Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Angka

Baju Kotor di Rumah Besar

Masyarakat dan pemerintah sama-sama tak berdaya menghadapi narkotik.

6 Desember 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI tengah ingar-bingar penangkapan Tommy Soeharto, penyakit itu merayap tanpa banyak digubris orang. Perlahan tapi pasti ia meluas dan memakan banyak korban: setiap hari ada saja orang yang terkena wabah. Narkotik, penyakit akut itu, berkembang biak seperti tanpa bisa dikontrol, apalagi dicegah. Data terbaru dari Gerakan Nasional Anti Narkotika (Granat) menunjukkan angka sekitar 4 juta pengguna narkotik dan obat berbahaya di Indonesia-sekitar 1 di antara 55 penduduk. Yang lebih mencemaskan adalah fakta yang disimpulkan oleh Badan Koordinasi Narkotika Nasional: tren kejahatan narkotik dan obat berbahaya di negeri ini rata-rata naik 100 persen.

Tak mengherankan jika Presiden Megawati jelas-jelas menyatakan kejengkelannya tatkala membuka lokakarya narkotik nasional di Istana Negara pada Oktober lalu. Ia mengusulkan agar para pengedar narkotik dikenai hukuman mati. Narkotik memang persoalan yang sudah sulit dibendung oleh siapa pun. Separuh responden jajak pendapat TEMPO mengaku memiliki tetangga yang kecanduan narkotik. Seperempatnya mengaku punya teman yang kena penyakit yang sama. Sedikit yang mengaku punya keluarga yang kecanduan-mungkin itu fakta, tapi bisa juga ada kesungkanan untuk mengaku.

Yang punya kerabat terjerat narkotik mengaku punya perhatian untuk menolong. Tapi yang bisa dilakukan hanyalah memberikan nasihat. Tak ada gerak lain untuk mencegah penyakit ini terus mewabah. Sedikit orang yang berani melapor kepada polisi. Aparat penegak hukum pun, kerap terbukti, bukan institusi yang bisa dipercaya untuk mengatasi masalah ini. Padahal publik tampaknya kian geram dengan urusan barang haram ini.

Mereka umumnya setuju jika pemberantasan narkotik dijadikan program nasional, bahkan dengan cara-cara yang militeristik. Bersabar dan berlembut hati tampaknya hanya akan membuat pengedar narkotik menjadi-jadi. Publik setuju jika pemberantasan narkotik menjadi program prioritas, termasuk jika harus mengambil dana dari pos belanja negara yang lain seperti dana pengentasan kemiskinan atau belanja militer.

Berhasilkah jika resep itu dijalankan? Tak ada yang bisa menjamin, seperti halnya tak ada jaminan seberapa seriusnya pemerintah menangani persoalan narkotik. Problem di negeri ini terus bertumpuk. Narkotik hanya satu baju kotor dalam sebuah rumah besar yang centang-perenang.

Sementara kasus Tommy diusut, sementara parlemen bertengkar tentang perlu-tidaknya panitia khusus untuk menangani skandal Bulog II, narkotik terus merayap dan membunuh banyak orang. Satu demi satu.

Arif Zulkifli


Apakah kalangan dekat berikut ini ada yang menjadi korban narkoba?
Tidak ada
Keluarga inti 95,15%
Tetangga 50,58%
Teman sekolah/teman bekerja 74,03%
Teman dekat lain di luar sekolah/tempat pekerjaan 75,39%
Ada
Keluarga inti 4,85%
Tetangga 49,42%
Teman sekolah/teman bekerja 25,97%
Teman dekat lain di luar sekolah/tempat pekerjaan 24,61%
Bagi yang menjawab ya untuk salah satu pilihan di atas, apakah Anda merasa berkepentingan untuk mencegah/membantunya?
Ya 88,57%
Tidak 11,33%
 
Jika ya, apa yang telah/akan Anda lakukan untuk mencegahnya?*
Menasihati 96,35%
Memotong sumber pasokan narkoba yang bersangkutan 15,69%
Melaporkan kepada polisi 15,33%
*Responden dapat memilih lebih dari satu jawaban
 
Dari dua model berikut ini, menurut Anda, model penyelesaikan masalah narkotik mana yang sebaiknya dipilih pemerintah?
Menerapkan pendekatan militeristik dengan menindak tegas pelaku dan pengedar narkoba 50,39%
Menerapkan pendekatan kemanusiaan secara bertahap dan perlahan 49,61%
 
Setujukah Anda masalah narkoba diselesaikan secara nasional termasuk jika harus mengambil dana pembangunan dari bidang lain (pengentasan kemiskinan, dana keamanan, dan lain-lain)
Setuju 56,78%
Tidak setuju 43,22%
 
Setujukah Anda terhadap usul Presiden Megawati agar para pengguna dan pengedar narkoba dihukum mati?
Setuju
Pengguna 33,72%
Pengedar 88,57%
Tidak setuju
Pengguna 66,28%
Pengedar 11,43%
 

Metodologi jajak pendapat :

  • Jajak pendapat ini dilakukan oleh Majalah TEMPO bekerja sama dengan Insight. Pengumpulan data dilakukan terhadap 516 responden di lima wilayah DKI pada 5-8 Desember 2001. Dengan menggunakan ukuran sampel tersebut, estimasi terhadap nilai parameter mempunyai margin error 5 persen. Survei dilakukan dengan metode acak bertingkat dengan unit analisis kelurahan dan rumah tangga. Pengumpulan data dilakukan dengan cara tatap muka dan melalui telepon.
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus