Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Prelude

Mereka Berharap ke Langkah Berikut

Untuk menjaga optimisme, menurut responden, Abdurrahman Wahid sebaiknya digusur dan digantikan oleh Megawati Sukarnoputri.

13 Agustus 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HARI-HARI ini bangsa Indonesia memperingati hari kemerdekaannya yang ke-55. Meskipun berulang setiap tahun, peringatan kali ini terasa berbeda ketimbang yang dulu-dulu. Begitu banyak persoalan kebangsaan yang muncul secara bersamaan belakangan ini, terutama masalah ekonomi, hukum, dan politik.

Beberapa indikator dengan jelas menunjukkan betapa perekonomian Indonesia dalam sembilan bulan pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid tak membaik, setidaknya di mata ekonom seperti M. Ikhsan dari Fakultas Ekonomi UI dan Umar Juoro dari Cides. Harga dolar, misalnya, dalam beberapa bulan terakhir tetap mahal, bertengger di kisaran Rp 8.500-9.200—terburuk dalam 18 bulan terakhir. Indeks bursa Jakarta juga turun sampai di titik 400-500. Selain itu, peran pemerintah memajukan perekonomian sangat kecil. Dalam istilah Ikhsan, tanpa ada pemerintahan pun, sebetulnya roda perekonomian sudah bisa jalan sendiri.

Semua itu menunjukkan bahwa kepercayaan pelaku ekonomi dan masyarakat terhadap pemerintahan Abdurrahman merosot tajam. Ini diperkuat oleh hasil survei yang dilakukan Danareksa. Menurut survei itu, indeks kepercayaan publik terhadap pemerintahan ini, dari 68,5 pada Desember 1999, tinggal 58,8 pada Juni lalu.

Di mata Kepala Riset Nomura Securities, Goei Siauw Hong, menurunnya kepercayaan investor dan pelaku pasar terjadi sejak Presiden mencopot dua menterinya, Laksamana Sukardi dan Jusuf Kalla, pada akhir April 2000.

Bagaimana responden jajak pendapat TEMPO menyikapi situasi perekonomian tersebut? Responden di lima kota besar (Jakarta, Surabaya, Semarang, Medan, dan Makassar) punya indikator sendiri—yang lebih sederhana—untuk mengukur baik-buruknya perekonomian, yakni kondisi keuangan rumah tangga mereka. Menurut sebagian besar peserta jajak pendapat ini, kondisi itu sama saja dibandingkan dengan tahun lalu.

Di mata responden, isu-isu ekonomi yang dianggap penting hingga akhir tahun ini masih sama dengan apa yang mereka hadapi sekarang. Begitu pula masalah gejolak nilai tukar uang dan harga barang, krisis energi/bahan bakar, krisis pangan, serta ketergantungan terhadap utang luar negeri dan kemampuan membayarnya, yang tetap merisaukan responden.

Melihat semua persoalan itu, optimisme responden tampaknya tidak terlalu tinggi. Jumlah responden yang menganggap penanganan pengangguran akan sama saja pada masa datang kurang-lebih sama dengan mereka yang menilai penanganan pengangguran bakal lebih baik. Sebagai ilustrasi, saat ini terdapat 36 juta penganggur di Indonesia. Dari angka itu, 26 juta di antaranya penganggur semu atau seminggu bekerja kurang dari 40 jam dan 10 juta orang penganggur penuh. Ini bisa diartikan sebagai keraguan publik terhadap kemampuan pemerintah mengelola orang tanpa pekerjaan.

Begitu juga halnya dengan masalah gaji buruh dan pegawai negeri sipil, kemampuan memberantas KKN, serta kemampuan membayar utang luar negeri. Rasio antara responden yang optimistis dan pesimistis imbang. Responden juga tidak semuanya yakin bahwa daya beli masyarakat akan lebih baik dibandingkan dengan sekarang. Maklum, saat ini saja pendapatan per kapita Indonesia turun dari sekitar US$ 1.000, pada masa sebelum krisis, menjadi tinggal US$ 600.

Secara khusus, mayoritas responden menyebut gejolak nilai tukar uang dan harga barang, krisis energi/bahan bakar, tingkat pengangguran, dan ketergantungan Indonesia terhadap utang luar negeri bakal memburuk di masa depan. Pendapat ini tampaknya dipengaruhi oleh kasus raibnya bahan bakar minyak (BBM) bulan lalu yang sempat membuat orang terpaksa antre di beberapa kota besar.

Kalaupun responden layak optimistis, itu karena beberapa faktor, di antaranya kekayaan sumber daya alam Indonesia, pertumbuhan ekonomi yang merambat naik, dan kondisi politik yang diharapkan mendingin. Kerusuhan yang mereda juga ditunjuk responden sebagai pendorong optimisme. Asumsi mereka, ekonomi akan membaik bila tak ada lagi orang bertikai.

Di sektor hukum, responden sangat prihatin. Mereka melihat tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukum lebih buruk dibandingkan dengan tahun lalu. Pendapat ini sangat wajar mengingat contohnya begitu kentara. Salah satunya adalah kemunculan semacam budaya kekerasan di masyarakat. Hukum tidak lagi menjadi pilihan untuk menyelesaikan persoalan kejahatan. Sebagai gantinya, massa memilih main hakim sendiri, misalnya dengan mengeroyok atau membakar pelaku tindak kriminal. Sepanjang tahun ini saja, di wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi (Jabotabek) tercatat tak kurang dari 42 orang tewas akibat pengeroyokan dan pembakaran—sesuatu yang jarang, setidaknya satu atau dua tahun lalu.

Contoh lain adalah berlarut-larutnya kasus korupsi besar seperti yang terjadi di Bank Bali, Bulog, dan belakangan di lingkungan tentara. Daftar ini semakin panjang bila kasus hukum yang berbau politis ditambahkan, misalnya korupsi Soeharto, penembakan mahasiswa Trisakti, dan kerusuhan 27 Juli.

Tak aneh bila responden menyatakan bahwa isu hukum yang tetap aktual dan penting sampai akhir tahun ini antara lain soal KKN oleh sisa-sisa Orde Baru, mafia peradilan, dan hamba hukum yang korup.

Untunglah belakangan ini ada organisasi swadaya semacam Indonesian Corruption Watch (ICW) dan Government Watch (Gowa) yang rajin mengontrol kinerja lembaga hukum, pers yang independen dan terbuka, mahkamah dan jaksa agung yang makin berani, serta komisi semacam Ombudsman. Kepada merekalah responden meletakkan optimisme perbaikan sektor hukum Indonesia di masa depan.

Di khazanah politik dalam negeri, responden melihat ada beberapa hal akan menjadi isu penting sampai akhir tahun: konflik horizontal di berbagai daerah, sistem pemilihan presiden langsung, otonomi daerah, dan lain-lain.

Namun, publik optimistis persoalan politik itu bakal terselesaikan. Menurut responden, optimisme itu berasal dari tegaknya supremasi hukum, adanya proses belajar berdemokrasi, DPR yang kuat dan independen, dan juga pers yang berperan sebagai alat kontrol.

Pendapat responden agaknya cukup masuk akal. Secara perlahan tapi pasti, memang ada beberapa elemen dasar tatanan politik yang mulai berubah. Sifat monolitis yang antara lain ditandai oleh sistem kuasi-partai-tunggal (Golkar), organisasi partai tunggal, dan asas tunggal Pancasila, umpamanya, digusur jauh-jauh. Sifat pluralistis makin dilirik. Tanda-tandanya bisa dilihat dari adanya kecenderungan multipartai, multiorgani-sasi, serta terjaminnya kebebasan memakai asas dan keinginan yang lebih besar untuk memperteguh identitas.

Sistem sentralisasi, semua diurus pusat, kini juga lebih ter-desentralisasi. Pusat berfungsi sebagai fasilitator dan daerah diberi otonomi lebih besar. Etatisme, semua diurus negara, perlahan ditinggalkan. Otoritarianisme, kekuasaan di tangan seseorang tanpa kontrol, dipreteli—memungkinkan terjadinya mekanisme check and balance.

Nah, demi terpenuhinya semua optimisme di atas, dan karena kinerja pemerintahan juga tidak bagus-bagus amat, responden berpendapat Presiden Abdurrahman Wahid sebaiknya diganti saja. Adapun orang yang paling difavoritkan untuk menggantikannya adalah—siapa lagi kalau bukan—Megawati Sukarnoputri.

Wicaksono


Faktor apa saja yang membuat Anda layak optimistis terhadap kondisi perekonomian Indonesia?
Kekayaan sumber daya alam51%
Kerusuhan mereda41%
Pertumbuhan ekonomi membaik41%
Situasi politik mendingin37%
Tingginya kualitas sumber daya manusia29%
Laju inflasi terkendali17%
Cadangan devisa masih mencukupi16%
Penegakan hukum0,2%
Pendapatan dari pajak meningkat0,1%
Adanya pemimpin yang dipercayai rakyat0,1%
Stabilitas keamanan lebih terjamin0,1%
Responden boleh memberikan lebih dari satu jawaban
Apakah hal-hal yang disebut di bawah ini tetap menjadi isu hukum yang penting sampai akhir tahun ini?
Kasus KKN sisa Orde Baru49%
Rendahnya kepatuhan masyarakat kepada hukum37%
KKN di kalangan penegak hukum37%
Hukum berpihak kepada penguasa32%
Kedudukan yang tidak sama di muka hukum26%
Mafia peradilan15%
Lembaga peradilan yang tidak mandiri13%
Masalah narkoba0,5%
Kasus tanah0,2%
Aparat hukum kurang tegas dalam kasus KKN0,2%
Pelanggaran hak asasi manusia0,1%
Pemilihan Ketua Mahkamah Agung0,1%
Tidak ada jaminan keamanan0,1%
 
Faktor apa saja yang membuat Anda layak optimistis terhadap kondisi penegakan hukum di Indonesia?
Kualitas penegak hukum membaik47%
Ada lembaga resmi (Komisi Antikorupsi, Ombudsman) yang berfungsi sebagai alat kontrol43%
Pers yang independen sebagai alat kontrol37%
Ada lembaga swadaya (ICW, Gowa) yang berfungsi sebagai pengontrol36%
Mahkamah Agung makin independen29%
Jaksa Agung makin independen0,4%
Sisa-sisa Orde Baru sudah terbasmi0,1%
Mutasi pejabat pengadilan tinggi0,1%
Responden boleh memberikan lebih dari satu jawaban
 
Apakah hal-hal yang disebut di bawah ini tetap menjadi isu ekonomi yang penting sampai akhir tahun ini?
Gejolak nilai tukar dan harga barang48%
Tingginya tingkat pengangguran43%
Kemampuan pemerintah dalam memberantas KKN36%
Krisis energi/bahan bakar22%
Ketergantungan terhadap utang luar negeri21%
Rendahnya daya beli masyarakat21%
Rendahnya gaji buruh dan pegawai negeri18%
Krisis pangan17%
Kemampuan sumber daya manusia dalam mengelola ekonomi11%
Kemampuan membayar utang luar negeri11%
Kemampuan mengelola sumber daya alam7%
Kemampuan bersaing dalam era perdagangan global5%
Tingginya biaya pendidikan0,2%
Krisis moneter0,2%
Aset negara sudah jadi milik pihak asing0,2%
Devisa negara berkurang0,2%
Pihak asing tidak mau berinvestasi di Indonesia0,2%
Responden boleh memberikan lebih dari satu jawaban
 
Apakah hal-hal yang tersebut di bawah ini masih menjadi isu politik sampai akhir tahun ini?
Konflik horizontal di pelbagai daerah46%
Pemilihan presiden langsung43%
Otonomi daerah34%
Demokratisasi25%
Kemerdekaan pers19%
Bentuk negara kesatuan15%
Amendemen UUD 194513%
Sidang Tahunan MPR0,5%
Akan digantinya Gus Dur sebagai presiden0,3%
Kebijakan pemerintah yang tak konsisten0,2%
Kasus KKN Orde Baru0,2%
Daerah yang ingin memisahkan diri dari Indonesia0,15%
Banyaknya provokator di tengah masyarakat0,1%
Gus Dur tak tegas/plin-plan0,1%
Perseteruan antara Gus Dur dan Amien Rais0,1%
Responden boleh memberikan lebih dari satu jawaban
 
Faktor apa saja yang membuat Anda layak optimistis terhadap membaiknya situasi politik di Indonesia?
Tegaknya supremasi hukum41%
DPR yang kuat dan independen37%
Proses belajar berdemokrasi berjalan37%
Perekonomian yang menguat 33%
Pemerintahan yang kuat 32%
Ada pers yang berperan sebagai alat kontrol29%
Sistem multipartai 18%
Sikap saling menghormati dan menghargai sesama partai0,1%
Responden boleh memberikan lebih dari satu jawaban
 
Apakah Presiden Abdurrahman Wahid perlu diganti sekarang?
Ya51%
Tidak48%
Tidak tahu1%
 
Bagaimana kondisi ekonomi keluarga Anda dibanding-kan dengan tahun lalu?
Sama saja48%
Lebih baik25%
Lebih buruk27%
 
Bila Anda menjawab ya, siapa yang paling layak menggantikan Gus Dur?
Megawati Sukarnoputri34%
Amien Rais25%
B.J. Habibie12%
Akbar Tandjung8%
Hamzah Haz4%
Emil Salim4%
Sri Sultan Hamengku Buwono X3%
Yusril Ihza Mahendra2%
Nurcholish Madjid0,8%
Try Sutrisno0,8%
Wiranto0,8%
Agum Gumelar0,3%
Ali Sadikin0,2%
Eros Djarot0,2%
Feisal Tanjung0,2%
Soeharto0,2%
Susilo Bambang Yudhoyono0,2%
Tidak tahu4%
 
Bagaimana penilaian Anda terhadap kualitas lembaga legislatif saat ini?
Sangat bagus2%
Bagus34%
Biasa saja49%
Buruk11%
Sangat buruk1%
Tidak tahu3%
 
Apakah tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukum lebih baik dibandingkan dengan tahun lalu?
Ya29%
Tidak70%
Tidak tahu1%
 
Apakah situasi politik saat ini lebih baik dibandingkan dengan tahun lalu?
Ya37%
Tidak63%
 
Bagaimana penilaian Anda terhadap kualitas pemerintahan saat ini?
Sangat bagus1%
Bagus 18%
Biasa saja51%
Buruk28%
Sangat buruk3%
 

Bagaimana Penilaian Anda terhadap hal-hal dibawah ini tahun mendatang?
 Lebih baikSama SajaLebih BurukTidak Tahu
Ketergantungan Indonesia terhadap utang luar negri 9 %35 %38 %18 %
Kemampuan Indonesia membayar utang luar negri14 %34 %31 %22 %
Kemampuan Pemerintah memberantas KKN27 %42 %25 %6 %
Kemampuan Pemerintah Mengelola sumber Alam28 %42 %9 %20 %
Kemampuan Indonesia bersaing dalam perdagangan global19 %41 %14 %27 %
Kemampuan sumber daya manusia mengelola ekonomi22 %44 %15 %19 %
Gejolak nilai tukar dan harga barang11 %35 %42 %13 %
Krisis energi/bahan bakar12 %29 %45 %15 %
Krisis pangan24 %43 %24 %10 %
Rendahnya daya beli masyarakat12 %45 %33 %11 %
Tingginya tingkat pengangguran6 %22 %67 %5 %
Rendahnya gaji buruh dan pegawai negeri22 %44 %23 %11 %
 

Metodologi jajak pendapat :

  • Jajak pendapat ini dilakukan oleh Majalah TEMPO bekerja sama dengan Insight. Pengumpulan data dilakukan terhadap 1.301 responden di lima kota besar, Jakarta, Surabaya, Semarang, Medan, dan Makassar, pada 26 Juli-8 Agustus 2000, dengan komposisi 501 responden di Jakarta dan 200 responden masing-masing di empat kota lainnya. Dengan jumlah responden tersebut, tingkat kesalahan penarikan sampel (sampling error) diperkirakan 5 persen. Penarikan sampel dikerjakan melalui metode acak bertingkat (multi-stages random sampling). Pengumpulan data dilakukan lewat wawancara tatap muka langsung.

    MONITOR juga ditayangkan dalam SEPUTAR INDONESIA setiap hari Minggu pukul 18.00 WIB

    Independent Market Research
    Tel: 5711740-41, 5703844-45 Fax: 5704974

  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus