Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

prelude

Panggil aku si boru jongjong anian

Cerita rakyat dari tanah batak tentang asal-usul tongkat tunggal panaluan, yaitu tongkat ukiran berbentuk manusia dan binatang yang saling melekat. tongkat tersebut banyak diminati wisatawan.

31 Desember 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERIKUT ini kisah sahibul hikayat di Tanah Batak. Dahulu kala, adalah seorang tukang kayu bernama Pande birara pande biruru, mendapat titah dari raja untuk membuat istana. Pergilah si Pande ke hutan untuk mengumpulkan kayu-kayu nomor wahid agar istana raja berdiri tegak dengan kuatnya. Di celah-celah kesibukannya, timbullah keisengan Pande. Sebatang tunggul kayu diukirnya menjadi seorang wanita cantik. Patung wanita cantik itu kemudian dia letakkan di dekat sebuah pancuran. Pande, setengah lupa akan patung yang dibuatnya, kemudian pulang dan kembali ke kota. Beberapa hari kemudian, melintaslah seorang partiga-tiga torus - begitu sebutan untuk seorang saudagar - di dekat pancuran tersebut. Terlihat olehnya paiung yang cantik buatan Pande. Ia bcrhasrat melengkapi kecantikan si patung puteri tersebut dengan pakaian dan perhiasan emas. Betullah, si patung uertambah cantik. Saking cantiknya, sang saudagar sampai termangu-mangu di hadapannya. "Andaikan, andaikan wanita ini sungguhan dan bukan... patung," begitu fikir sang saudagar. Dan tanpa disadarinya, haripun hampir senja. Terlena dari mimpinya, partiga-tiga kemudian bangkit. Bergegas dia nlengambil kembali baju dan perhiasan yang melekat di tubuh patung puteri tersebut. Aneh bin ajaib, baju dan perluasan emas sungguhan itu melekat erat di patung kayu. Segala macam usaha untuk mencopot kembali barang dagangam nya itu, gagal. Karena malam sudah memburunya, saudagar tersebut kemudian angkat kaki tanpa bisa membawa pakaian dan perhiasan yang melekat di patung ajaib tersebut. Datu Keramat Setiba di kampungnya, si partiga-tiga kemudian menceritakan kisahnya ini. Jadilah buah bibir tentang patung tadi. Ceritera ini berkembang dengan cepat sekali dan gunjingan patung ajaib ini sampai pula pada seorang dukun yang terkenal dan sakti di negeri itu. Kabarnya, sang dukun konon bisa menghijaukan kembali daun busuk atau menghidupkan sesuatu yang telah mati. Maka berangkatlah Datu Keramat itu ke pancuran, tempat patung itu teak membisu. Dibacakannya mantera, sambil menengadahkan tangan ke langit meminta kepada Mula Jadi Nabolon (dewata yang menciptakan dunia) agar patungitu dihidupkan sebagai manusia biasa. Kehendak dewatapun terjadilah. Patung menjelma menjadi manusia biasa, seolang gadis yang sangat molek. "Sejak hari ini," begita ujar Datu Keramat, "kau kuangkat sebagai anakku. Tapi siapakah namamu?" Sang dara ayu rupanya sudah siap dengan namanya, katanya: "Panggil aku si Boru Jongjong Anian, Boru Tibal Tudosan, olma na so mara nian, na So adong tudosan. " Artinya kira-kira: "Panggil aku puteri cantik berasal dari kayu yang tak ada tolak bandingnya." Datu Keramat kemudian membawa pulang si dara ke rumahnya. Tentu saja, kedatangan seorang wanita cantik di kampung Datu Keramat jadi omongan orang. Pemuda-pemuda gempar. Dan sampailah berita ini ke telinga si Pande Birara dan sang saudagar. Mereka berdua mengaku bahwa patung yang jadi dara bahenol itu miliknya. "Aku yang berhak atas anak itu, karena aku yang mengukirnya sehingga jadi patung puteri yang cantik," tuntut si Pande Birara. Sang saudagar mempunyai alasannya juga. Katanya: "Biar dia diukir seperti manusia, tapi akulah yangmemberinya pakaian dan perhiasan. Karena itu, akulah yang berhak." Sang Datu, tentu saja bersikeras juga bahwa puteri cantik itu adalah miliknya. Rupanya mereka bertiga sudah tidak bisa bermufakat. Sehingga seluruh khalayak di negeri itu dikumpulkan untuk mengadili siapa sebenarnya yang berhak atas sang dara. Sidang berlangsung tujuh hari tujuh malam namun belum bisa mengambil keputusan. Akhirnya, seorang yang telah uzur usia memberi usul: "Selesaikan saja kasus ini secara hukum adat." Diatun kemudian memberikan jalan keluar berdasarkan adat: "Sang Datu jadi ayah, karena dialah yang menghidupkan sang Puteri. Partiga-tiga jadi paman (tulang) karena dia yang memberi pakaian dan Pande Birara menjadi ompung (kakek) karena dialah yang mendisain tubuh si Puteri. Usul ini kemudian diterima secara aklamasi oleh yang hadir, termasuk tiga orang yang bersengketa tadi. Marporhas Pada suatu hari, datanglah utusan Raja Purbalaning Guru Satiabulan untuk meminang si dara cantik. Apa boleh bu at, kehendak raja tentu harus dilurut Setelah diadakan perang adu pantun, pinangan dengan resmi diterima. Boru Jongjong Anian cuma mengajukan satu syarat: "Suami saya dilarang membongkar asal usul saya." Syarat dari dara cantik ini diterima oleh raja. Boru Jongjong Anian kemudian pindah ke istana. Hidup bahagia dan tak berapa lama, diapun mengandung. Ketika tiba bulannya, sang permaisuri melahirkan. Tapi aneh sekali, bukan seorang bayi yang keluar dari rahjmnya. Melainkan sebuah pustaha, buku kecil berisi ilmu-ilmu kedatuan atau kedukunan. Permaisuri hamil lagi dan sekali ini dia melahirkan sebuah alat tenun. Raja Purbalaning tak bisa bilang apa-apa. Apa boleh buat, dia sudah terlanjur pasang janji untuk tidak mengingat-ingat asal-usul isterinya. Lagi pula, lahirnya pustaha dan alat tenun sudah diketahuinya lewat mimpi. Beberapa tahun kemudian, Boru Jongjong Anian mengandung lagi. Sekali ini dia melahirkan bayi manusia. Malahan kembar pula, seorang laki dan sorang perempuan. Bayi kembar delnikian ini oleh orang Batak disebut marposhas, yang menurut adat Batak waktu itu, bisa dianggap membawa kesialan Bayi laki-laki kemudian diberi nama Aji Donda Hatautan dan yang perempuan Siboru Sopakpanaluan. Untuk mengurangi kesialan, sejak kecil keduanya hidup secara terpisah. Sang ibu kemudian memberi pustaha kepada Aji Donda dan alat tenun untuk Siboru Sopakpanaluan. Keduanya menjadi ahli di bidang masing-masing. Aji Donda dapat meramalkan apa saja yang akan terjadi, sedang Boru Sopakpanaluan dapat menenun ulos yang indah-indah. Jadilah mereka anak yang cakap dan cantik, juga pandai di bidang masing-masing. Pohon Tada-tada Tapi kemudian anak kembar ini telah membuat raja dan permaisuri jadi masygul dan susah bukan alang kepalang. Karena kedua kakak beradik ini saling jatuh cinta. Dirintangi, toh dijebol. Dipisahkan semakin jauh, keduanya saling mencari. Bertemu dan pacaran terjadi juga. Akhir kata, ketimbang menanggung aib besar, raja mengambil keputusan: Boru Sopakpanaluan dibuang ke dalam hutan. Celakanya, si abang yang bernama Aji Donda ahli meramal dan tahu betul bagaimana nasib adiknya yang dia cintai itu. Aji Donda menyusul ke hutan. Bertemulah mereka dalam gejolak asmara yang tak terpisahkan. Hutan waktu itu, masih penuh binatang buas. Malam tiba, keduanya kemudian naik pohon tada-tada agar tidak jadi sasaran binatang buas. Keajaiban datang lagi. Begitu keduanya naik ke pohon tada-tada, lengketlah keduanya di pohon tersebut. Anjing istana turut mencari tuamya yang pergi ke hutan. Si Jarame tunggal, sang anjing, akhirnya mendapatkan Aji Donda dan Boru Sopakpanaluan di atas pohon tada-tada, lengket tidak bisa bergerak. Jarame menggonggong terus dan dia mencoba untuk menolong tuannya. Naiklah si Jarame ke pohon tersebut, dan lengket pulalah dia. Berita ini sampai ke tclinga Raja Purbalaning. Bantuan pun dikerahkan untuk menolong putera-puterinya. Lewat seorang dukun wanita yang disebut Baso Nabolon, sang dukun memerintahkan agar seekor kerbau merobohkan pohon tada-tanda. Eh, ternyata sang kerbau turut pula lengket di pohon. Celaka. Usaha untuk merobohkan pohon tada-tada kemudian disusul dengan upaya dari sekumpulan binatang: seekor ular berbisa, seekor biawak, ular naga, beruang besar, seekor burwlg manuk-manuk dan tujuh ekor tikus. Semuanya gagal dan keseluruhan binatang itu melekat di pohon tadi. Tunggal Panaluan Biarpun begitu, raja belwll putus asa. Dia mengirim seorang ahli tukang tebang kayu, Pande Simurung. Tapi si Pande toh lengket juga di pohon. Lamakelamaan, semua binatang dan Pande Simurung berobah jadi kayu, masih dalam bentuk ujudnya masing-masing. Raja Purbalaning tak bisa berbuat apa-apa. Kemudian tibalah seorang datu sakti utusan seorang raja dari negeri lain untuk mencari kayu guna bangunan istana. Datu sakti tertarik oleh pohon tada-tada. Begitu kapak akan diayunkan ke pohon, tiba-tiba seekor elang berteriak di udara: "Jangan tebang pohon itu dengan kapak. Mereka akan celaka." BlaIlgkemudian menganjurkan agar tada-tada dikikis dengan sambilu tobu, kulit bambu yang tipis. Begitu kulit bambu menyayat tadatada, pohon kemudian berceritera tentang nasib masing-masing manusia r,an binatang yang lengket di pokoknya. Tidak diceriterakan dengan jelas bagaimana nasib Aji Donda, Boru Sopakpanahlan dan lain-lainnya. Tapi kayu dari pohon tada-tada itu kemudian dipercaya jadi tongkat yang ajaib dan sakti. Tongkat tersebut kemudian disebut dengan nama Tunggal Panaluan. Tunggal berarti jantan dan panaluan berarti yang mengalahkan. Ringkasnya: jantan yang gagah perkasa. Tongkat dari pohon itu kabarnya bisa menyembuhkan orang sakit. Bisa memberi sesuatu yang diingini, bahkan bisa mendatangkan hujan dan badai. Bentuk tongkat tidak lebih dari dua meter. Ujung yang atas biasanya berbentuk kepala manusia, komplit dengan rambutnya segala. Dari ujung ke bawah, ada ukiran berbentuk manusia dan binatang yang saling melengket tersebut. Bagi masyarakat Batak, tongkat ini masih dianggap sakti. Bahkan di beberapa rumah adat, tongkat yang dipercaya tua umurnya dari keturunan nenekmoyang selalu dihormati dan pantang dijual. Tapi dengan ramainya kaum wisatawan yang datang ke kawasan tanah Batak ini, tongkat Tunggal Panaluan adalah benda yang banyak dikejar. Kepala Bagian Pariwisata kantor Bupati Tapanuli Utara M.P. Situmorang mengatakan kalau ada yang menemukan yang asli, turis asing sanggup membayar jutaan rupiah. Tapi tidak seorang pun yang tahu, apakah yang asli itu masih ada?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus