Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setujukah Anda status bencana lumpur Lapindo ditetapkan menjadi bencana nasional? (7-14 Maret 2007) | ||
Ya | ||
82,2% | 1.681 | |
Tidak | ||
16,48% | 337 | |
Tidak tahu | ||
1,32% | 27 | |
Total | 100% | 2.045 |
Komisi Infrastruktur DPR RI mendesak pemerintah segera menetapkan status kasus semburan lumpur Lapindo sebagai bencana nasional. Mereka juga meminta pemerintah menuntut tanggung jawab Lapindo Brantas Inc. setelah Keputusan Presiden Nomor 13 Tahun 2006 berakhir. ”Jadikan bencana nasional, dan Lapindo mengambil tanggung jawab di dalamnya,” kata anggota Komisi Infrastruktur dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Afni Ahmad, dalam rapat kerja dengan Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto di DPR, Senin dua pekan lalu.
Dalam penutupan rapat itu, Menteri Djoko menyimpulkan, berdasarkan hasil rapat, DPR mengharuskan pemerintah menyediakan dana. ”Statusnya sudah menjurus (ke bencana nasional),” katanya. Djoko mengatakan, bila statusnya ditetapkan sebagai bencana nasional pun, kerugian tidak akan ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah. ”Tetap ditanggung Lapindo.”
Ahli hukum pidana dari Universitas Indonesia, Rudi Satrio, menegaskan Lapindo Brantas Inc. harus tetap bertanggung jawab secara hukum dan keuangan atas dampak semburan lumpur panas itu. ”Jangan sampai masyarakat rugi,” ujarnya. Bagaimanapun, kata Satrio, semburan lumpur itu disebabkan oleh kegiatan pengeboran Lapindo sehingga negara tak pantas menanggung.
Rapat yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Kamis dua pekan lalu kemudian memutuskan perpanjangan masa tugas Tim Nasional Penanggulangan Lumpur Panas selama satu bulan. Setelah itu, dibentuk badan penanganan lumpur Lapindo. ”Tugasnya melanjutkan kerja Tim Nasional,” kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro seusai rapat.
Hasil rapat juga memerintahkan Lapindo menempatkan dana Rp 500 miliar di Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur. Dana ini, 20 persen dari dana penanggulangan sosial lumpur Lapindo Rp 2,5 triliun. Perusahaan milik Keluarga Bakrie itu sebelumnya berjanji menyediakan Rp 1,3 triliun untuk mengatasi lumpur dan Rp 2,5 triliun untuk ganti rugi lahan warga.
Seorang responden Tempo Interaktif di Semarang, Maya Sopha D., termasuk yang setuju bencana lumpur Lapindo ditetapkan sebagai bencana nasional. ”Karena 100 persen bukan kesalahan Lapindo,” ujarnya. Sebaliknya, Titis Elok di Tangerang mengatakan, ”Saya tidak setuju. Kejadian ini murni karena kelalaian PT Lapindo.”
Hasil jajak pendapat Tempo Interaktif menunjukkan mayoritas responden setuju status bencana lumpur Lapindo ditetapkan sebagai bencana nasional.
Indikator Pekan Ini: Calon presiden dan anggota DPR dalam pemilu mendatang disyaratkan minimal berpendidikan S1—sebelumnya SLTA. Direktur Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik Departemen Dalam Negeri Soedarsono mengatakan hal itu dalam sosialisasi RUU bidang politik kepada partai politik dan organisasi kemasyarakatan pekan lalu. Syarat pendidikan minimal itu diberlakukan untuk peningkatan mutu dan penyesuaian dengan perkembangan tingkat kemampuan masyarakat. Pasangan calon presiden dan wakil presiden juga harus didukung lebih dari 50 persen jumlah suara dalam pemilu presiden dan wakil presiden. Dukungannya harus tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi. Setujukah Anda calon presiden mendatang minimal berpendidikan S1? Kami tunggu jawaban dan komentar Anda di www.tempointeraktif.com |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo