Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Agar Peneliti Tertarik pada Koral dan Arus
Indonesia diketahui oleh masyarakat pencinta laut memiliki keberagaman biota laut yang bagus, termasuk jenis koral alias terumbu karang. Pengakuan tersebut saya peroleh ketika bertemu dengan mereka di berbagai perairan Indonesia saat menyelam bersama. Setelahdiving, para penyelam, yang terutama terdiri atas orang asing, menyimpulkan bahwa Indonesia memiliki pemandangan bawah laut sangat indah karena di sana terdapat aneka jenis terumbu karang, dari jenishard coral (karang tanduk); soft coral, tempat bermain pasangan ikan badut; hingga karang kipas.
Dari aspek ini, saya bangga Indonesia merupakan surga koral bagi para penyelam mana pun. Namun, di lain hal, saya kecewa terhadap para peneliti koral di Indonesia. Sebab, mereka pada umumnya hanya melihat dari sudut pandang biologi dan fisiologi dalam melihat pertumbuhan koral di suatu wilayah. Mereka sama sekali tidak melibatkan ahli fisika laut yang menguasai ilmu arus dalam penelitiannya.
Dari informasi yang saya peroleh, pertumbuhan dan sehat atau tidaknya koral lebih banyak dipengaruhi arus, gelombang, dan dinamika laut. Semakin kuat arus dan gelombang atau dinamika laut di suatu perairan, semakin baik pula pertumbuhan koral di sana karena nutrisi dan oksigen yang dibutuhkan koral tersedia dengan baik. Meskipun faktor ekosistem juga sangat perlu diperhatikan. Sebagai contoh, pulau-pulau kecil di sekitar Bakauheni dan Sanghyang, Banten, memiliki koral sangat bagus lantaran terkonservasi alami dengan arus yang kencang. Laut kawasan ini, sekali lagi menurut informasi yang saya dapatkan, memiliki kecepatan arus dua meter per detik. Jenis koral yang sama dapat ditemui di Sanghyang hanya di satu lokasi, sedangkan jenis koral yang sama perlu dicari di dua tempat berbeda, di Nusa Dua dan Nusa Penida, Bali. Nusa Dua dan Nusa Penida ternyata memiliki kecepatan arus satu meter per detik.
Demi keelokan negeri ijo royo-royo ini, saya sangat berharap para peneliti, penyelam, pencinta lingkungan, dan siapa pun yang peduli pada keberagaman biota laut bersatu padu demi surga bawah laut Indonesia.
Budi Mulyana
Jakarta
Menumpuknya Sampah Jakarta
Beberapa bulan lalu, ketika masalah sampah di Jakarta menjadi polemik, terutama soal rencana pemerintah DKI Jakarta memutus kontrak sejumlah perusahaan swasta yang mengurusi sampah Ibu Kota, hati saya gundah.
Betapa tidak, sampah yang selama ini ditangani swasta saja tampak menggunung di sejumlah lahan pembuangan sementara (LPS) tempat saya tinggal di Kelurahan Kebon Bawang, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Apalagi jika persoalan sampah tersebut diserahkan kepada para pegawai Dinas Kebersihan DKI, yang keterampilannya tak secekatan karyawan swasta. Saya tak bisa membayangkan sampah bakal kian menggunung menutup jalan utama di Kelurahan Kebon Bawang jika urusan sampah Jakarta diserahkan kepada pegawai Dinas Kebersihan.
Menurut informasi yang saya peroleh, sampah di LPS Kebon Bawang mencapai enam truk kontainer atau seberat 120 ton per hari. Jumlah itu naik dua kali lipat jika pada hari Ahad, yakni mencapai 12 truk kontainer atau setara dengan 240 ton sampah karena musim kerja bakti.
Ketika saya mendatangi LPS Kebon Bawang, tampak sebuah truk sibuk memindahkan tumpukan sampah ke sebuah kontainer yang antre berjejer. Salah seorang karyawan swasta yang berdiri di samping saya mengatakan sampah tersebut akan diangkut ke lahan pembuangan akhir (LPA) di Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat. Dia menjelaskan, sebenarnya kuota pengiriman sampah ke LPA adalah satu truk kontainer. Tapi, agar seluruh sampah terangkut, petugas kebersihan swasta itu mengakalinya dengan mengangkut sampah menggunakan truk yang berbeda agar tidak diketahui petugas jaga di LPA.
Itu salah satu kecerdikan petugas swasta, belum termasuk mereka yang mengangkut sampah dengan beragam perlengkapan karena takut kena semprot warga yang tinggal di sekitar LPS. Sedangkan petugas kebersihan pemerintah yang digaji negara berdiri tegak hanya menjadi mandor mengenakan rompi oranye dilengkapi HT alias radio komunikasi tangan. Saya berharap pemerintah DKI tetap mempertahankan kerja samanya dengan swasta.
Gatot S.
Tanjung Priok, Jakarta Utara
Ralat
Dalam artikel Laporan Utama majalah Tempo edisi 26 Mei-1 Juni 2014 berjudul "Empat Penjuru Pendukung Kalla", disebutkan bahwa Aksa Mahmud dan Jusuf Kalla berbesan. Yang benar hubungan Aksa dan Kalla adalah ipar, karena istri Aksa adalah adik Kalla. Terima kasih.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo