Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di sinilah terlihat ketidakadilan tripartid. Di Tim-Tim, khususnya Dili, mulai muncul gejala perang saudara disebabkan kedua faksi yang berseberangan saling menyerang. Di tengah situasi demikian, Indonesia mulai dituduh AS, Inggris, serta Australia membiarkan milisi prointegrasi melakukan tindakan penyerangan dan intimidasi. Di lain pihak, Portugal, yang ikut andil dalam kesepakatan tripartid, justru membisu, seolah-olah post-power accountability-nya tidak ada.
Keadaan ini mengingatkan kita ketika pecah perang saudara di Tim-Tim pada 1974, saat Portugal sebagai penanggung jawab koloninya meninggalkan kancah peperangan. Pada waktu itu PBB tidak langsung mengambil sikap yang jelas terhadap wilayah Tim-Tim, dan tidak ada tudugan sedikit pun kepada Portugal dari AS, Inggris, dan Australia. Mereka malah memberikan angin kepada Indonesia untuk mengintervensi Tim-Tim, dengan alasan ada kesamaan kultur.
Bagi Portugal, tahun 1974 dan 1999 tidak ada bedanya, yaitu sama-sama meninggalkan gelanggang tanggung jawab di bumi Timor Loro Sa’e. Pada 1974, Portugal meninggalkan Tim-Tim secara fisik untuk menghindari pertempuran; sedangkan pada 1999, secara diplomasi internasional, agar tidak terpojok di dunia internasional. Saran saya, Indonesia jangan meninggalkan bumi Tim-Tim begitu saja, seperti Portugal.
MARTHEN DOS SANTOZ
Comoro, Dili
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo