Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Apakah pemerintah gagal mengantisipasi dan memberantas wabah demam berdarah tahun ini?(10-17 Februari 2005) | ||
Ya | ![]() | |
76.11% | 172 | |
Tidak | ![]() | |
17.70% | 40 | |
Tidak tahu | ![]() | |
6.19% | 14 | |
Total | 100% | 226 |
Pemerintah menargetkan wabah demam berdarah dengue (DBD) secara nasional bisa dibereskan pada pertengahan Maret 2005. Departemen Kesehatan juga telah meminta semua pemerintah daerah segera memberantas penyakit itu dengan pengasapan, penaburan serbuk abate, dan program pemberantasan sarang nyamuk.
Hingga Rabu pekan lalu, ada 1.725 pasien DBD di DKI Jakarta yang dirawat di rumah sakit dan 16 orang meninggal. Di daerah lainnya, juga terjadi pelonjakan korban DBD selama Februari.
Direktur Jenderal Pemberantasan Pe-nyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan, Prof Umar Fahmi Achmadi, menilai upaya pemberantasan penyakit demam berdarah yang telah dilakukan Pemda DKI Jakarta mulai menunjukkan hasil. Secara umum jumlah penduduk yang terkena penyakit demam berdarah menurun dibanding tahun lalu.
Namun, katanya, upaya pemberantasan nyamuk pembawa penyakit demam berdarah melalui penyemprotan tidak akan optimal tanpa partisipasi masyarakat. ”Menggerakkan masyarakat ternyata sulit,” katanya. Hal senada diutarakan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari. Berdasarkan data Departemen Kesehatan, hingga 10 Februari ada lebih dari 5.000 penderita demam berdarah, 117 di antaranya meninggal. Pada bulan yang sama tahun lalu, jumlah penderita demam berdarah sebanyak 20 ribu, dan 284 penderita meninggal.
Kendati demikian, lebih dari tiga perempat responden jajak pendapat Tempo Interaktif menilai pemerintah telah gagal mengantisipasi wabah ini. Buktinya, jumlah penderita dan korban meninggal tetap saja besar. Responden di Bandung, Prinarotomo, menilai penanganan DBD perlu secara sistemik. Selain penanganan dengan mengobati penderita dan membunuh vektor, juga perlu upaya menekan perkembangan nyamuk vektor DBD dengan meningkatkan populasi predator nyamuk, seperti katak, cicak, serta menghasilkan serum atau vaksin penangkal, pembunuh virus DBD. Langkah terakhir inilah yang belum dilakukan.
Indikator Pekan Ini: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong Selasa pekan lalu sepakat mempercepat proses penyelesaian perjanjian ekstradisi antara kedua negara. Untuk mewujudkan kesepakatan itu, kedua negara menjadwalkan akan kembali bertemu pada Maret mendatang. Indonesia menilai perjanjian ekstradisi dengan Singapura sangat penting untuk memburu para tersangka kasus kejahatan keuangan yang sering kabur ke negeri itu. Kepala Kepolisian RI Jenderal Da’i Bachtiar mengatakan, perjanjian ekstradisi sangat penting karena mengikat kedua negara. ”Interpol saja tidak cukup, karena hanya permukaan dan berupa komitmen,” ujarnya. Yakinkah Anda jika perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura terwujud dapat memaksa para tersangka korupsi yang melarikan diri ke Singapura kembali ke Indonesia? Kami tunggu jawaban dan komentar Anda di www.tempointeraktif.com |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo