Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ahli komunikasi, Bachtiar Aly, dikukuhkan menjadi guru besar tetap ilmu komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Rabu pekan lalu. Dalam pidato pengukuhan, Bachtiar mengkritisi penerapan jurnalisme damai dalam peliputan atau pemberitaan resolusi konflik.
Pria kelahiran Banda Aceh, 21 September 1949, ini menuturkan, pada isu-isu krusial dalam konflik resolusi, harus ada tanggung jawab dan keinsafan insan pers dan semua pihak untuk selalu mendekati kasus-kasus konflik sosial secara arif dan adil, tanpa terjebak dan tidak mendesain konflik jadi komoditas. Pers saat ini, Aly melanjutkan, tidak lagi cukup hanya berpijak pada tanggung jawab sosial, tapi lebih dari itu harus menjadi pers yang akuntabel. Aly, yang meraih gelar doktornya dengan predikat summa cum laude dari Universitas Muenster, Jerman, tahun 1983, kemudian mencontohkan masalah akuntabilitas pers pada saat wartawan meliput perjanjian damai pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). ”Suatu tantangan yang sangat menarik untuk diamati,” ujarnya.
Penyebab ketertarikan itu, kata suami Indrijati Inawangsih ini, adalah masih kuatnya anggapan umum bahwa pers Indonesia cenderung menerapkan jurnalisme perang ketimbang jurnalisme damai. Dalam kasus Indonesia-GAM, anggapan itu mulai terkikis.
Aly mengawali kariernya sebagai dosen di FISIP Universitas Indonesia pada tahun 1985. Dia juga mengajar di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian dan beberapa universitas di Jakarta, serta rajin menulis di media cetak. Setahun lalu, ia meluncurkan satu buku berjudul Melintas Seperempat Abad Merajut Opini. Buku ini berbicara tentang rekaman perjalanan olah pikir di dunia media dengan segala pergulatannya.
”Partai Golkar membuka kesempatan kepada mantan GAM yang ingin berpartisipasi dalam pilkada.” —Ketua Dewan Pimpinan Daerah Tingkat I Partai Golkar Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sayed Fuad Zakaria, mengatakan hal ini seusai menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla, Selasa pekan lalu.
”Terlalu sempit persoalan bangsa ini kalau hanya diselesaikan dengan reshuffle.” —Ketua Fraksi Partai Golkar, Andi Matalata, seusai pertemuan sejumlah tokoh partai politik, anggota DPR, dan menteri Kabinet Indonesia Bersatu, di Jakarta, Rabu pekan lalu. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono didesak melakukan reshuffle terhadap menterinya karena dianggap gagal mengatasi persoalan ekonomi.
TEMPO DOELOE
12 September 1990 Pemerintah Federal Jerman (Jerman Barat) dan Republik Demokratik Jerman (Jerman Timur) bersama Inggris, Prancis, Amerika Serikat, dan Uni Soviet—empat negara yang menguasai Jerman setelah Perang Dunia II—menandatangani Perjanjian Final Penyatuan Jerman di Moskow. Jerman kembali bersatu.
13 September 1943 Chiang Kai Sek terpilih menjadi Presiden Republik Cina. Enam tahun kemudian pemerintah Republik Cina terpaksa mengungsi ke Pulau Formosa karena terdesak oleh gerilyawan komunis.
14 September 1960 Indonesia dan sepuluh negara produsen minyak mendirikan Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC). Tujuan pembentukan organisasi ini mengkoordinasi kebijakan minyak di antara para anggota dan mempertahankan harga minyak.
15 September 1835 Kapal HMS Beagle yang membawa ilmuwan Charles Darwin tiba di Kepulauan Galapagos, Amerika Selatan. Penelitian Darwin terhadap flora dan satwa endemik pulau tersebut mendorong lahirnya Teori Evolusi.
16 September 1975 Papua Nugini merdeka dari Australia dan masuk menjadi anggota Persemakmuran. Sejak 1888, Papua Nugini berturut-turut dijajah Jerman, Inggris, dan Australia.
17 September 1939 Uni Soviet dan Jerman menyerbu Polandia serta menguasai negara itu dalam waktu satu bulan. Inggris dan Prancis—sekutu Polandia—lantas menyatakan perang terhadap Jerman dan Uni Soviet, hingga meletuslah Perang Dunia Kedua.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo