Saya sangat menyesalkan pernyataan Saudara Denny Kailimang dalam kualitasnya sebagai kuasa hukum Henry Pribadi (TEMPO, 19 Oktober 1991, Kontak Pembaca). Sebab, secara etis, saya dan Saudara Denny Kailimang bernaung di bawah satu wadah: Mestinya Saudara Denny Kailimang, yang sering bertemu dengan saya, menanyakan apakah saya secara pribadi pernah mengangkat "isue" pengusaha pri dan nonpri, dalam konteks kasus Mekatama, ke permukaan. Jawaban saya secara pribadi, bukan sebagai kuasa PT Cerya Zico Utama, adalah: saya tidak pernah membedakan pengusaha pribumi dan nonpribumi. Kecerobohan selanjutnya terlihat dari surat Saudara Denny Kailimang, yang katanya bertindak sebagai kuasa Henry Pribadi, tapi nyatanya ia juga berbicara mewakili PT Mekatama Raya dan Henry Pribadi selaku wakil Dewan Komisaris. Mestinya, bantahan itu ditulis untuk dan atas nama Henry Pribadi, PT Mekatama Raya, dan Dewan Komisaris. Barulah bantahan tersebut sah menurut hukum. Bantahan yang mengatakan bahwa Henry Pribadi selaku wakil dari Dewan Komisaris bertemu dengan Basrizal Koto pada minggu pertama Januari lalu juga membingungkan saya. Apakah Henry Pribadi, dalam pertemuan itu, memperlihatkan kuasa dari Dewan Komisaris? Bukankah perjanjian itu hanya antara PT Mekatama Raya dan PT Cerya Zico Utama, bukan antara Henry Pribadi cs. dan Basrizal Koto? Tindakan wawancara adalah tindakan dalam hal pengurusan. Apakah dalam anggaran dasar PT Mekatama Raya ada ketentuan bahwa Dewan Komisaris mewawancarai pihak yang mau bekerja sama? Yang pasti, wawancara itu adalah tindakan pengurusan, bukan dalam tindakan pemilikan di mana komisaris mengawasi direksi dalam kepemilikan. Sekali lagi saya membantah dengan tegas bagian tiga dari tulisan Denny. Perbedaan pokok antara saya dan Denny dalam kapasitas selaku kuasa adalah: menurut saya, sebagai kuasa hukum, pemutusan sepihak oleh PT Mekatama Raya adalah tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum. Denny, sebagai kuasa, tentu akan mengatakan bahwa pemutusan sepihak adalah sah. Siapa yang benar, kita sebaiknya menyiapkan argumentasi kita pada sidang perdata pengadilan nanti. Tidak etis kalau saya membuka apa yang menjadi materi gugatan dalam bantahan ini. Akhirnya, marilah kita sama-sama menghormati pengadilan. Kita tentu sama-sama takut terperangkap dalam Contempt of Court karena ceroboh. O.C. KALIGIS, S.H. Jalan Majapahit 18-20 Kompleks Majapahit Permai Blok B-123 Jakarta 10160
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini