Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Prelude

Surat Pembaca

Klarifikasi Tin Zuraida dan hak jawab Petuanan Negeri Kobi.

20 Juni 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hak Jawab Tin Zuraida

MAJALAH Tempo edisi 8-14 Juni 2020 menerbitkan artikel “Persembunyian Terakhir di Simprug Golf”. Berita tersebut memuat informasi dan foto yang tidak mengandung kebenaran dan menurut saya menimbulkan fitnah serta mencemarkan nama saya. Hal ini terkait dengan pemberitaan perkawinan saya dengan seorang laki-laki bernama Kardi bin Watar yang disertai gambar buku nikah. Atas pemuatan berita dan gambar tersebut, saya sangat keberatan dan mengajukan hak jawab.

  1. Pemuatan berita tentang pernikahan siri saya dengan pria bernama Kardi bin Watar yang dicatatkan pada 19 November 2001, serta tambahan gambar buku nikah yang menurut majalah Tempo dari salah satu kantor urusan agama tingkat kecamatan di Bekasi, Jawa Barat, bertanggal 20 Januari 2004, menimbulkan pemikiran ataupun anggapan masyarakat bahwa perkawinan siri tersebut memang betul terjadi. Faktanya, saya tidak pernah menikah dengan laki-laki bernama Kardi bin Watar. Terlebih sampai saat ini saya masih berstatus resmi sebagai istri Nurhadi.
  2. Gambar buku nikah yang dimuat dalam berita tersebut adalah suatu informasi yang direkayasa dan digunakan pihak yang beriktikad tidak baik, yaitu mantan sopir saya yang bernama Aang, untuk mengancam pihak tertentu supaya memberikan sejumlah uang demi kepentingan pribadi. Faktanya, anak saya, Rizqi Aulia Rahmi, pernah diancam dan dimintai uang Rp 10 juta oleh orang bernama Aang. Laki-laki yang bernama Kardi serta beberapa kolega saya di Mahkamah Agung juga telah menjadi korban mantan sopir saya pada 2016. Anak saya, Rizqi Aulia Rahmi, laki-laki bernama Kardi, serta kolega saya di Mahkamah Agung bersedia menjadi saksi atau diwawancarai perihal fakta tersebut.
  3. Artikel tersebut menyebut saya sebagai perawan dalam buku nikah. Faktanya, saya adalah istri Nurhadi. Selain itu, saya disebut memiliki pekerjaan swasta. Faktanya, saya bekerja sebagai pegawai negeri sipil di Mahkamah Agung. Selain itu, saya disebut lahir pada 26 September 1962. Faktanya, saya lahir pada 29 September 1960. Maka saya tegaskan bahwa buku nikah tersebut merupakan rekayasa atau manipulasi yang dibuat oleh Aang guna memperoleh keuntungan pribadi.
  4. Jika diperhatikan, isu berita beserta gambar buku nikah tentang pernikahan siri antara saya dan laki-laki yang bernama Kardi bin Watar tak berkaitan dengan berita yang disampaikan dan membuat fokus berita menjadi kabur.

Saya selaku subyek korban beserta keluarga besar merasa telah dicemarkan namanya dengan berita yang tidak benar. Selain itu, saya menyesalkan perbuatan tim Tempo yang dalam memuat berita ini tak melakukan check dan recheck dulu kepada saya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tin Zuraida, SH, MKN

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Terima kasih atas hak jawab Anda. Kami mendapatkan informasi tersebut dari empat narasumber, lalu mengkonfirmasikannya kepada pengacara keluarga Anda.

Klarifikasi Petuanan Negeri Kobi

KAMI Petuanan Negeri Kobi yang beralamat di Kobisadar, Kecamatan Seram Utara Timur Kobi, Kabupaten Maluku Tengah, bermaksud menyampaikan hak jawab atas artikel di majalah Tempo edisi 15-21 Juni 2020 berjudul “Buntung Janji di Ladang Sawit”. Di sana terdapat foto utama yang pada intinya menyebutkan kemarahan penduduk Maluku Tengah terhadap Nusaina Group, perusahaan milik Sihar Sitorus. Kami atas nama Petuanan Negeri Kobi berharap Tempo mau membantu perjuangan untuk meminta kembali lahan ulayat seluas 2.613 hektare demi keberlangsungan adat kami.

1. Keterangan foto tersebut berbunyi “Masyarakat adat perwakilan marga dari Negeri Kobi, Kabohari, Maneo, Siliha, menghadang jalan masuk menuju pabrik kelapa sawit PT Nusaina Agro Huaulu Manise, Dusun Siliha, Kabupaten Maluku Tengah, akhir April lalu/Syahdan Fabanyo”. Kami memohon klarifikasi karena Petuanan Negeri Kobi sedang berjuang mengambil lahan ulayat yang dikuasai spekulan. Lahan ulayat tidak bisa diperjualbelikan. Kami menduga terjadi transaksi ilegal dengan menggunakan dokumen palsu dan seolah-olah lahan tersebut adalah tanah dati, bukan tanah ulayat. Itu sebabnya kami menyurati Nusaina Group agar bagi hasil diserahkan ke Petuanan Negeri Kobi karena selama ini selalu dihalangi oleh spekulan lahan.

2. Berkenaan dengan keterangan foto tersebut, Petuanan Negeri Kobi menyatakan tidak terlibat dalam peristiwa yang dimaksud. Peristiwa dalam foto berlangsung pada 27 Maret 2020, yaitu peristiwa pemalangan akses jalan Nusaina yang dilakukan oleh beberapa oknum yang diduga dibiayai pengusaha spekulan lahan. Pemalangan ini merupakan perbuatan melanggar hukum.

Mereka yang ada di foto adalah Yonas Boiratan, Ahmad Dani Boiratan, dan Yoel Boiratan. Sepanjang pengetahuan Petuanan Negeri Kobi, lahan marga Boiratan sudah menerima bagi hasil. Bahkan marga Boiratan ini yang paling sering mengajukan dan menerima pinjaman dari Nusaina Group. Warga marga Boiratan juga mendapat fasilitas listrik gratis dari Nusaina sejak 2009 sampai sekarang. Kami kurang mengetahui alasan tiga oknum marga Boiratan itu sering memalang jalan.

Foto tersebut juga menampilkan Else Ipaana. Dia adalah Ketua Saniri Maneo dan sudah menerima pembayaran serta bagi hasil dari lahannya. Ada juga Jakaria Fabanyo dan Din Fabanyo. Kami tidak mengetahui apa kepentingan keduanya. Sepanjang pengetahuan kami, Jakaria dan Din tidak memiliki lahan yang dimitrakan dengan Nusaina. Din Fabanyo adalah ayah dari Syahdan Fabanyo, yang namanya tercantum dalam kredit foto tersebut.

3. Harta kekayaan Petuanan Negeri Kobi adalah tanah adat. Kami bahkan pernah memberikan sebagian tanah ulayat itu kepada pemerintah untuk wilayah transmigrasi. Kami tengah mengupayakan tindakan hukum atas perbuatan spekulan dan berupaya mengembalikan tanah tersebut ke Petuanan Negeri Kobi.

Dari beberapa uraian di atas, kami menyatakan:

  1. Petuanan Negeri Kobi adalah pihak yang berhak mengatur lahan ulayat Negeri Kobi.
  2. Penguasaan lahan ulayat Petuanan Negeri Kobi yang tidak sesuai dengan adat dan Undang-Undang Desa adalah perbuatan tindak pidana penggelapan atau tindak pidana korupsi atas aset negeri.
  3. Petuanan Negeri Kobi meminta perusahaan Nusaina membayarkan bagi hasil tanaman yang ada di atas lahan ulayat Negeri Kobi kepada Petuanan Negeri Kobi.
  4. Petuanan Negeri Kobi meminta oknum perusahaan yang memalsukan surat dengan cara memanipulasi lahan ulayat menjadi tanah dati diproses menurut ketentuan hukum yang berlaku.
  5. Presiden Joko Widodo saat ini sedang memperjuangkan pembagian tanah untuk kesejahteraan rakyat. Untuk itu, kami mohon setiap pihak membantu Petuanan Negeri Kobi memperjuangkan lahan ulayat yang telah diserobot pihak luar masyarakat hukum adat ini.

Mustafa Kiahaly
Kepala Pemerintah Negeri Kobi

Iskandar Kiahaly
Sanir Negeri Kobi

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus