Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Angka

Jakarta Memilih Otonomi bagi Tim-Tim

Responden TEMPO memperkirakan kelompok prokemerdekaan dan pro-otonomi di Tim-Tim punya peluang sama memenangi referendum. Tapi mengapa mereka lebih suka Tim-Tim diberi otonomi luas?

29 Agustus 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIMOR Timur tentu jauh dari Jakarta. Tapi, kalau orang Jakarta menilai Timor Timur sebaiknya tetap menjadi bagian dari wilayah Indonesia menjelang referendum di Bumi Loro Sae, itu tentu bukan karena perbedaan jarak tadi. Sangat boleh jadi kenyataan ini dipicu oleh jauhnya "jarak pemahaman" warga Jakarta terhadap problem Tim-Tim, atau boleh jadi ini merupakan bukti keberhasilan doktrin "negara kesatuan" yang ditanamkan Orde Baru selama lebih dari 30 tahun—pokoknya, bersatu kita teguh, bercerai kita kalang-kabut.

Apa pun penjelasannya, itulah fakta yang ditunjukkan jajak pendapat TEMPO terhadap pendapat warga Jakarta mengenai penyelesaian masalah Tim-Tim. Lebih dari separuh responden berpendapat bahwa pilihan terbaik buat warga Tim-Tim adalah mendapat otonomi luas dari pemerintah RI. Hanya kurang dari sepertiganya yang memberikan jawaban bahwa provinsi itu sebaiknya merdeka dari Indonesia.

Pendapat ini sebetulnya "bisa dipahami". Bagaimanapun, perspektif Jakarta terhadap Tim-Tim selama ini adalah tanah Timor itu wilayah RI. Selama masa kepemimpinan Soeharto, wacana inilah yang berkembang di masyarakat. Saluran komunikasi yang menyebarluaskan wacana itu, seperti pers dan lembaga pendidikan, telah masuk kandang Orde Baru. Akibatnya, opini tandingan yang disebarkan lembaga swadaya masyarakat (LSM) seperti menguap.

Di mata pengamat politik Universitas Gadjah Mada, Riswandha Imawan, kesalahan Orde Baru adalah memandang Tim-Tim selalu dalam perspektif ekonomi: bahwa tanah Tim-Tim tandus, penduduknya miskin, dan mereka hanya memiliki sumber daya alam yang terbatas. Akibatnya, mereka dianggap perlu bergantung pada Indonesia. Wacana seperti itulah yang muncul dan dipercayai warga Indonesia lainnya seperti yang berada di Jakarta. "Padahal, potensi lain seperti potensi budaya, sosial, dan aspek non-ekonomi Tim-Tim sangat kaya," kata Riswandha.

Meski diwarnai bias Jakarta, ketika kepada responden ditanyakan apa yang harus dilakukan pemerintah kepada warga prokemerdekaan jika jajak pendapat pada 30 Agustus tersebut memutuskan Tim-Tim tetap berada dalam wilayah RI, kebanyakan responden memberikan opsi yang simpatik. Hampir semua responden menginginkan agar pemerintah menawarkan pemberian status kewarganegaraan RI kepada pendukung prokemerdekaan.

Tentu saja pendapat ini bukan tanpa konsekuensi. Pemerintah RI tampaknya akan punya banyak PR, baik jika kelompok prokemerdekaan menang maupun jika mereka kalah.

Jika prokemerdekaan kalah—seperti diminta responden jajak pendapat ini—pemerintah RI harus mau menampung warga Tim-Tim prokemerdekaan sebagai warga negara Indonesia. Ini bukan pekerjaan mudah karena bentrok antara pendukung kemerdekaan dan kelompok pro-otonomi bukan tidak mungkin terjadi. Dan karena wilayahnya dikuasai pro-otonomi, warga prokemerdekaan mungkin akan menjadi bulan-bulanan.

Lalu, apa pendapat responden jika prokemerdekaan yang menang? Sebagian besar meminta pemerintah memberikan keleluasaan kepada warga pro-otonomi untuk bergabung sebagai warga negara Tim-Tim. Sekali lagi, pendapat ini tentu sangat bias Jakarta. Singkatnya, mereka ingin pemerintah bersih-bersih: menolak Indonesia berarti rakyat Tim-Tim harus meninggalkan Indonesia.

Namun, sebagian responden mengharapkan Indonesia bersedia menampung warga pro-otonomi yang tak ingin bergabung menjadi warga negara Tim-Tim. Wilayah Timor Barat sangat mungkin menjadi tempat penampungan. Dan itu artinya pemerintah—juga PBB—harus memberikan jaminan kehidupan kepada warga yang mengungsi: pendidikan, pekerjaan, sandang pangan. Pokoknya, segala tetek-bengek.

Meski pilihan-pilihan pendapat yang dikemukakan responden cukup tegas menolak kemerdekaan Tim-Tim, ketika mereka diminta memprediksikan kelompok mana yang akan menang, pendapat tampaknya terbelah. Sebagian memperkirakan kelompok prokemerdekaan akan unggul, sebagian—dalam persentase yang kurang-lebih sama—menjawab sebaliknya, sedangkan sebagian lainnya menjawab tidak tahu.

Begitu sulitkah mengira-ngira siapa pemenang referendum bersejarah ini? Tampaknya ya. Sebab, sampai berakhirnya masa kampanye kemarin, keadaan masih fifty-fifty. Prokemerdekaan unggul di desa-desa, sementara warga kota dikuasai pro-otonomi. Jawaban pastinya tentu masih harus menunggu jajak pendapat sebenarnya, yang akan dimulai Senin pekan ini.

Arif Zulkifli


INFO GRAFIS
Siapa yang akan menang dalam jajak pendapat tersebut?
Kelompok prokemerdekaan31%
Kelompok pro-otonomi27%
Tidak tahu42%
Bagaimana penilaian Anda terhadap jalannya persiapan jajak pendapat di Tim-Tim?
Sangat bagus9%
Bagus39%
Biasa saja29%
Buruk8%
Sangat buruk2%
Tidak tahu13%
 
Apa yang menjadi pilihan terbaik bagi Tim-Tim?
Tetap menjadi bagian RI dengan status otonomi luas54%
Merdeka dari Indonesia23%
 
Jika kelompok prokemerdekaan menang, bagaimana sebaiknya sikap pemerintah terhadap kelompok pro-otonomi?
Membiarkan mereka menjadi warga Tim-Tim59%
Menerima mereka sebagai pengungsi38%
Tidak tahu3%
 
Sebaliknya, jika kelompok pro-otonomi menang, bagaimana sebaiknya sikap pemerintah terhadap kelompok prokemerdekaan?
Menawari mereka menjadi WNI84%
Mengusir mereka ke luar Tim-Tim15%
Tidak tahu1%
 

Metodologi jajak pendapat ini:

Penelitian ini dilakukan oleh Majalah TEMPO bekerja sama dengan Insight. Pengumpulan data dilakukan terhadap 505 responden di lima wilayah DKI pada 21-23 Agustus 1999. Dengan jumlah responden tersebut, tingkat kesalahan penarikan sampel (sampling error) diperkirakan 5 persen.

Penarikan sampel dilakukan dengan metode random bertingkat (multistages sampling) dengan unit kelurahan, RT, dan kepala keluarga. Pengumpulan data dilakukan dengan kombinasi antara wawancara tatap muka dan melalui telepon.

Independent Market Research
Tel: 5711740-41, 5703844-45 Fax: 5704974

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus