Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Main Satwa Pejabat Kehutanan

19 November 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEJUMLAH pejabat di negeri ini memelihara berbagai jenis satwa langka yang dilindungi negara. Dua di antaranya Zulkifli Hasan dan Siti Nurbaya. Zulkifli, mantan Menteri Kehutanan yang kini Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, memelihara kakatua jambul kuning, kakatua raja, merak hijau, dan rangkong dalam satu kandang di vilanya di kawasan Cilember, Cisarua, Bogor, Jawa Barat.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menyimpan merak hijau, kakatua jambul kuning, dan bayan di rumahnya di Legenda Wisata, Gunung Putri, Bogor. Zulkifli dan Siti mengklaim memiliki izin. "Semua satwa itu punya negara dan sudah ada izinnya," kata Zulkifli, yang menjabat Ketua Umum Partai Amanat Nasional. "Prinsipnya tidak apa-apa asalkan ada izinnya," ucap Siti, yang juga politikus Partai NasDem.

Hobi petinggi Kementerian Kehutanan menyimpan satwa langka sudah terpelihara lama. Pendahulu Zulkifli dan Siti, Hasjrul Harahap, memiliki kegemaran yang sama. Aktivitas itu terlihat di majalah Tempo edisi 31 Agustus 1991 dalam tulisan "Langka, Penjara atau Denda".

Satwa langka tak dapat tidak menimbulkan kebanggaan tersendiri bagi pemiliknya. Cobalah tanyakan kepada Menteri Kehutanan Hasjrul Harahap, yang sehari-hari tak menyembunyikan kegemarannya pada unggas langka. Jalak Bali- burung yang hanya tersisa beberapa puluh pasang di Pulau Dewata- termasuk koleksinya.

Unggas itu tak boleh dipelihara oleh perseorangan kecuali dengan izin khusus Menteri Kehutanan. Hasjrul tentu tak sulit mengurus izin semacam itu. "Saya sudah mendaftarkannya," ujarnya.

Memelihara satwa langka yang jumlahnya 218 spesies, baik hidup maupun mati, menjadi mungkin dengan terbitnya keputusan baru yang diteken Hasjrul pada awal Juni 1991. Keputusan itu mewajibkan pemilik satwa yang dilindungi harus segera melaporkannya ke kantor wilayah kehutanan setempat. Sebetulnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 telah melarang penangkapan, pemilikan, pemeliharaan, dan perdagangansatwa langka. Namun aturan itu tak dihiraukan- mungkin karena lemahnya pengawasan.

Para pemiliksatwa diberi batas waktu melapor sampai 31 Mei 1992. Selewat itu, mereka akan dikenai sanksi berupa ancaman hukuman penjara maksimal lima tahun dan denda Rp 100 juta. Pemilik boleh melapor ke kantor wilayah kehutanan, balai konservasi sumber daya alam (BKSDA), ataupun Sub-BKSDA. Di situ, satwa juga bisa ditampung. Dari penampungan sementara ini, satwa dibawa ke kebun binatang, taman safari, taman burung, ataupun ke penangkaran resmi.

Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam Sutisna Wartaputra yakin tak akan banyak yang menyerahkan. "Mereka membelinya dengan mahal. Mereka tentu ingin memelihara sendiri," katanya. Harga satwa memang tidak murah. Beo Nias dihargai Rp 350 ribu, kakatua raja malah sampai Rp 1 juta. Sesudah pemilik satwa meminta izin, satwanya lalu dinyatakan menjadi milik negara. Setiap enam bulan, mereka harus melaporkan kondisi hewan dan kandangnya.

Ternyata ketetapan itu disambut baik oleh penggemarbinatang langka. "Saya akan segera melaporkan," ujar Herman Sarens Sudiro, 61 tahun, yang punya koleksi offset kepala binatang. Bekas Duta Besar Republik Indonesia di Madagaskar ini terkenal senang berburu. Ada kepala badak, banteng, dan gajah dipajang di dinding teras rumahnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus