DI Bandara Internasional Amman, Yordania, karyawan Iraqi Airways itu memandang Yuli Ismartono dengan heran. Ia bertanya apa benar Yuli mau ke Baghdad. "Anda punya keluarga di sana?" Barulah setelah dijelaskan bahwa ia wartawan, boarding pass pun diberikan. Yuli Ismartono, Koresponden TEMPO di Bangkok, memperoleh visa dari Kedubes Irak di domisilinya. Jumat pekan lalu ia terbang ke Amman, dan empat jam setelah mendarat, ia berada di angkasa kembali menuju Kota Seribu Satu Malam, yang kini dalam seribu ketegangan itu. Dalam pesawat Boeing 727 Iraqi Airways, ia hitung hanya ada 17 penumpang. Ia ingat, ketika lewat pemeriksaan imigrasi, semua penumpang diperiksa sampai tiga kali dengan teliti. Mendarat di lapangan terbang Saddam International Airport, pemeriksaan ketat berlangsung kembali. "Tapi giliran saya yang dari Indonesia, petugas tersenyum ramah," tutur Yuli. Hanya para petugas pabean dan imigrasi Irak itu heran, sementara orang asing berebut cepat keluar dari Irak, kok Yuli malah ingin masuk Irak. Yuli hanya tersenyum. Koresponden TEMPO sejak 1982 ini sudah sering meliput berita di lokasi-lokasi berbahaya. Ketika sejumlah perwira muda melakukan aksi militer di Muangthai, 1985, Yuli berada di "garis depan" -- dan seorang rekan wartawan tewas di sampingnya. Ia pernah masuk ke kantung pemberontak gerakan pembebasan Macan Tamil Eelam di Sri Lanka. Ia juga pernah meliput sarang Raja Candu, Khun Sa, di pedalaman Segi Tiga Emas, dan beberapa kali ibu dua anak ini meliput di daerah kontak senjata di Kamboja. Di Irak, Yuli tidak sendirian. Sehari sebelum Yuli sampai di Baghdad, pembantu TEMPO Taufik Rahzen sudah terlebih dahulu ada di sana. Taufik, putra Sumbawa yang bertubuh kecil itu, tiba di Baghdad pukul 7 malam. "Kami dijemput oleh staf keamanan dengan kendaraan berkecepatan tinggi," kata Taufik, yang melaporkan bahwa suasana malam di Irak sepi dan mencekam. Namun, di beberapa tempat, kata dia, kegembiraan masih berjalan biasa. Sebuah pesta perkawinan di pinggiran kota, misalnya, berlangsung normal, penuh tawa ria. Taufik adalah salah satu dari 67 orang yang tergabung dalam Tim Perdamaian Teluk (Gulf Peace Team, GPT) . Mereka dari 15 negara, atas nama sendiri-sendiri -- termasuk Cat Steven (Yusuf Islam), penyanyi beken itu -- akan bergabung dengan berbagai kelompok perdamaian lainnya. Rencananya, kelompok itu akan berkumpul dalam perkemahan perdamaian, di 2 km dari perbatasan Arab Saudi. Biasanya, laporan dari luar negeri ke TEMPO di Jakarta tak jadi masalah. Tapi kali ini, komunikasi Baghdad-Jakarta memang belum normal kembali. Di sini, Achijar Abbas, asisten Koordinasi Reportase bidang luar negeri, terus cari akal agar bisa berhubungan dengan orang TEMPO yang di garis depan. Karena bahan berita dari merekalah, pembaca majalah ini bisa memperoleh informasi perkembangan krisis Teluk dari detik ke detik. Perkembangan yang mendebarkan: sebuah perdamaian atau perang dahsyat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini