Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kini penghitungan suara belum seluruhnya selesai. Bahkan di beberapa daerah ada kemungkinan pemilu akan diulang akibat terjadinya kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh partai tertentu.
Sementara itu, telah terjadi pergesekan di antara sesama partai reformis. Mereka merasa iri terhadap dukungan rakyat untuk PDI Perjuangan. Mereka tidak rela menerima kemenangan PDI Perjuangan, yang akan mengantar Megawati ke kursi kepresidenan. Maka, dicarilah berbagai alasan yang mereka anggap dapat dijadikan perintang bagi Megawati ke kursi presiden. Di antara alasan-alasan yang mereka kemukakan adalah sebagai berikut:
- Tidak membenarkan perempuan menjadi presiden. Padahal, isu perempuan tidak boleh menjadi presiden tidak pernah muncul sebelum pemilu. Mengapa isu ini tidak digulirkan sebelum pemilu? Seandainya isu ini bergulir sebelun pemilu, kami yakin TPS-TPS akan sepi dari perempuan. Mereka, kaum perempuan, akan memboikot pemilu. Mengapa bangsa ini harus dipecahbelah sampai separah itu? Bukankah kita semua dilahirkan dan diasuh oleh perempuan?
- Soal Caleg Nonmuslim
Sesuai dengan konstitusi, negara kita adalah negara kebangsaan berketuhanan. Ini berarti keberadaan berbagai agama di negeri ini legal dan kedudukannya sama di mata hukum. Karena itu, setiap pemeluk agama punya hak yang sama, termasuk hak menjadi caleg. Janganlah ciptakan puak-puak lagi setelah kita menjadi satu sebagai bangsa. Kita masih mengenal nama-nama Wolter Monginsidi, Dr. Sam Ratulangi, Pattimura, dan lain-lain sebagai pahlawan kemerdekaan Indonesia. Kita Juga mengenal nama Wage Rudolf Soepratman. Barangkali, di mata rakyat, mereka itu lebih baik daripada seseorang yang bernama ”H. Muhammad Fulan” yang seorang koruptor dan penindas rakyat. Dalam hal hubungan antarpemeluk agama, umat Islam punya pedoman yang jelas, yakni la kum dinukum waliyaddin, yang artinya bagimu agamamu, bagiku agamaku. Jelas, bukan? Selaku muslim, kita yakin bahwa jika Allah menghendaki semua manusia menjadi pemeluk agama Islam, hal itu pasti akan terjadi.
- Soal Pendidikan yang Tidak Memadai
Ada yang mempersoalkan tinggi-rendahnya pendidikan bagi seorang calon presiden. Memang, sebaiknya seorang presiden itu berpendidikan tinggi. Meskipun demikian, pendidikan tinggi saja belumlah memadai bagi seorang presiden. Ia juga harus punya bakat memimpin dan dicintai rakyat. Karena itu, marilah kita memberi kesempatan kepada ”Kartini” yang satu ini untuk menjadi presiden keempat Republik Indonesia.
PUTI BALKIS ALISYAHBANA
Jakarta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo