Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setujukah Anda, ibu kota negara dipindahkan dari Jakarta untuk mengatasi kemacetan lalu lintas Ibu Kota? 1-8 September 2010 | ||
Ya | ||
77,12% | 1.102 | |
Tidak | ||
21,34% | 305 | |
Tidak Tahu | ||
1,54% | 22 | |
Total | 100% | 625 |
PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono menawarkan tiga opsi untuk mengatasi kemacetan Jakarta. Salah satunya dengan membangun ibu kota baru, seperti Australia membangun ibu kota baru di Canberra atau Turki di Ankara. Opsi lainnya: memisahkan kota pusat pemerintahan dengan ibu kota. Ia mencontohkan Malaysia yang beribu kota di Kuala Lumpur tapi pusat pemerintahannya di Putra Jaya. Opsi lainnya tetap mempertahankan Jakarta sebagai ibu kota sekaligus pusat pemerintahan.
Menurut dia, pembangunan pusat pemerintahan memerlukan sepuluh tahun. Dananya bisa menelan Rp 80 triliun, yang antara lain bisa diambil dari anggaran negara dan melepas sebagian aset pemerintah di Jakarta. "Kita bangun sarana dan transportasi yang baru, di atas, di bawah, di permukaan, semua ada problematikanya," katanya, dua pekan lalu.
Mayoritas pembaca Tempo Interaktif dalam jajak pendapat pada 6-15 September 2010 menyatakan ibu kota layak dipindah untuk mengatasi kemacetan.
KOMENTAR:
Untuk membenahinya, jangan ada pembangunan mal baru di Jakarta. Dirikan di daerah sekitarnya. Kedua, departemen dipindah ke daerah sekitar Jakarta biar agak longgar.
(Agus Subekti)
Saya usul, hutan Kalimantan dibuka dan dibangun jadi ibu kota. Mulailah membuat sistem yang jelas untuk semua hal. Mohon dipikir sejak awal, bukan sudah kacau baru dibenahi.
(Ikke)
Indikator Pekan Depan Menanggapi kejadian itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memerintahkan Kepala Kepolisian Jenderal Bambang Hendarso Danuri menangkap pelakunya. Menurut Anda, sudah tegaskah Presiden dalam kasus penusukan jemaat HKBP Pondok Timur Indah, Bekasi? Kami tunggu jawaban dan komentar Anda di www.tempointeraktif.com. |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo