SIAPA presiden Amerika Serikat? Jawaban untuk itu baru diketahui dalam pekan-pekan depan. Tapi peristiwa ini tak cuma ramai di Amerika Serikat. Gaungnya begitu kuat, sampai ke sini. Maklum, ini peristiwa suksesi di sebuah negara superkuat, dan berlangsung pada zaman globalisasi. Lihat saja, bagaimana koran dan televisi di sini dengan gencarnya menyebarkan berita kampanye para kandidat: George Bush, Bill Clinton, dan Ross Perot. Maka, peristiwa ini pun menjadi pembicaraan orang, mulai di lobi hotel berbintang, kantor, sampai di kedai kopi. Ada yang senang pada Bush karena ia berhasil mempecundangi Saddam Hussein di Perang Teluk. Ada yang menyukai Clinton sebab ia lebih muda dan mengampanyekan perubahan. Tak sedikit pula yang simpati pada Perot, calon independen itu, karena ia tampil ke medan kampanye dengan biaya pribadi, selain galak menghantam lawan-lawannya. Sementara itu, yang lebih serius -- terutama terjadi di kalangan pejabat pemerintah -- tak sedikit yang mencoba meramal: dampak yang terjadi pada Indonesia bila salah seorang kandidat terpilih. Ada yang berpendapat bahwa hubungan Indonesia-Amerika akan sering terganggu oleh soal hak asasi manusia, bila Clinton, calon Partai Demokrat itu, yang menjadi orang nomor satu di Amerika. Karena itu, banyak di antara mereka yang berharap agar Bushlah yang menjadi pemenang. Sebagai majalah berita, tentu saja TEMPO turut terlibat meramaikan berita ini. Malah, sejak beberapa bulan lalu, hampir setiap pekan rubrik Luar Negeri TEMPO selalu berisi berita tentang peristiwa ini. Terakhir, dalam TEMPO nomor lalu, kami sengaja memuat sebuah tulisan panjang tentang profil lengkap Ross Perot, kandidat yang paling kontrover sial, dan membuat acara kali ini lebih meriah, di rubrik Selingan. Semua ini menyebabkan Bambang Bujono, redaktur pelaksana yang mengoordinasikan rubrik Luar Negeri, disibukkan oleh Amerika Serikat. Dibantu oleh Penanggung Jawab Rubrik Didi Prambadi dan Farida Sanjaya, setiap pekan, Bambang harus menyiapkan tulisan di sekitar pemilihan ini. Dan itu cukup merepotkan, karena bahan yang kebanyakan bersumber dari surat kabar, TV, atau kantor berita asing, toh juga dimiliki oleh surat kabar di sini, dan tersiar pula setiap hari. Karena itu, Bambang dan timnya harus pintar-pintar memilih angle cerita, agar tak menjemukan pembaca TEMPO yang juga adalah pembaca koran. Selain itu, ada bantuan dari kantor biro TEMPO di Washington yang dipimpin oleh Bambang Harymurti. Nah, kantor Bambang (yang Harymurti) di Washington memang dipenuhi oleh begitu banyak bahan. Apa saja yang disiarkan media cetak atau elektronik di sana dengan mudah bisa langsung diperoleh. "Persoalan saya adalah bagaimana menyeleksi bahan itu, sehingga bermanfaat untuk dikirimkan ke Jakarta," ujar Bambang Harymurti. Dalam TEMPO nomor ini, berita di sekitar pemilihan presiden Amerika itu kami turunkan sebagai Laporan Utama. Soalnya, pekan depan pemilihan akan berlangsung. Yang menyulitkan kami, pemilihan dan perhitungan suara berlangsung setelah deadline kami lewat. Maka, Bambang Bujono dan timnya harus bekerja lebih keras. Kebetulan pula, Bambang Harymurti berada di Jakarta sejak pekan lalu, untuk mengikuti rapat akhir tahun. Maka, ia pun langsung dilibatkan dalam menyiapkan Laporan Utama ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini