Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KEMENTERIAN Badan Usaha Milik Negara memutuskan mencopot Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk Pahala Nugraha Mansuri, Rabu pekan lalu. Posisi Pahala yang baru bekerja 17 bulan diisi oleh I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra alias Ari Askhara, Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia III (Persero).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rini Soemarno, Menteri BUMN, mengatakan pergantian direksi perusahaan negara merupakan hal yang lumrah. "Perputaran saja," kata Rini. Namun pergantian bos Garuda kerap dikait-kaitkan dengan masalah keuangan yang melilit perusahaan. Saban tahun, laporan perusahaan pelat merah itu selalu negatif. Pada semester I 2018, misalnya, Garuda merugi hingga US$ 116,857 juta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebetulnya pergantian bos Garuda untuk memperbaiki kerugian sudah dilakukan sejak zaman Orde Baru. Artikel Tempo edisi 16 Januari 1988 berjudul "Sayap Baru Garuda" mengulas pergantian direktur utama saat itu, R.A.J. Lumenta.
Salah satu misi Lumenta adalah memperkecil kerugiansebelum mungkin mencetak keuntungan. Pada tahun pertama kepemimpinannya, 1984, Lumenta berhasil menekan kerugian dari Rp 80 miliar menjadi Rp 34 miliar pada 1985. Dari tahun ke tahun, kerugian mengecil, hingga tinggal sekitar Rp 21,5 miliar pada 1987. Akhirnya, pada 1988, Garuda berani menganggarkan keuntungan sedikitnya Rp 300 juta.
Bahkan, kalau tak ada aral melintang, keuntungan yang dicapai akan jauh lebih besar daripada itu. "Memang, hal itulah yang menjadi kegembiraan saya. Dari rugi besar, Garuda bisa meraih untung," ujar Lumenta, 55 tahun, yang genap 31 tahun mengabdi pada perusahaan penerbangan ini.
Jadi, jelas, Lumenta bukan jenis direktur utama yang gagal memimpin perusahaan, meski pekan lalu jabatannya diperpendek setahun dan digantikan oleh Moehamad Soeparno, salah seorang anggota direksi Garuda. Alasan kesehatan, menurut seorang pejabat pemerintah, yang menyebabkan kedudukan Lumenta harus diserahkan kepada direktur usahanya.
Sudah sejak beberapa waktu, menurut keterangan sumber itu, Pak Lum memang kurang sehat. Dia pernah dirawat di rumah sakit dan harus dirawat lebih intensif di masa mendatang. Kemauan dan kerja keras seolah-olah meredam penyakitnya, membuat Garuda berpenampilan seperti sekarang: perusahaan negara yang efisien. Tak ada lagi cerita tentang pesawat nongkrong di hanggar.
Sebelumnya, rata-rata tiga dari enam jumbo Boeing 747 yang terbang atau hanya lima dari sembilan "bis udara" A300 yang bisa dioperasikan. Tahun ini, kata Lumenta, rencananya Garuda sudah dapat menambah armadanya untuk meningkatkan frekuensi penerbangan dan membuka jalur baru.
"Menerbangkan semua pesawat adalah program utama saya ketika itu," ujar Lumenta. Jalur penerbangan baru dibuka, seperti ke Riyadh, Honolulu, Guam, Kairo, dan Taipei. Garuda juga menyewakan beberapa pesawatnya kepada perusahaan penerbangan Continental Amerika. Maka, selain bisa lepas dari biaya perawatan, setiap bulan Garuda bisa memperoleh 275 ribu dolar per pesawat. "Pokoknya Garuda harus mata duitan," kata Lumenta ketika itu.
Dalam rangka "mata duitan" itu pula Lumenta memperkenalkan kelas eksekutif. Untuk itu, ia tak segan-segan tampil sendiri menjadi model iklan untuk menjualnya. Hasilnya, katanya, cukup memuaskan: tiga bulan pertama sudah menghasilkan 2,8 juta dolar.
Untuk menampilkan wajah Garuda agar lebih komersial, Lumenta tak sayang membuang uang sekitar US$ 1,1 juta untuk mengecat pesawat dan mengganti beberapa peralatan sesuai dengan logo yang dirancang oleh Landor. Para penumpanglah, barangkali, yang langsung dapat merasakan perbedaan antara sebelum dan ketika Lumenta memimpin: pramugari Garuda tidak dicap pelit lagi. Pada jalur penerbangan pendek sekalipun dihidangkan makanan dan minumansebelumnya, permen pun sering "lupa" disajikan.
Langkah Lumenta berikutnya tentu mudah diikuti dan dikembangkan oleh penggantinya, Soeparno, 50 tahun, yang bukan pendatang baru. Masa kerja Soeparno di Garuda sudah 29 tahun. Kariernya dimulai dari bawah, di bagian pasasi, 1959, sampai kemudian menjabat direktur usaha. Selamat terbang bersama Garuda.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo