Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam rangka penegakan HAM dan mengakhiri praktek impunity, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) berinisiatif menggalang partisipasi dan tekanan publik kepada presiden/mandataris MPR 1999, yaitu dengan mengajak orang banyak mengirim petisi ke calon presiden kepercayaan.
Namun, sebagai warga masyarakat demokratis dan pemilih ”golput” jelas merasa kebingungan ketika dihadapkan pada pilihan capres (Megawati, Habibie, Gus Dur) seperti tertera dalam draf petisi dengan judul ”Di Saigon atau Aceh, Sama Saja”.
Dalam hal ini, terdapat persetujuan terhadap upaya penegakan dan persamaan hukum yang dilakukan PBHI. Tetapi ada keberatan bila petisi tersebut akhirnya melegalisasi, bahkan seolah-olah akan terjadi praktek ”dukung-mendukung” terhadap ketiga capres dimaksud. Bahkan, bila perlu, seharusnya para capres tersebut yang berinisiatif menegakkan supremasi hukum, sehingga para wakil rakyat dapat menjatuhkan pilihan pada capres yang memiliki komitmen dan visi ke depan.
Kenyataannya, para capres tersebut hanya mampu menyesali, menangis, mengecam, atau mengutuk. Mereka tidak mampu menghentikan kekerasan, bahkan nyawa melayang akibat praktek impunity yang terjadi hampir setiap hari. Meski kadar ketidakmampuannya tak sama persis, saya tidak berharap banyak pada yang terhormat capres di atas.
Bila perlu, PBHI mengusulkan kepada MPR agar hal ini dijadikan persyaratan untuk menimbang seseorang dapat dipilih sebagai presiden pada SU MPR mendatang. Walaupun sebagai pribadi saya tetap pesimistis, saya mendukung upaya PBHI.
CHANANG
Jalan Camar XIII BR-2
Kompleks Bintaro Jaya, Sektor III
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo