Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO edisi 11 Januari 1999
MENJINAKKAN krisis ekonomi sangat tidak mudah, apalagi mengatasinya. Pengalaman sepanjang 1998 membuktikan hal itu. Dampak tular depresiasi baht telah mengguncang ekonomi negara Asia Tenggara dan Asia Timur sejak Juli 1997 serta untuk pertama kali seluruh dunia menyaksikan betapa berbahayanya arus modal yang besar dan bersifat spekulatif. Arus ini berpotensi meruntuhkan stabilitas ekonomi lalu menjadikannya bulan-bulanan para spekulan. Indonesia menjadi korban empuk karena fundamental ekonominya ternyata rapuh. Tentang ini, Bank Dunia dalam laporan tahunan 1998 menyebutkan, "... dalam sejarah mutakhir tidak ada negara yang mengalami malapetaka keuangan paling dramatik seperti Indonesia." Bahkan Bank Dunia memperkirakan berbagai kesulitan dan ketidakpastian masih harus dihadapi Indonesia pada tahun-tahun mendatang.
Indonesia paling terpukul-dibandingkan dengan Thailand dan Korea Selatan-mungkin sekali karena di negeri ini ekonomi yang sudah terpuruk masih diobrak-abrik oleh real politic. Berbeda dengan upaya pemulihan ekonomi di Thailand yang menjadi lebih lancar, ketika Chuan Leekpai, yang dijuluki Mr Clean, terpilih sebagai perdana menteri. Hal yang sama terjadi di Korea Selatan, begitu politikus idealis Kim Dae-jung terpilih sebagai presiden.
Di negeri ini sulit mencari politikus idealis, apalagi Mr Clean. Itulah real politic. Jadi, pada pengujung 1998, ekonomi Indonesia harus menelan kepahitan yang luar biasa: inflasi 77,63 persen, produk domestik bruto minus 13,68 persen, nilai ekspor US$ 50,05 miliar (turun 6,34 persen dari 1997), impor anjlok 34,18 persen; dengan demikian terjadi surplus neraca perdagangan, tapi di sisi lain mencerminkan penurunan besar pada kegiatan sektor riil. Selain itu, jumlah penduduk miskin diperkirakan membengkak sampai 80 juta, sedangkan pengangguran terbuka mencapai 20 juta. Defisit pada anggaran 1998 masih akan terulang untuk 1999, sedangkan kontraksi ekonomi diperkirakan 1 hingga 3 persen.
Krisis ekonomi kembali mengancam Indonesia. Kali ini gara-gara kehancuran ekonomi Amerika Serikat, yang bibitnya sudah terlihat sejak pertengahan tahun lalu. Bisakah Indonesia mengusir ancaman itu?
CATATAN
13 Oktober 1792
Istana Presiden Amerika, Gedung Putih, mulai dibangun. Dihuni mulai 1800, presiden pertama yang menempati istana itu adalah John Adams.
14 Oktober 1911
Revolusi Cina dimulai, mengakibatkan kaisar terakhir wangsa Ching, Henry PuYi, kehilangan takhta.
15 Oktober 1970
Anwar Sadat dilantik sebagai Presiden Mesir.
16 Oktober 1905
Sarekat Dagang Is-lamiyah didirikan Kiai Haji Samanhudi, mula-mula untuk melindungi kepentingan para pedagang batik Islam di Surakarta.
17 Oktober 1952
Demonstran yang didukung sejumlah tentara yang membawa tank mengepung Istana dan mendesak Presiden Soekarno membubarkan parlemen.
18 Oktober 1931
Thomas Alva Edison meninggal. Lahir di Milan, Ohio, Amerika Serikat, pada 1847, ia adalah pencipta bola lampu listrik, mesin fonograf, telegraf, dan puluhan temuan besar lainnya.
19 Oktober 1987
Tabrakan kereta api di Bintaro. Sebanyak 129 orang tewas dan ratusan luka-luka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo