Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seriuskah pemerintah menangani kasus busung lapar? (8-15 Juni 2005) | ||
Ya | ||
18.02% | 69 | |
Tidak | ||
75.20% | 288 | |
Tidak tahu | ||
6.79% | 26 | |
Total | 100% | 383 |
Busung lapar menyerang beberapa wilayah Indonesia, seperti Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Nanggroe Aceh Darussalam. Lebih dari 175 ribu anak menderita gizi buruk (marasmus kwashiorkor) dan lima juta anak berusia di bawah lima tahun (balita) kekurangan gizi. Tiba-tiba negeri ini seperti kembali pada tahun-tahun sulit sekitar 1960-1970-an.
”Pemerintah harus memberi perhatian lebih serius agar krisis gizi dan kemiskinan bisa segera diatasi,” kata mantan Ketua DPR Akbar Tandjung di Kupang, Sabtu dua pekan silam. Akbar juga mendesak berbagai pihak agar proaktif membantu pemerintah mengatasi problem sosial yang mengancam kelangsungan hidup ratusan ribu balita dan anak-anak ini.
Menurut Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Alwi Shihab, pemerintah telah mencoba mengatasi masalah itu. Saat ini, kata Alwi, pemerintah telah mengambil tiga langkah penting guna mengatasi kejadian luar biasa (KLB) gizi buruk dan busung lapar, yakni memberikan perawatan secara total kepada penderita, pemberian makanan tambahan padat gizi, serta merevitalisasi keberadaan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu).
Kolega Alwi, Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari, menambahkan bahwa upaya merevitalisasi keberadaan Posyandu penting dilakukan mengingat lebih dari 60 persen Posyandu saat ini tidak berfungsi. Depkes akan membantu memberikan insentif dana kepada Posyandu sebesar Rp 50 ribu setiap bulan. ”Semua biaya perawatan penderita busung lapar akan ditanggung pemerintah,” katanya.
Namun, banyak pihak yang justru menyalahkan pemerintah daerah yang lamban menangani busung lapar dan gizi buruk ini. Responden Tempo Interaktif di Medan, Fedrik, misalnya, mengatakan, ”Di era otonomi daerah, kasus busung lapar seharusnya tanggung jawab pemerintah daerah. Pusat hanya mengontrol dan memberi pedoman.”
Hasil jajak pendapat Tempo Interaktif menunjukkan bahwa lebih dari tiga perempat responden menilai pemerintah tidak serius menangani kasus busung lapar. Sebaliknya, yang menilai sudah serius hanya 18 persen.
Indikator Pekan Ini: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membuka jalur komunikasi langsung dengan rakyat. Salah satunya adalah dengan menggunakan pesan pendek (short message service/SMS). Ternyata antusiasme masyarakat sangat tinggi. Ribuan SMS terus mengalir. Akibatnya, nomor lama yang biasa dipakai Presiden kontan macet (hang). Presiden kemudian menggantinya dengan nomor baru empat digit, 9949, yang bisa menampung pesan pendek dalam jumlah jauh lebih besar. Pengamat politik Sukardi Rinakit menilai langkah tersebut tidak efektif karena pembukaan jalur komunikasi itu hanya akan meningkatkan ekspektasi publik. ”Padahal, realitasnya, program aksi cepat sulit terjadi,” ujarnya. Percayakah Anda pesan pendek melalui telepon genggam langsung ke Presiden akan ditindaklanjuti? Kami tunggu jawaban dan komentar Anda di www.tempointeraktif.com |
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo