SEKALI lagi, inilah kebiasaan kami. Setiap awal tahun, TEMPO menurunkan Laporan Utama mengenai RAPBN. Tradisi yang sudah kami mulai sejak awal Pelita III itu kami lakukan awal tahun ini. Kebetulan, kami harus mempersiapkannya beberapa hari sebelum Presiden Soeharto membacakan pidatonya di depan sidang pleno DPR Selasa pagi. Untuk tulisan Laporan Utama kali ini, bagi kami, memang terasa agak berat mempersiapkannya. Serangkaian wawancara mengenai perkiraan keadaan ekonomi 1986 dengan berbagai dunia usaha kami adakan sebelumnya. Bahkan, seperti tahun-tahun sebelumnya, sebuah tim kecil yang bertugas mempersiapkan Laporan Utama ini mengadakan dskusi mengenai keadaan ekonomi selama ini. Tahun ini, kami mengundang ekonom terkemuka, Prof. Dr. Arsjad Anwar. Hanya kebetulan, diskusi dengan pengajar dan peneliti dari FE UI itu kami adakan di Hotel Hyatt Aryaduta. Bukan apa-apa. Kebetulan sedang ada perbaikan instalasi listrik di kantor kami. Diskusi semacam itu sangat membantu tim Laporan Utama untuk segera menyerap isi RAPBN yang baru dibagikan Senin malam, dalam pertemuan sejumlah menteri ekuin dengan para pemimpin redaksi. Bila mesti bergerak setelah mendapatkan bahan yang baru bisa disiarkan sehabis Presiden menyampaikan pidato Selasa pagi, tentu saja kami akan terjepit waktu. Dengan bahan laporan yang kami kumpulkan sebelumnya,dan diskusi mengenai keadaan ekonomi tahun lalu dan perkiraannya tahun ini, tim kecil Laporan Utama TEMPO itu telah tertolong banyak. Paling tidak, dalam wawancara yang diadakan dalam waktu yang relatif mepet itu, wartawan kami sudah punya gambaran terang. Misalnya, ketika buku tebal berwarna biru muda, Nota Keuangan dan RAPBN 1986/1987 itu dibagikan di Deppen, kami dengan cepat bisa menangkapnya. Sejak Senin malam itu, kami langsung menghubungi berbagai pihak untuk memperkaya tulisan dengan wawancara. Tentu saja, kami terpaksa mengadakan kerja ekstra sampai Selasa sore, mengingat batas waktu turun ke percetakan memang sudah sempit sekali. Kami memaksakan RAPBN kali ini diturunkan dalam Laporan Utama karena ada beberapa hal yang menarik. Budget itu, untuk pertama kali sejak Orde Baru, turun 7% dibanding anggaran tahun sebelumnya. Masih ada angka 7 lagi, yaitu disampaikan dalam sidang pleno DPR tanggal 7 Januari yang bertepatan dengan hari Selasa Wage - menurut perhitungan Jawa, bernilai terkecil yaitu 7. Tapi ini mungkin cuma kebetulan. Kami di kantor yang buka dari Senin pagi sampai Selasa malam itu sengaja mengejar laporan sebanyak-banyaknya untuk sebuah laporan utama. Bahkan pidato Pak Harto Selasa pagi itu juga kami tunggu dengan berbagai komentar dari para ahli dan pengamat ekonomi. Untuk menguber keterbatasan waktu itu, Laporan Utama RAPBN kali ini ditulis secara keroyokan. Eddy Herwanto, penanggung jawab rubrik Ekonomi Bisnis, dan Wakil Pemimpin Redaksi Fikri Jufri - seperti tahun-tahun sebelumnya - menulis dua bagian Laporan Utama ini. Sedangkan Max Wangkar menyajikan tulisan mengenai pendapat dunia usaha menilai tahun sulit 1986/1987. Proses yang menegangkan dan pendek semacam itu memang menjadi bagian pekerjaan kami. Selain untuk mengejar kecepatan agar tidak ketinggalan, usaha semacam itu juga dimaksudkan untuk menyajikan suatu tulisan yang lengkap dan menarik buat pembaca. Inilah sebuah laporan utama mengenai RAPBN yang semakin ramping, yang dipersiapkan dalam waktu yang "ramping" pula.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini