Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Selasar Sunaryo Art Space di Bandung berupaya inklusif dengan lebih ramah ke pengunjung difabel. Kini galeri seni itu khususnya di area Bale Tonggoh, telah dilengkapi fasilitas baru untuk memudahkan akses bagi difabel hingga pendamping khusus bagi pengunjung difabel netra.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami mengajak beberapa periset muda juga yang telah meneliti tentang bagaimana caranya membuat fasilitas difabel dengan biaya murah,” kata Agung Hujatnikajennong, anggota Dewan Pertimbangan Kurator di Selasar Sunaryo Art Space Bandung, Jumat, 23 September 2023.
Ubin Khusus Dipasang untuk Disabilitas Netra
Dari pantauan di lokasi, pelataran Bale Tonggoh di sisi kiri sejak gerbang masuk dipasangi ubin khusus untuk mengarahkan difabel netra ke ruangan galeri. Kemudian ada sebuah ruangan toilet baru yang dibuat dengan standar untuk difabel sehingga bisa diakses pengguna kursi roda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di ruang galeri yang kini berisi kekaryaan belasan seniman difabel dalam pameran, keterangan karya dibuat menjadi tiga bentuk yaitu menggunakan kertas berhuruf Braille, audio lewat headphone, dan lewat quick response (QR) code.
Seorang pengunjung, Ramdhan mengusulkan agar kertas Braille itu dicetak sambil dilapis plastik atau dilaminasi. “Supaya lebih awet hurufnya enggak kempes setelah dipegang banyak orang,” kata mahasiswa S2 difabel netra di Universitas Pendidikan Indonesia Bandung itu.
Lantai ruangan galeri juga diberi tempelan garis panjang bertekstur kasar seperti amplas untuk memandu difabel netra melangkah. Beberapa orang pemandu juga disiapkan untuk membantu difabel netra agar bisa menikmati karya.
Difabel Netra Boleh Meraba Karya
Mereka dibolehkan memegang atau meraba karya seperti lukisan atau patung, yang biasanya dilarang untuk disentuh bagi pengunjung pameran seni rupa. “Kita juga jelaskan bentuk gambarnya seperti apa, lingkaran, kotak, persegi, setelah itu mereka berimajinasi sendiri,” kata seorang pemandu.
Kesadaran agar Selasar Sunaryo bisa inklusif muncul sekitar lima tahun lalu. Namun baru kali ini bisa diwujudkan setelah mereka menjalankan program Open Arms atau Lengan Terkembang yang mendapat dukungan dana dari Voice sejak Oktober 2022.
Menurut Agung dari hasil riset yang mereka lakukan ke sejumlah galeri seni di beberapa kota seperti Yogyakarta, Bali, Malang, dan Jakarta, mereka bukan tidak sadar dengan isu inklusif namun masih kesulitan menerapkannya.”Mungkin ada perasaan nggak tahu harus bagaimana,” ujarnya.
Hambatannya terkait dengan fasilitas fisik atau infrastuktur. Di Selasar Sunaryo sendiri, hanya Bale Tonggoh yang sementara ini baru bisa diakses pengunjung difabel. Sementara dua ruangan lain yaitu Galeri Bawah dan Sayap masih sulit dijangkau terutama oleh pengguna kursi roda.
Jalurnya selama ini dibuat undakan atau anak tangga. Alasannya menurut Agung, seniman Sunaryo ketika merancang Selasar dulu mengikuti kontur tanahnya yang miring di area lereng. Sementara untuk membuat lift tergolong mahal. “Kami masih terus memikirkan caranya,” kata dia.