Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Akuntan Miring, Bursa pun Miring

19 Mei 2014 | 00.00 WIB

Akuntan Miring, Bursa pun Miring
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

BAGAIMANA bank bisa memastikan suatu perusahaan mampu atau tidak membayar utangnya? Pertanyaan itu menghantui bank di mana-mana, tak terkecuali di negeri ini. Soalnya, menurut Bank Indonesia, kredit yang tak pulang kandang sampai 1993 mencapai Rp 6 triliun atau 3,5 persen dari total kredit nasional.

Malah bukan mustahil bank dibobol oleh debitornya, seperti dilakukan Eddy Tansil terhadap Bapindo. Tak mengherankan bila kasus Eddy-Bapindo menjalarkan kisruh ke lembaga seperti Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, yang mengaudit Bapindo dan hasil audit itu kemudian diragukan kebenarannya. Bahkan untuk audit ulang, kabarnya, Menteri Mar'ie Muhammad akan menyewa kantor akuntan asing.

Khusus dalam kasus Eddy Tansil-Bapindo, ada dua hal mencuat. Pertama, kolusi. Kedua, laporan akuntan ternyata tak bisa diandalkan. Seperti pernah dikatakan bekas Ketua BPKP Gandhi, ada akuntan yang bisa menyesuaikan diri dengan permintaan debitor yang membayarnya. Banyak pula yang tidak mengindahkan prinsip dan prosedur akuntansi yang berlaku di sini.

Karena berbagai sebab itu, pekan lalu BI menjalin kerja sama dengan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) untuk pengembangan standar akuntansi dan pelaporan keuangan. Kegiatan itu meliputi sembilan bidang, antara lain akuntansi untuk investasi, laporan keuangan konsolidasi, dan cara perhitungan laba per saham. "Ini dapat melindungi bank dari hal-hal yang merugikan," kata Kepala Sekretariat Direksi BI Amir Abbas Sabrudin.

Pengamanan seperti itu memang perlu. Maklumlah, kantor akuntan publik (KAP) yang tak memenuhi persyaratan jumlahnya meningkat tajam. Tahun lalu Direktorat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai (DPAJP) Departemen Keuangan telah mencabut izin 36 KAP. Jumlah ini merupakan 10 persen dari KAP yang ada. Padahal, pada 1992, cuma dua KAP yang dicabut izinnya.

Menurut Direktur DPAJP Kartomo Wiryobroto, mereka umumnya tidak memenuhi persyaratan administratif. "Masak, ada KAP yang tidak punya kantor atau pegawai?" katanya. Ia pun tak membantah kabar bahwa banyak akuntan nakal dan sering membuat laporan keuangan palsu. Misalnya ada perusahaan yang bermodal Rp 100 juta, setahun kemudian dilaporkan modalnya sudah jadi triliunan rupiah. "Lha, kalau akuntannya sudah miring, ya, semuanya bisa miring. Pasar modal miring, bank bisa miring ...," ucap Kartomo.

Lain pula pengalaman Gandhi. Ia pernah memeriksa perusahaan yang oleh akuntan publik dinyatakan wajar tanpa syarat. Padahal di perusahaan itu pemeriksa BPKP tidak menemukan data keuangan. Usut punya usut, rupanya sang akuntan membuat laporan keuangan cuma lewat telepon.

Gandhi memang kerap menemukan akuntan nakal. Tak aneh bila ia menciptakan beberapa julukan untuk mereka. Akuntan telepati, misalnya, adalah mereka yang tidak memeriksa data kliennya. Sedangkan akuntan jahit, menurut Gandhi, kerjanya membuat laporan keuangan sesuai dengan pesanan. "Persis tukang jahit," ujarnya.

Kartomo mengungkapkan sedikitnya 50 persen dari 436 KAP melakukan pelanggaran. Sayang, tanpa rekomendasi dari Dewan Kehormatan IAI atau BPKP, DPAJP tak berhak menindak. Begitupun Dewan Kehormatan IAI. Menurut Katjep K. Abdoelkadir, penjabat Ketua IAI, pihaknya akan sulit menindak akuntan nakal selama tidak ada pengaduan tentang orang itu. "Untungnya, yang melanggar kode etik jumlahnya masih sedikit," kata Katjep.

Untuk menindak akuntan nakal tak pula mudah. Mengapa? Karena untuk itu belum ada perangkat hukumnya. Seperti diketahui, sampai saat ini pemerintah masih menggodok undang-undang perseroan. "Bagaimana kita mau menindak, wong belum ada aturannya," ucap Kartomo.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus