MEREKA yang pernah melancong ke negeri Belanda, pasti akan
setuju bahwa Belanda adalah "lebih bunga ketimbang keju". Begitu
pesawat terbang merendah menguak awan tebal yang memberati musim
semi, maka melongok ke jendela terlihatlah sehampar kebun bunga
yang melaut. Merahnya tulip diselang-seling yang kuning,
oranye, putih ataupun ungunya hyacinth. Semua penumpang pesawat
biasanya mendekat jendela sambil ber-ck-ck-ck -- tanpa
mempedulikan pramugari yang berhalo-halo menerangkan perbedaan
waktu dan cuaca di landasan Schiphol. Begitu jugalah agaknya
yang dilakukan oleh Bondan Winarno yang menyumbangkan laporan
ini.
Bunga bagi negeri Belanda bukan saja merupakan barang ekspor
yang menghasilkan bilyunan devisa, serta memadatkan kantong para
petani serta pedagang. Tapi juga merupakan bisnis yang
dimanfaatkan oleh para pengusaha paket wisata. Hampir semua biro
perjalanan di sana mempunyai program mengunjungi kebun bunga
Keukenhor atau tempat lelang bunga di Alsmeer.
Keukenhof sendiri adalah sebuah kebun bunga di Lisse, terletak
antara Haarlem dan Leyden. Dibuka hanya pada musim semi untuk
umum. Dengan membayar 4 gulden seorang, kita bisa masuk
mengunjungi surga bunga yang 70 akre itu (ñ 25 hektar). Di antara
kerindangan pohon-pohon tua dan diseling beberapa kolam,
terhampar 500 macam bunga tulip, macam-macam hyacinth dan
arcissi, amaryllis, muscari, gladioli, begonia dan berbagai
jenis lainnya. Rumah-kaca dalam ukuran "raksasa" didirikan di
beberapa tempat untuk keperluan penelitian. Di situ orang
menyilangkan tulip untuk lebih memperkaya variasinya. Bahkan
tulip hitam pun terlihat di sana.
Adapun Alsmeer ialah suatu perspektif yang sama sekali baru --
bagi mereka yang semula hanya melihat bursa anggrek di
Rawabelong atau pasar kembang di Cikini. Setelah naik bus 10
menit dari Schiphol, melintasi kebun bunga yang mencakrawalai
pandangan, kita akan sampai di sebuah bangunan besar. Didirikan
tahun 1971 seluas 22 akre, 2 tahun kemudian bangunan itu sudah
tak mampu lagi menampung seluruh kegiatan -- sehingga ekstensi
seluas 50 akre dibangun buru-buru. Alsmeer adalah tempat
pelelangan bunga terbesar di dunia. Tak perlu diragukan, karena
konon total jenderal biaya pembangunannya meliputi 300 milyar
gulden.
Ribuan wisatawan yang datang ke sana setiap harinya, dibagi
dalam kelompok-kelompok kecil. Diantarkan oleh pramuwisata yang
selain cantik juga mampu bercakap tiga bahasa asing lainnya.
Setelah dipersilaan mengambil minuman (n.b.: bayar sendiri),
kita diantar keliling bangunan pelelangan itu. Pertama kita
melihat ruang sortir. Jutaan kuntum bunga tulip yang baru
dipotong pagi tadi disortir di sini, dan setelah diikat dalam
jumlah tertentu dimasukkan dalam unit karton kemas yang lebih
besar. Bukan hanya bunga tulip yang digarap. Bahkan macam-macam
bunga lain yang didatangkan dari luar negeri. Anggrek dari
Muangthai dan Hawaii, mawar dari Amerika dan bunga-bunga impor
lainnya.
Karton-karton penuh bunga itu kemudian dimuat ke lori-lori yang
berjalan otomatis, dengan kontrol elektronis yang diprogram oleh
komputer. Setiap lori mempunyai nomor dan keterangan tentang
jenis bunga, jumlah karton dan jumlah bunga dalam setiap karton.
Lori-lori tersebut satu per satu memasuki ruangan lelang. Ada 3
buah ruang lelang di situ. Setiap ruang mewah itu mempunyai
deretan kursi-kursi seperti sebuah teater kecil, dan setiap
kursi mempunyai mikrofon. Di depan terbentang suatu panel
scoring board sebesar yang kita lihat di Greyhound Senayan atau
pacuan kuda Pulo Mas. Di bawah panel tersebut terdapat platform
dengan sebuah rostrum untuk juru lelang dan panitera. Para
peserta lelang sudah sejak pagi duduk memenuhi kursi-kursi.
Setiap lori masuk, di scoring board langsung terbaca digit yang
menunjukkan nomor kereta, jenis bunga, jumlah karton, dan jumlah
bunga dalam setiap karton. Lelang pun dimulai. Melalui mikrofon
yang tersedia di depan kursi masing-masing, para peserta
berusaha memenangkan perjuangan itu. Angka-angka terakhir dari
lelang secara akumulatif tercatat di scoring board. Bila
transaksi terjadi maka lori tersebut dikirim ke bagian
ekspedisi. Sementara itu panitera langsung mengirim teleks ke
opsir ekspedisi untuk memberikan instruksi pengiriman. Biasanya
kurang dari setengah jam kemudian, bunga-bunga tersebut sudah
sampai di Schiphol untuk dikirim lagi ke berbagai tujuan dalam
peti kemas yang diatur suhunya. Kecepatan memang harus
diusahakan semaksimal mungkin mengingat usia bunga yang pendek.
Tulip hanya tahan 3 hari.
Demikian hebatnya bunga menjadi bisnis di negeri Belanda. Bahkan
boarding pass untuk naik ke pesawat juga biasa merupakan kupon
di mana kita dapat memesan bunga, yang dapat langsung dikirim ke
alamat yang kita inginkan. Sayangnya pesanan harus di atas 40
gulden (ñ Rp 6.000).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini