Sarinah vs Sarinah Sehubungan dengan dimuatnya berita "Sarinah vs Sarinah" (TEMPO, 24 Maret 1990, Hukum) kami sebagai karyawan merasa perlu menyampaikan penjelasan sebagai berikut: 1. Bahwa tuntutan BUMN Sarinah kepada yang bersangkutan semata-mata merupakan kewajiban untuk menyelamatkan keuangan perusahaan dalam jumlah: -- US$ 286.660 (sewa ruangan) -- Rp 8.969.680 (sewa kelebihan listrik -- NCR). Jikalau dengan kurs pada saat ini, jumlahnya lebih kurang dari Rp 0,5 milyar. 2. Bahwa tuntutan BUMN Sarinah pada yang bersangkutan adalah berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham, untuk menyelamatkan uang perusahaan. 3. Bahwa proses penyelesaian utang-piutang ini melalui pengadilan sudah berlarut-larut, yakni sejak 1986, yang hingga saat ini belum terselesaikan. 4. Bahwa penyelesaian utang-piutang ini sebenarnya tidak perlu ke tingkat pengadilan, jika yang bersangkutan segera menyelesaikannya atas piutang tersebut. 5. Bahwa rate sewa ruangan yang diberlakukan pada yang bersangkutan untuk lantai III Gedung Sarinah Thamrin yakni semula US$ 6/m2/bulan kemudian dinaikkan menjadi US$ 8,50/m2/bulan adalah cukup wajar dan masih jauh lebih rendah dari rate sewa yang berlaku untuk persewaan kantor untuk lantai V ke atas, yakni rate umum US$ 12,50/m2/bulan. (Surat Keputusan Direksi No. 331/KPTS/PD/XI/82 Tanggal 20 Oktober 1982 dan SK Direksi No.329/KPTS/PD/XI/1982 Tanggal 16 November 19B2). 6. Sebagai contoh, untuk BPEN (Badan Pengembangan Ekspor Nasional) yang menempati lantai VI dan VII, dikenakan sewa US$ 10 karena bayar di muka 1 tahun sekaligus. Diharapkan, dengan pemuatan pembetulan dan penyempurnaan informasi ini pada edisi Majalah TEMPO untuk surat pembaca, maka akan diperoleh informasi yang sebenarnya. SUTARTO Karyawan PT Sarinah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini