Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kutipan & Album

Dewan Riset Bentukan Soeharto

Indonesia punya "Silicon Valley" di Serpong, Tangerang Selatan, Banten. Lembah itu dibangun pada era Presiden Soeharto serta diberi nama Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Setelah menyiapkan tempat riset, Soeharto mengangkat sejumlah orang yang tergabung dalam Dewan Riset Nasional.  

17 April 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Dewan Riset Bentukan Soeharto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Silicon Valey pertama di Indonesia berada di Serpong

  • Lembah itu dibangun di era Presiden Soeharto kemudian diberi nama Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek).

  • Soeharto menyiapkan semua infrastruktur teknologi termasuk membentuk Dewan Riset Nasional

PT Kiniku Bintang Raya—kongsi PT Kiniku Nusa Kreasi dan PT Bintang Raya Loka Lestari—berencana membangun Bukit Algoritma di lahan seluas 888 hektare di Cikidang, Sukabumi, Jawa Barat. Bukit Algoritma merupakan pusat pengembangan industri dan teknologi 4.0 yang diklaim sebagai Silicon Valley Indonesia.  

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Budiman Sujatmiko, Ketua Pelaksana Kerja Sama Operasi Kiniku Bintang Raya, pada Kamis, 15 April 2021, mengatakan pembangunan Bukit Algoritma tak menggunakan anggaran negara. Menurut Budiman, Kiniku Nusa Kreasi mencari investor untuk pembangunan yang menelan dana Rp 18 triliun itu.   

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebetulnya, kita punya "Silicon Valley" di Serpong, Tangerang Selatan, Banten. Lembah itu dibangun pada era Presiden Soeharto serta diberi nama Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek). Setelah menyiapkan tempat riset, Soeharto mengangkat sejumlah orang yang tergabung dalam Dewan Riset Nasional.  

Majalah Tempo Edisi 8 Desember 1984 berjudul "Sebuah Dewan Tidak Langsung" melaporkan bagaimana pembentukan Dewan Riset itu. Berikut ini laporannya.   

Makin ramai saja upaya menggalakkan ilmu dan teknologi di negeri ini. Rabu pekan lalu, di Istana Negara, Presiden Soeharto meresmikan Dewan Riset Nasional, yang diketuai Menteri Riset dan Teknologi Baharuddin Jusuf Habibie. “Kita harus meningkatkan kemampuan efektivitas dan efisiensi para ahli ilmu pengetahuan dan teknologi,” kata Kepala Negara dalam amanat pelantikan.

Presiden berbicara, dengan rasa prihatin, tentang “jurang pemisah yang sangat lebar dan dalam” di lapangan ilmu serta teknologi antara negara maju dan negara sedang membangun. Indonesia, tanpa mengabaikan ilmu pengetahuan yang datang dari luar, diharuskan mandiri di lapangan ini.

Dan Dewan Riset, antara lain, bertugas mempersiapkan perumusan program utama nasional dalam bidang riset dan teknologi. Dewan ini memang bukan lahir sekonyong-konyong. “Sudah lama republik ini mengidam-idamkan tempat bagi para ilmuwannya,” ujar Sediono M.P. Tjondronegoro.  

Menurut Sekretaris Dewan Riset itu, rintisan sudah dilakukan sejak 1967, ketika Sumitro Djojohadikusumo menjabat menteri riset. Misalnya dengan mendirikan Puspiptek di Serpong. 

Ketika Habibie diangkat menjadi Menteri Riset dan Teknologi, pada 1978, dia membentuk dewan yang bertugas menyiapkan saran tentang bagaimana riset serta teknologi, juga ilmu pengetahuan dan teknologi, dikembangkan. “Salah satu tugas Pak Habibie memang mengelola penelitian dan pengembangan teknologi di Indonesia,” ucap Sediono, doktor sosiologi yang pernah menuntut ilmu di Universitas London.

Untuk itulah, antara lain, diadakan tiga Loka Karya Nasional Riset dan Teknologi pada 1978,1980, dan 1982. Dan dalam pidato pengarahannya pada rapat kerja tim perumus dan evaluasi program-program utama nasional riset dan teknologi, 12 November 1981, Habibie mulai berbicara tentang sebuah research council. “Dewan Riset berbeda dengan lembaga-lembaga penelitian semacam LIPI, Batan, atau lainnya,” ujar Sediono. 

Lembaga-lembaga itu bisa melakukan penelitian langsung, sedangkan Dewan Riset tidak. Dewan ini lebih berat pada masalah policy. “Dan tidak akan menggantikan tugas lembaga yang sudah ada,” kata Prof Dr Ir Achmad Baiquni, Ketua Kelompok II (Sumber Daya Alam dan Energi) Dewan Riset.

Selain kelompok yang diketuai Baiquni, Dewan Riset yang beranggotakan 64 orang ini didukung Kelompok I (Kebutuhan Dasar Manusia) yang diketuai Prof Dr Ir Sayogyo, Kelompok III (Industrialisasi) yang diketuai Dr R.B. Soehartono, Kelompok IV (Pertahanan & Keamanan) yang diketuai Brigadir Jenderal Tentara Nasional Indonesia Hardijono, dan Kelompok V (Sosial, Ekonomi, Falsafah, Hukum) yang diketuai Prof Dr Soekadji Ranoemihardjo.

Wakil Ketua Dewan Riset adalah Prof Dr Doddy Tisnaamidjaja. Pada 1978, memang sudah ditetapkan matriks nasional yang mencakup kelima kelompok itu. “Dengan matriks ini kita dapat melihat dan mengecek apakah program-program riset dan teknologi yang ada seimbang serta sesuai dengan sasaran pembangunan,” tutur Habibie.


https://majalah.tempo.co/edisi/1622/1984-12-08

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus