Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dikejutkan Guntur Hamzah
SUDAH banyak beredar berita di media sosial ihwal putusan Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) berkaitan dengan putusan Mahkamah Konstitusi. Saya terkejut ketika membaca Opini majalah Tempo edisi 26 Maret 2023 bahwa yang mengganti kata majemuk “dengan demikian” menjadi “ke depan” dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 103/PUU-XX/2022 adalah Guntur Hamzah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Guntur adalah mantan Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi yang menjadi hakim konstitusi atas usul Dewan Perwakilan Rakyat untuk menggantikan Aswanto. Aswanto diberhentikan DPR dengan cara menabrak peraturan penggantian hakim konstitusi yang berlaku dan telah dilantik pula oleh Presiden sebagai hakim konstitusi pada 23 November 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kejutan kedua adalah sanksi MKMK kepada Guntur Hamzah hanya teguran tertulis karena terbukti dia yang mengubah dengan mencoret kata “dengan demikian” menjadi “ke depan” sehingga makna putusan berubah. MKMK menyatakan tidak menemukan motif buruk dalam pengubahan kata tersebut.
Peristiwa ini menimbulkan keraguan akan integritas dan kemampuan Guntur Hamzah menafsir bahasa hukum dalam bahasa Indonesia. Yang pertama, integritas Guntur dipertanyakan karena secara logika pada waktu itu dia tentu sudah diberi tahu Komisi Hukum DPR bahwa hakim konstitusi Aswanto akan dicopot oleh DPR dan dia yang akan ditunjuk menggantikannya. Sebagai Sekretaris Jenderal MK saat itu, semestinya dia tahu pencopotan itu tidak sesuai dengan aturan yang berlaku, tapi dia diam dan mengamininya. Kenapa? Layak diduga karena motif pribadi.
Kemudian kemampuan Guntur menggunakan dan menafsir narasi bahasa Indonesia untuk aturan hukum juga dipertanyakan. Sebab, dia mengubah frasa putusan tersebut. Guntur Hamzah tidak paham bahwa perubahan kata itu telah mengubah makna putusan. Hal ini sangat janggal dan naif dilakukan oleh penyandang gelar profesor dan doktor hukum. Patut diduga Guntur tahu bahwa putusan MK dengan menggunakan kata majemuk "dengan demikian" bisa berakibat pencopotan hakim konstitusi Aswanto tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Pengangkatan dia sebagai hakim konstitusi pengganti Aswanto pun bisa dibatalkan oleh pengadilan tata usaha negara.
Namun keputusan MKMK telah diketuk. Suka atau tidak suka harus diterima karena putusan itu dibuat oleh lembaga pengawas Mahkamah Konstitusi yang telah menjalankan tugasnya sesuai dengan konstitusi. Tinggal sekarang kita ketuk hati nurani sang pengubah kata ini untuk menyikapinya sebagai seorang kesatria yang berani berterus terang telah mengubah kata dalam putusan sejak awal diperiksa MKMK, yang juga ternyata penerima Bintang Jasa Nararya 2020.
Teguh Mulyono
Surakarta, Jawa Tengah
Pelindungan Pekerja Rumah Tangga
BEBERAPA waktu lalu seorang politikus partai berkuasa menyatakan masih banyak rancangan undang-undang lain yang lebih penting untuk dibahas daripada RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). Tidak mengejutkan apabila RUU tersebut sudah 19 tahun mengendap di Dewan Perwakilan Rakyat. Barangkali RUU tersebut tidak ada kaitannya sama sekali dengan kepentingan elite sehingga DPR dan pemerintah tidak serius membahasnya.
Pekerja rumah tangga tidak sebatas orang yang pekerjaannya memasak, mencuci, menyeterika, serta membersihkan rumah atau sekarang lebih populer dengan sebutan asisten rumah tangga (ART). Namun, bagi sebagian keluarga yang mempunyai kehidupan mapan secara ekonomi, mereka biasanya juga mempekerjakan pengemudi, pengasuh anak balita, pengasuh orang lanjut usia, tukang kebun, dan penjaga keamanan rumah. Mereka semua mewakili kelompok pekerja rumah tangga yang memang sudah sepatutnya mendapat pelindungan secara hukum melalui peraturan pemerintah atau perundang-undangan.
Penyusunan undang-undang tidak bisa mengesampingkan salah satu faktor penting, yaitu unsur sosial dan budaya para pekerja rumah tangga. Sebab, banyak para pekerja rumah tangga yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan majikan atau paling tidak berasal dari daerah serta kampung yang sama. Ada unsur saling membantu dalam hubungan kerja dan biasanya berlatar belakang masalah ekonomi.
Kebanyakan mereka datang dari daerah tanpa keahlian apa-apa, terutama karena latar belakang pendidikan yang terbatas. Sang majikan, karena masih memiliki hubungan kekerabatan, akan dengan senang hati mengajari mereka cara bekerja yang baik dan benar. Kelompok pekerja rumah tangga yang mempunyai hubungan sosial semacam ini belum tentu bersedia diikat dengan perjanjian kerja tertulis yang menjelaskan hak dan kewajiban mereka.
Perlakuan yang tidak manusiawi terhadap pekerja rumah tangga masih terus terjadi. Namun, berdasarkan hasil pengamatan dan fakta yang ada selama ini, kasusnya tidak terlalu signifikan dan tidak berbanding lurus dengan banyaknya cerita yang positif. Banyak majikan yang sangat murah hati dan bahkan ada yang menyekolahkan ART sampai ke jenjang perguruan tinggi. Pekerja rumah tangga yang sangat setia mengabdi selama bertahun-tahun, bahkan sampai mempunyai anak dan cucu, adalah kisah bahagia yang sering kita dengar dan saksikan.
Namun rencana memberikan pelindungan secara hukum kepada pekerja rumah tangga harus didukung dan segera diwujudkan. Hanya, rencana yang mulia ini harus benar-benar dilandasi oleh rasa peduli dan tanggung jawab semua pemangku kepentingan serta tepat sasaran, walaupun sebetulnya sangat terlambat.
Samesto Nitisastro
Depok, Jawa Barat
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo