Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Urusan penyediaan makanan bagi jemaah haji sebenarnya merupakan bisnis menguntungkan yang selalu menjadi incaran orang. Namun kerugian bisa juga terjadi, seperti yang pernah ditulis majalah ini 30 tahun silam. Saat itu hampir semua dari 19 perusahaan dari berbagai daerah yang ditunjuk pemerintah untuk melayani makanan dan minuman jemaah rugi. "Biang keladinya jadwal perjalanan yang bertambah empat hari," kata H Soedja'ie Natakusumah, Direktur PT Jampang Kencana dari Jakarta, yang meladeni 200 anggota jemaah, saat itu.
Perjalanan haji sendiri sebenarnya tidak melenceng, yaitu 35 hari. Sedangkan hari-hari katering ditetapkan 26 hari. Sebab, selama lima hari jemaah beristirahat di Jeddah, urusan makan-minum ditangani Dharma Wanita Unit Direktorat Jenderal Haji. Sedangkan yang empat hari lagi (selama di Arafah dan Mina), mereka ditampung para syekh.
Tapi masa istirahat di Jeddah itu ternyata diperpendek sampai delapan jam saja karena pemerintah Arab Saudi tidak mengizinkan jemaah tinggal sampai berhari-hari di situ. Akibatnya, yang empat hari istirahat itu menjadi tanggungan para pengusaha. Bagi Jampang, ini berarti kerugian sekitar Rp 4 juta.
Kalau orang-orang bisnis katering itu mau main keras mungkin bisa saja. Tapi, karena menyangkut makan-minum kerabat sendiri yang sedang menjalankan ibadah, soalnya menjadi lain. "Kalau tidak diberi makan, saya tidak tega. Lebih baik saya layani saja," ucap Nyonya Soefiati Muksin dari CV Mutiara 71. Dia mengaku rugi Rp 6 juta.
Bisnis katering di kalangan jemaah bukan barang baru. Pada 1975, H Nizmah Zaglulsyah, 41 tahun, artis yang mengaku pernah membintangi sekitar 100 film, merintisnya dengan melayani pejabat tinggi atau orang-orang kaya yang sedang menjalankan ibadah haji. Saat artikel ditulis pun dia melayani jemaah haji Golkar yang dipimpin Amir Murtono.
Bagi pemerintah, dibukanya lapangan usaha ini untuk meningkatkan kesejahteraan dan keselamatan jemaah Indonesia. Kalau memasak sendiri, Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji Departemen Agama pada masa itu, H A. Burhani Tjokrohandoko, mengatakan, "Hampir tiap tahun selalu ada kebakaran yang ditimbulkan kompor yang meledak."
Pelayanan haji dengan katering terutama berjalan setelah keluarnya Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 1981 tentang Pelayanan Haji. Biaya katering diambilkan dari uang saku yang diterima anggota jemaah masing-masing 150 ribu riyal (sekitar Rp 2,7 juta). Sedangkan tarif katering 25 riyal sehari per orang. Cukup murah dibanding harga makanan rantangan setempat yang 15 riyal sekali makan.
Ketika jemaah akan berangkat, para pengusaha sudah memperhitungkan, dari tarif 25 riyal itu, keuntungan mereka berkisar 2-3 riyal. "Berarti jika sebuah perusahaan menjamin satu kelompok terbang yang terdiri atas 376 orang, bisa dihitung uang masuk sekitar Rp 49 juta. Keuntungan bersih ditaksir Rp 4 juta," kata H Muchtamil, Ketua Asosiasi Katering Jemaah Haji Indonesia, pensiunan navigator GIA.
Selain dari perpanjangan empat hari yang harus ditanggung pengusaha katering, ketidakpastian tempat jemaah ikut memperbesar kerugian. Nizmah dengan perusahaannya yang bernama Anizah Jaya menggerutu karena jemaah yang harus dia layani dipindahkan pihak pemerintah Arab Saudi ke tempat lain. "Saya harus mengeluarkan biaya pindah dapur dan harus menyewa tempat lagi sebesar 10 ribu riyal," ujarnya.
Burhani Tjokrohandoko, sang dirjen urusan haji, menjanjikan biaya yang dikeluarkan untuk perpanjangan empat hari itu akan diganti pemerintah. Misalnya Rajawali Aero Service, yang dipimpin Ketua Asosiasi Katering Haji H Muchtamil, rugi Rp 5 juta. Tapi ia tampak pasrah. "Motivasi utama katering haji ini hanya ikhlas. Ini sudah saya tanamkan kepada anggota. Karena kami melayani tamu Allah. Jangan bersikap bisnis semata-mata," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo