REPOSISI TNI/Polri mulai bergulir dengan ditetapkannya Tap MPR No. VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri dan Tap MPR No. VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Polri. Namun, reposisi kedua institusi yang bertanggung jawab dalam masalah pertahanan dan keamanan tersebut tampaknya belum final, sehingga perlu terus didorong agar tetap berproses.
Insiden bentrokan antara pasukan TNI AD dari Batalion Lintas Udara (Linud) 100/Prajurit Setia dan pasukan Brigade Mobil Kepolisian Daerah Sumatera Utara di Binjai belum lama ini telah memicu berkembangnya pemikiran untuk mereposisi peran TNI/Polri ke arah yang lebih ideal.
Pengamat politik Bachtiar Effendi berpendapat, pembagian peran antara TNI dan Polri perlu dipikir ulang. Pemisahan dan pembagian peran TNI/Polri secara drastis, tanpa pertimbangan mendasar, menimbulkan kecemburuan dan memicu terjadinya gejolak dan konflik antara kedua institusi. Yang berperan menjaga pertahanan negara diartikan sebatas menghadapi ancaman dari luar, sebagaimana diatur dalam Tap MPR No. VII/MPR/2000. Sementara itu, yang berperan dalam masalah-masalah keamanan juga harus ditinjau ulang karena tugasnya terlampau luas.
Argumentasi Bachtiar cukup valid. Tengok saja dalam kasus separatisme. Pertanyaannya: separatisme itu menjadi wilayah keamanan, pertahanan, atau masuk wilayah kedua-duanya? Sejauh ini cara pandang yang dominan dalam lembaga legislatif, sebagaimana terbukti dalam perumusan dua ketetapan MPR di atas, penanggulangan separatisme lebih dititikberatkan pada bidang keamanan sehingga menjadi urusan Polri. Padahal, dalam konsep keamanan nasional, ada dua aspek yaitu pertahanan keamanan (hankam) dan keamanan ketertiban masyarakat (kamtibmas). Hankam menjadi domain TNI dan kamtibnas menjadi domain Polri. Wajarlah kalau polisi kewalahan dalam mengatasi separatisme, baik di Aceh maupun di Papua. Secara umum, meski memiliki satuan seperti Brigade Mobil, polisi tidak dipersiapkan berperan sebagai komponen tempur.
Anggota komisi I DPR sendiri mengakui kesalahkaprahan pembagian peran TNI/Polri dalam Tap MPR No. VII/MPR/2000. Setidaknya, anggota Fraksi Reformasi DPR, Djoko Susilo, menilai peran Polri terlalu luas sehingga terkesan mengambil semua tugas yang dulu dilakukan TNI. Djoko bahkan berpendapat penempatan lembaga Polri langsung di bawah Panglima TNI, dan Panglima TNI pun masih harus berkoordinasi dengan Menteri Pertahanan.
Wacana ini perlu lebih dimatangkan untuk meyakinkan MPR agar meninjau kembali kedua ketetapan MPR yang mengatur reposisi TNI/Polri. Barangkali Sidang Tahunan MPR 2003 nanti dapat menjembatani penyempurnaan reposisi TNI/Polri.
DONALD PANJAITAN
Pamulang, Tangerang
Banten
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini