Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintah mengaku sudah memasukkan ide tentang Internal Security Act (ISA) ke dalam laci. Namun perdebatannya tak lantas hilang begitu saja. Ide yang dilontarkan Menteri Pertahanan Matori Abdul Djalil itu masih terus tumbuh dan dikhawatirkan bakal muncul dengan ”baju baru” melalui rencana pemerintah merevisi Undang-Undang Antiteriorisme.
Hasil jajak pendapat Tempo Interaktif selama sepekan lalu mengindikasikan hal itu. Lebih dari separuh responden (55,6 persen) khawatir revisi itu bakal menjadikan wajah UU Antiterorisme sama dengan ISA, yang di beberapa negara jiran dikritik karena kerap dipakai untuk membungkam gerakan demokrasi dan lawan-lawan politik penguasa.
Tak hanya Amerika Serikat yang berkepentingan. Thailand, Malaysia, Singapura, dan Indonesia juga menginginkannya. Di sini Hambali disebut-sebut terlibat berbagai peledakan bom. Yang menjadi keraguan, bisakah pemerintah Indonesia membawanya ke Tanah Air saat kita tak punya hubungan ekstradisi dan di tengah gencarnya AS memburu jaringan Al-Qaidah dan Jamaah Islamiyah. Sampaikan pendapat Anda lewat www.tempointeraktif.com. Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Edisi 31 Agustus 2003 PODCAST REKOMENDASI TEMPO Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini Percayakah Anda bahwa revisi Undang-Undang Antiterorisme akan sama dengan Internal Security Act?
(15 - 22 Agustus 2003) Ya 55.6% 234 Tidak 35.2% 148 Tidak tahu 9.3% 39 Total 100% 421
Indikator Pekan Ini: Tak ada berita yang paling hangat dalam pekan-pekan ini selain tertangkapnya pemimpin Jamaah Islamiyah, Hambali alias Riduan Ishammudin, di Thailand pekan lalu. Pria asal Cianjur, Jawa Barat, ini lantas diinterogasi di suatu tempat yang dirahasiakan di Amerika Serikat. Hambali menjadi salah satu buron AS karena diduga terlibat dalam serangan 11 September 2001.
Asas jurnalisme kami bukan jurnalisme yang memihak satu golongan. Kami percaya kebajikan, juga ketidakbajikan, tidak menjadi monopoli satu pihak. Kami percaya tugas pers bukan menyebarkan prasangka, justru melenyapkannya, bukan membenihkan kebencian, melainkan mengkomunikasikan saling pengertian. Jurnalisme kami bukan jurnalisme untuk memaki atau mencibirkan bibir, juga tidak dimaksudkan untuk menjilat atau menghamba ~ 6 Maret 1971