Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BANYAK hal dilakukan warga Tionghoa menyambut tahun baru Imlek atau Xin Chia 2562 pekan lalu. Selain mengadakan kegiatan tradisional seperti gelar barongsai, para penganut Buddha, Konghucu, dan Tao berbondong-bondong sembahyang ke kelenteng atau vihara.
Sebelum masuk kelenteng, tangan dan kaki harus disucikan. Tak sembarang orang bisa berfoto di dalam kelenteng. Semua harus dapat izin bio kong (penjaga). Berikut ini beberapa kelenteng yang tak lekang dimakan zaman.
Surabaya
Hong Tiek Hian
DIBANGUN tentara Tartar pada zaman Khubilai Khan di awal pendirian Kerajaan Majapahit, Hong Tiek Hian merupakan kelenteng tertua di Surabaya.
Kelenteng ini terdiri atas dua lantai. Lantai pertama sebagai tempat berdoa, lantai dua untuk tempat Dewi Kwan Im. Pertunjukan wayang potehi dengan cerita-cerita Mandarin kerap digelar di sini.
Palembang
Soei Goeat Kiang
Kelenteng ini dibangun di kawasan 10 Ulu pada 1733 sebagai ganti bangunan lama yang terbakar setahun sebelumnya. Patung Dewi Kwan Im di kelenteng ini diyakini dapat menyembuhkan penyakit. Selain itu, banyak warga yang datang untuk meminta obat racikan tradisional dan meramal nasib.
Semarang
See Hoo Kiong
Kelenteng ini didirikan komunitas Hokkian dari marga Liem pada 1881. Letaknya di kawasan pecinan Kampung Se’ Ong di Jalan Sebandaran I, Semarang, Jawa Tengah. Di sebelahnya ada Kelenteng Tan Sing Ong, yang dibangun warga bermarga Tan.
See Hoo Kiong berarti rumah besar. Salah satu kelenteng tertua di Semarang ini memiliki tiga bubungan atap berbentuk pelana. Masing-masing bubungan dipenuhi ukiran naga yang berhadapan. Pinggiran genting pada titisan serambi diberi penutup porselen biru laut, yang kontras dengan gentingnya yang merah kecokelatan.
Jepara
Hian Thian Siang Tee
KELENTENG di Kecamatan Welahan, Jepara, Jawa Tengah, ini dibangun ahli pengobatan Tiongkok, Tan Siang Hoe, dan kakaknya, Tan Siang Djie. Di dalam kelenteng ini konon disimpan sejumlah pusaka sakti. Ada sehelai sien tjiang (kertas halus bergambar Raja Hian Thiam Siang Tee), sebilah po kiam (pedang Tiongkok), satu hio lauw (tempat abu), serta satu jilid tjioe hwat (buku pengobatan). Semua diperoleh Hoe dari seorang pendeta di daratan Cina.
Makassar
Ibu Agung Bahari
Kelenteng ini didirikan pada 1736 oleh Ong Giap, Kapitan Tionghoa kala itu. Terletak di pusat kota—sebelah barat poros Jalan Sulawesi–kelenteng ini awalnya bernama Istana Ratu Laut atau Thiang Hoo Kian. Pengelola kelenteng, Thio Heng Sioe, mengganti jadi Ibu Agung Bahari dan mengubah arah bangunan menghadap ke timur, pada 1750.
Ada prasasti di selatan kelenteng, yang dibuat pada 1805, untuk menghormati para penyumbang dana pembangunan kelenteng ini. Di pintu depan kelenteng ada dua patung singa berukir setinggi 85 sentimeter.
Jakarta
Jin De Yuan
Ini satu di antara banyak kelenteng tua di Ibu Kota. Lokasinya di Jalan Kemenangan III, Glodok, Jakarta Barat. Didirikan pada 1650 oleh Letnan Kwee Hoen, awalnya kelenteng itu dinamai Koan-Im Teng. Pada 1740, kelenteng ini rusak di tengah insiden pembantaian terbesar etnik Tionghoa dalam sejarah kolonialisme Belanda di Indonesia.
Kelenteng ini juga satu dari empat kelenteng besar yang berada di bawah pengelolaan Kong Koan atau Dewan Tionghoa. Tiga kelenteng lainnya adalah Goenoeng Sari, Toa Peh Kong (Ancol), dan Hian Thian Shang Tee Bio (Palmerah).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo