Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Jika Ingin Selamat, BBM...

8 September 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Presiden terpilih Joko Widodo (2014-2019) bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Nusa Dua, Bali, 27 Agustus lalu. Isi pembahasan itu diungkapkan Jokowi—panggilan Joko Widodo—sehari kemudian di Jakarta. "Memang secara khusus saya meminta Presiden SBY menekan defisit APBN dengan menaikkan harga BBM," ujar Jokowi di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis pekan lalu.

Namun, kata Jokowi, Yudhoyono menganggap saat ini kurang tepat untuk menaikkan harga bahan bakar minyak. Gubernur DKI Jakarta itu juga tak menyebutkan kapan harga BBM bersubsidi akan dinaikkan.

Soal kenaikan harga bahan bakar minyak memang selalu menghebohkan publik. Begitu juga yang terjadi pada pertengahan Januari 1984, kabar kenaikan harga BBM membuat orang panik.

Mobil-mobil antre di beberapa pompa bensin di Jakarta ketika Presiden Soeharto membacakan pidato Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 1984-1985. Begitu pula tempat-tempat penukaran uang, diserbu warga karena muncul isu devaluasi. Namun, dalam pidato selama dua jam yang dimulai pukul 10.00 itu, tak ada satu kalimat pun yang tegas mengatakan harga BBM naik.

Tapi Presiden, yang rupanya mahir menerangkan kaitan harga minyak dengan harga BBM di dalam negeri, mengisyaratkan apa akibatnya kalau harga BBM tidak dinaikkan. "Makin besar subsidi BBM, akan makin kecil dana yang tersedia untuk membangun. Sebaliknya, makin kecil subsidi BBM, akan makin besar dana yang tersedia untuk membangun," kata Presiden.

Dalam APBN 1983-1984, pos subsidi BBM ditekan menjadi hanya Rp 689,5 miliar. Dan sejak 7 Januari 1983, pukul 00.00, harga delapan komponen BBM naik rata-rata dengan 50 persen. Tapi subsidi yang dapat ditekan itu tak berlangsung lama. Sebab, dua bulan setelah itu, terjadi devaluasi, yang membuat nilai rupiah merosot 38 persen per dolar Amerika Serikat.

Maka subsidi BBM pun terangkat menjadi Rp 951,5 miliar. Dan, pada saat kurs dolar sudah naik 25 poin—dari 970 menjadi 995 per dolar—dengan sendirinya angka subsidi BBM itu sudah bertengger di atas Rp 1 triliun.

Bisa juga realisasi subsidi BBM itu lebih besar dari Rp 1 triliun, mengingat jumlah minyak mentah prorata yang diterima pemerintah dari Caltex menjadi berkurang dengan dimulainya saat bagi hasil (production sharing) bagi perusahaan minyak asing itu, 28 November tahun lalu. Sewaktu masih kontrak karya, Caltex berkewajiban menyisihkan 25 persen dari seluruh produksinya sebagai minyak prorata, yakni minyak mentah yang dijual dengan harga murah kepada Pertamina untuk menghasilkan BBM. Kini, setelah menjadi kontrak bagi hasil, kewajiban itu berubah menjadi 25 persen dari bagian yang menjadi hak Caltex (12 persen), atau hanya sekitar 3 persen dari seluruh produksi.

Akibatnya, seperti dijelaskan Presiden, bagian prorata yang diterima pemerintah dari Caltex menurun dari 52,8 juta barel pada 1983-1984 menjadi 25,1 juta barel pada 1984-1985. Sedangkan jumlah minyak mentah in kind—bagian dari kontraktor minyak asing yang dibeli Pertamina dengan harga yang berlaku, selama lima tahun sejak produksi dimulai—menurut Presiden, naik dari 130 juta menjadi 164,1 juta barel setahun.

Maka, kata Presiden, "Jika tidak diadakan penyesuaian harga BBM, besarnya subsidi BBM akan membesar, sehingga mencapai Rp 2,7 triliun," untuk RAPBN 1984-1985. Dengan kata lain, Presiden mengisyaratkan akan terjadi kenaikan harga BBM kalau pembangunan, yang sekarang masih terasa sulit, hendak diselamatkan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus