Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Solusi Mendapatkan KTP
DIA bernama Haryono, anak kelima dari tujuh bersaudara. Setelah bapaknya, Narto Wiyono, meninggal pada 2000 dan ibunya, Ginah, meninggal pada 2001, mereka berenam merantau. Ada yang ke Kalimantan dan Sumatera, meninggalkan kampung halaman di Kampung Kedung Sari, Kelurahan Lawu, Nguter, Sukoharjo, Jawa Tengah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kakaknya yang nomor tiga bernama Poni, menikah dengan orang kampung sebelah dan menetap di sana. Dia inilah yang sering datang bersih-bersih rumah mereka yang kosong itu. Namun kabar terakhir rumah itu akhirnya roboh dimakan usia beberapa tahun silam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dengan alamat rumah itulah Haryono mempertahankan alamatnya pada kartu tanda penduduk. Sayangnya, KTP jadul (zaman dulu) sebelum KTP elektronik (e-KTP) itu hilang pula entah di mana ketika dia merantau berpindah-pindah alamat. Suatu waktu, untuk keperluan membuat salinan KTP yang hilang itu, dia jauh-jauh balik ke kampung halaman mendatangi kantor Kelurahan Lawu.
Tapi di sana ia ditanyai salinan KTP untuk menelusuri data kependudukannya. Haryono tak punya. Saat ditanyai kartu keluarga juga tak ada. Namanya dicari pada dokumen orang tuanya pun tak ditemukan. Walhasil, Haryono tak punya KTP sampai hari ini.
Pada 2012, takdir menuntunnya menikah dengan wanita asal Serang. Namun surat nikahnya pun belum bisa diterbitkan oleh kantor urusan agama setempat karena menunggu Haryono membawa KTP.
Berprofesi sebagai tukang bangunan, lelaki 40-an tahun ini sehari-hari kami panggil Mas Bambang. Saat ini ia sedang merehabilitasi properti kami di Tangerang Selatan. Dia tak peduli mendapat bantuan sosial atau tidak. Baginya bisa mendapatkan KTP sebagai identitas warga negara Indonesia saja sudah segala-galanya. Anugerah yang lama dia impi-impikan. Bayangkan, kita biasanya menyimpan surat izin mengemudi, surat tanda nomor kendaraan, dan kartu anjungan tunai mandiri di dompet. Tapi dia tak pernah punya itu semua, hanya bermuasal dari KTP.
Pembaca budiman, adakah saran dan solusi Haryono untuk mendapatkan KTP resmi tanpa perlu KTP nembak? Kami masih percaya pemerintah punya solusi untuk kasus seperti ini, pun seandainya nomor induk kependudukan dan kartu keluarga lenyap ditelan bumi. Bila Haryono terbantu mendapatkan KTP, insya Allah Haryono-Haryono lain, yang saya kira masih banyak di berbagai pelosok negeri, tinggal napak tilas mengikuti Haryono.
Al Mansyur
Tangerang Selatan, Banten
Dampak PPKM
SEHUBUNGAN dengan kebijakan pemerintah pusat memperpanjang pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) sampai 25 Juli 2021, sesuai dengan instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Level 4 Covid-19 di Wilayah Jawa dan Bali, kami, Koalisi Warga Bantu Warga Lampung, merasa perlu menyampaikan keresahan.
Data Kementerian Kesehatan per 20 Juli 2021 menginformasikan tingkat keterisian tempat tidur secara mingguan beberapa daerah di Lampung mencapai lebih dari 70 persen. Namun respons resmi dari pemerintah daerah Lampung belum menunjukkan kondisi tersebut sudah cukup darurat.
Selama pelaksanaan PPKM darurat pada awal Juli cukup banyak warga, khususnya para pedagang, yang menyampaikan protes. Bukan karena tidak mau patuh terhadap kebijakan, melainkan karena tak ada jaminan kebutuhan hidup dasar bagi yang terkena dampak. Karena itu, beberapa kali warga cekcok dengan petugas ketika diminta menutup usahanya selama PPKM darurat.
Pemerintah hanya menutup usaha warga tapi tidak memberikan solusi konkret dan gamblang. Perpanjangan PPKM ini tentu membuat sebagian masyarakat yang terkena dampak menjadi waswas. Dengan kondisi tersebut, ada beberapa inisiatif baik dari masyarakat Lampung yang bergotong-royong dengan membeli, bahkan memborong, dagangan para pedagang yang terkena dampak kebijakan. Hal tersebut menjadi potret indah kebersamaan, tapi tentu ikhtiar itu tidak mencukupi dalam jangka panjang.
Belum lagi kondisi di lapangan. Saat ini, masyarakat sulit memperoleh tabung oksigen dan obat-obatan. Bilapun ada, harganya melonjak. Anda tentu pernah mendengar kabar bahwa warga sampai mendatangi fasilitas kesehatan hanya untuk mendapatkan oksigen. Situasi dan kondisi yang mendesak memaksa warga bertindak nekat demi bertahan hidup ataupun menyelamatkan orang-orang yang mereka sayangi.
Hal lainnya, akses terhadap layanan kesehatan. Warga yang mesti mendapatkan prioritas pelayanan kesehatan, seperti ibu hamil, justru harus berjuang sendiri. Lalu, untuk mengakses layanan kesehatan, mereka harus melalui prosedur dan birokrasi yang rumit. Padahal kondisi yang dialami warga benar-benar darurat. Bahkan, ketika warga melakukan tes usap antigen di fasilitas layanan kesehatan yang bukan rujukan penanganan Covid-19, ketika hasilnya positif, warga hanya diarahkan melakukan isolasi mandiri. Ia tidak dirujuk atau diberikan informasi dan alur bagaimana mendapatkan fasilitas layanan kesehatan untuk pasien positif yang memiliki gejala dan penyakit penyerta.
Selain itu, vaksin tidak tersedia. Pada saat bersamaan, institusi lain bisa dengan mudah memperoleh vaksin. Kami tidak melihat upaya yang serius dan maksimal dari pemerintah ihwal vaksinasi. Sebaliknya, pernyataan pemerintah melalui pejabat yang satu dan yang lain bertolak belakang. Ada perbedaan informasi yang disampaikan. Ini mengindikasikan bahwa penanganan pandemi tidak terkoordinasi dengan baik.
Sebagai bagian dari warga negara yang pada dasarnya turut berjuang bersama pemerintah dalam mencegah bahaya pandemi Covid-19, kami mendesak pemerintah daerah Lampung segera memperbaiki kondisi penanganan Covid-19 di wilayah Provinsi Lampung.
Fuad Abdulgani dan Koalisi Warga Bantu Warga Bandar Lampung
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo