Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setujukah Anda dengan rangkap jabatan Oesman Sapta Odang yang menjadi ketua umum partai juga sebagai pemimpin DPD dan MPR?
|
||
Ya | ||
13,8% | 34 | |
Tidak Tahu | ||
2.4% | 6 | |
Tidak | ||
83,8% | 207 | |
Total | (100%) | 247 |
OESMAN Sapta Odang terpilih menjadi Ketua Dewan Perwakilan Daerah periode 2017-2019. Anggota DPD dari Kalimantan Barat ini terpilih secara aklamasi dalam sidang paripurna yang berlangsung pada Senin-Selasa, 3-4 April 2017. Oesman dicalonkan sebagai ketua dari perwakilan wilayah tengah. Ia bersaing dengan wakil asal Sumatera Utara, Damayanti Lubis; perwakilan wilayah barat; dan Nono Sampono asal daerah pemilihan Maluku sebagai perwakilan wilayah timur. "Dalam waktu setengah menit sudah sampai pada kesepakatan, kami memberikan amanah lebih tinggi kepada Pak Oesman Sapta untuk menjadi Ketua DPD," kata Damayanti, 4 April lalu. Lewat musyawarah di antara ketiganya disepakati bahwa Nono Sampono menjadi Wakil Ketua DPD I dan Damayanti menjadi Wakil Ketua DPD II. Sementara itu, Wakil Ketua DPD Gusti Kanjeng Ratu Hemas menganggap pemilihan pimpinan DPD tersebut ilegal. Menurut dia, DPD seharusnya menaati putusan Mahkamah Agung Nomor 38P/HUM/2016 dan Nomor 2OP/HUM/2017, yang menyatakan pemotongan masa jabatan pimpinan DPD dari lima tahun menjadi dua setengah tahun bertentangan dengan undang-undang. Putusan ini memberlakukan kembali Tata Tertib DPD Nomor 1 Tahun 2014, yang mengatur masa jabatan pimpinan DPD adalah lima tahun. "Maka tidak ada satu pun kewenangan di republik ini yang bisa melaksanakan sidang paripurna untuk menegasikan putusan MA dengan melakukan pemilihan pimpinan DPD RI yang baru," ujar Hemas. Mahkamah Agung sendiri akhirnya melantik pimpinan DPD baru periode 2017-2019 itu. Pelantikan dan pengambilan sumpah dipimpin oleh Wakil Ketua Mahkamah Agung Suwardi. Dengan pelantikan itu, Oesman merangkap jabatan, juga berstatus sebagai Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat. Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD disebutkan syarat menjadi seorang perwakilan rakyat di antaranya tidak merangkap jabatan di lembaga negara lain, termasuk jabatan di MPR dan direksi, komisaris, ataupun jabatan lain di badan usaha milik negara atau perusahaan. Oesman, yang juga Ketua Umum Partai Hanura, enggan berkomentar banyak tentang rangkap jabatan ini. "Akan kami bicarakan setelah ini apa yang bakal dilakukan," tuturnya. Zainal Arifin Mochtar, pakar hukum administrasi negara Universitas Gadjah Mada, menyebutkan, dengan pelantikan itu, justru Mahkamah Agung melanggar putusannya sendiri. Ia menegaskan, kisruh rebutan pimpinan DPD ini menjadi preseden buruk. Orang sangat mungkin melawan putusan peradilan karena negara justru abai terhadap putusan hukum. Hasil jajak pendapat di Tempo.co menunjukkan sebagian besar responden tidak setuju dengan rangkap jabatan Oesman Sapta Odang yang menjadi ketua umum partai juga sebagai pemimpin DPD dan MPR.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
Edisi 15 April 2017 PODCAST REKOMENDASI TEMPO surat-pembaca surat-dari-redaksi angka kutipan-dan-album kartun etalase event Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Asas jurnalisme kami bukan jurnalisme yang memihak satu golongan. Kami percaya kebajikan, juga ketidakbajikan, tidak menjadi monopoli satu pihak. Kami percaya tugas pers bukan menyebarkan prasangka, justru melenyapkannya, bukan membenihkan kebencian, melainkan mengkomunikasikan saling pengertian. Jurnalisme kami bukan jurnalisme untuk memaki atau mencibirkan bibir, juga tidak dimaksudkan untuk menjilat atau menghamba ~ 6 Maret 1971 Jaringan Media © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum |