Keponakan saya, laki-laki berusia 2,5 tahun, suatu sore bermain-main dengan kakaknya, laki-laki 3,5 tahun. Tiba-tiba si kecil, sambil mengacung-acungkan sebilah sabit, dengan tertawa- tawa mengejar kakaknya yang ketakutan. Sang kakak, yang sudah mulai ''mengerti'', akhirnya bersembunyi di kamar mandi. Untunglah, permainan itu tidak sampai merenggut korban. Dua keponakan saya itu penggemar acara televisi kita, khususnya televisi swasta. Mereka sangat hafal nama-nama ''pahlawan'' dalam film-film yang mereka tonton dengan setia, dan orang tua tidak kuasa mencegahnya. Kepahlawanan yang mereka tonton itu tentu memberikan inspirasi kepada mereka, anak-anak yang bersih itu, yang dapat mencelakakan orang lain seperti kelakuan keponakan saya itu. Sudah sangat sering kita mendengar suara ''lirih'' mengenai ekses film-film impor yang dapat meracuni generasi muda kita. Hasilnya adalah ibarat pepatah ''anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu''. Bahkan si empunya suara dapat dituduh bertendensi macam-macam. Menurut saya, tayangan film-film di televisi swasta kita secara umum mulai meracuni ''bayi-bayi'' kita, bukan hanya generasi muda. Saya adalah salah seorang dari beberapa gelintir yang menerima dengan sebelah tangan kehadiran televisi swasta secara nasional jika materi sajian untuk masyarakat Jakarta, Surabaya, Bandung, dan sekitarnya sama. Akan dibawa ke manakah anak-cucu kita? Selama ini budaya Barat, yang tergambar dalam sebagian besar mata acara, kita terima karena relatif ''lebih aman'' daripada budaya komunis yang efeknya bagi bangsa kita sungguh traumatis. Tapi setelah komunisme runtuh, sejak dua tahun lalu, apakah kita tak berupaya mencari budaya alternatif yang kita gali dari bumi kita sendiri? JOKO RAHAR Jalan Pengayoman Selatan VII/62 Tangerang 15119 Jawa Barat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini