan, tenaga kerja yang diperlakukan tak semestinya biasanya lantas melapor ke KBRI di Jeddah. Kafilla El Safiir, salah satu perusahaan pengiriman tenaga kerja Indonesia yang Minggu lalu mengirimkan 34 tenaga kerja dan 28 di antaranya wanita, menjamin keselamatan mereka. Caranya, menurut Muchlis, presiden komisaris perusahaan itu, yang akan mengantarkan mereka sampai ke Arab Saudi, mereka semua dibekali nomor telepon perwakilan perusahaannya. Dan diJamin tenaga kerja yang rata-rata tamatan SMA itu bisa menelepon. Selain itu, pihak Kafilla El Safiir tak sembarang memilih majikan. "Kami memilih konsumen kelas menengah ke atas, yang umumnya terdidik," kata Muchlis pula. Seorang gadis, yang mengaku tamatan SMA di Kediri dan baru berusia 20-an tahun yang dikirim oleh El Safiir, ketika ditanya TEMPO ternyata tak tahu-menahu cara menelepon. Dan gadis yang sedikit genit itu tak punya kekhawatiran sedikit jua. Seperti kata temannya, dari Tulungagung, "Cerita-cerita itu 'kan kata orang, kami sudah mantap." Yang penting bagi mereka, agaknya, bisa dapat pekerjaan, lalu bisa menunaikan ibadah haji. Soal yang seramseram itu, mana munkin terjadi di tanah suci? Lagi pula, mencari pekerjaan di negeri sendiri semakin sulit, sehingga tawaran 700 rial atau sekitar Rp 190.000 per bulan, memang menggairahkan. Tapi bagi Lukman persoalannya bukan kesempatan kerja itu, tapl nasib jelek yang katanya banyak menimpa para TKW itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus