Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Anda, benarkah tudingan Sekretaris Kabinet Dipo Alam bahwa sejumlah media cenderung hanya memuat hal buruk saja mengenai pemerintah?
[Periode 23 Februari-2 Maret 2011] |
||
Ya | ||
58,49% | 914 | |
Tidak | ||
40,17% | 629 | |
Tidak Tahu | ||
1,34% | 21 | |
Total | 100% | 1.564 |
RIBUT-RIBUT tentang pernyataan Sekretaris Kabinet Dipo Alam soal media sudah mereda, tapi sikap publik soal kasus ini masih terbelah. Lebih dari separuh pembaca Tempo Interaktif menilai pernyataan Dipo tentang tiga media yang sering menjelek-jelekkan pemerintah ada benarnya. Namun yang berpendapat sebaliknya juga tak sedikit.
Kisruh ini bermula dua pekan lalu. Seusai Rapat Kabinet di Istana Bogor, Jawa Barat, Senin dua pekan lalu, Dipo mengeluhkan pemberitaan Metro TV, TV One, dan harian Media Indonesia yang dinilainya selalu menjelek-jelekkan pemerintah. ”Setiap saat, mereka menyiarkan informasi yang negatif soal pemerintah,” katanya.
Karena itu, Dipo mengaku sudah meminta semua instansi pemerintah tidak lagi memasang iklan layanan masyarakat di ketiga media tersebut. Dia juga meminta pejabat pemerintah tidak usah datang jika diundang berdiskusi atau menjadi narasumber talk show di media-media itu. Pernyataan inilah yang memicu kritik luar biasa. Dipo dinilai tak memahami semangat kebebasan pers.
Tapi benarkah ketiga media itu lebih sering menyiarkan keburukan pemerintah? Rupanya, sebagian pembaca Tempo Interaktif menilainya demikian. Sekitar 58,5 persen responden membenarkan pendapat Dipo. ”Bisa diperhatikan, kok. Setiap pemberitaan media tersebut selalu saja memuat jeleknya pemerintah,” kata satu pembaca, Yando. ”Apalagi media itu dimiliki orang yang punya kepentingan untuk dikenal luas publik,” ujarnya. Sudah jamak diketahui bahwa Metro TV dan TV One dimiliki dua politikus Golkar yang berseteru: Surya Paloh dan Aburizal Bakrie.
Namun responden Tempo Interaktif yang tak sepakat juga tak sedikit. Sekitar 40,2 persen responden menilai media sudah berusaha berlaku obyektif dalam peliputannya. Kritik dan serangan gencar media kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan jajaran kabinetnya dinilai merupakan pelaksanaan yang wajar dari fungsi kontrol media atas kebijakan pemerintah.
Indikator Pekan Depan MUSIM reshuffle tampaknya akan segera tiba. Pekan lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terang-terangan menyebutkan ada dua partai politik yang melanggar komitmen koalisi. Partai politik macam ini, kata dia, tak bisa dipertahankan dalam koalisi. ”Tentu sanksi harus diberikan,” kata Yudhoyono, Selasa pekan lalu. ”Itu jelas dan gamblang.” Penegasan soal retaknya koalisi pendukung pemerintah ini disampaikan Yudhoyono dalam jumpa pers di Kantor Kepresidenan, Rabu pekan lalu. Dia didampingi Wakil Presiden Boediono serta Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto. Publik sudah bisa menduga, pernyataan Yudhoyono mengarah pada Partai Golkar dan Partai Keadilan Sejahtera. Keduanya memang membangkang dari garis resmi koalisi pendukung Yudhoyono dalam menyikapi usul penggunaan hak angket kasus mafia pajak di Dewan Perwakilan Rakyat. Akibat pernyataan Presiden, sepanjang pekan lalu, suhu politik nasional memanas. Staf Khusus Kepresidenan Daniel Sparringa memastikan Presiden sedang membahas perombakan kabinet. ”Peristiwa di dalam koalisi mendorong dilakukan evaluasi,” kata Daniel. Menurut Anda, apakah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan tegas menyikapi perpecahan di tubuh partai koalisi pendukungnya? Kami tunggu jawaban dan komentar Anda di www.tempointeraktif.com. |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo