PENUGASAN wartawan ke luar negeri memang bukan hal baru bagi TEMPO. Tetapi mengirim wartawan ke negara yang dianggap "tertutup" bagi wartawan asing, dan makan waktu lama, hanya sesekali dilakukan TEMPO. Kali ini Seiichi Okawa, 32, wartawan TEMPO di Tokyo, mendapat tugas masuk Republik Rakyat Cina (RRC). Untuk seluruh perjalanan - termasuk Hong Kong, Mongolia, dan Uni Sovlet Okawa-san menghabiskan waktu hampir satu setengah bulan. Tujuan utama perjalanan sejak awal Juni lalu itu ialah menghimpunkan bahan laporan utama tentang Cina. Di Beijing, kecuali keluar masuk pasar dan permukiman penduduk, ia sempat mewawancarai beberapa cendekiawan dan pejabat. Salah satu di antaranya: Gong Dafei, wakil menteri luar negeri. Wartawan berpaspor Jepang itu juga sempat mengunjungi berbagai kota, seperti Shenzhen, Guangzhou (Canton), Chongqing, Shanghai, Nanjln, dan Zhengzhou. Selanjutnya ia naik kereta api dan singgah di Ulan Bator (Mongolia), tembus ke kota-kota Irkutsk dan Khabarovsk di Uni Soviet. Okawa, yang pernah menjelajah Eropa, Afrika, Asia Selatan, Asia Tenggara, serta Pasifik - termasuk pedalaman Irian Jaya mendapat tiga kesan. "Di RRC, bau bawang putih tercium di gedung bioskop sampai bis umum," katanya. Sedangkan Mongolia menonjol dengan bau daging domba, sementara wilayah Soviet diwarnai bau arak vodka. "RRC gemerincing oleh bel sepeda dari pagi sampai malalui Mongolia riuh dengan bunyi ternak sedang Uni Soviet, terutama di kota, punya suara khas: sepatu tentara berbaris." Di RRC, Okawa-san - yang baru kenal bahasa Cina sepatah dua - selama sebulan dikawal siang malam. Asosiasi Wartawan RRC menugasi seorang anggotanya untuk itu, dan seluruh biaya hotel, makan, dan transpor "pengawal" ditanggung si tamu. Biaya besar Juga mesti dikeluarkan TEMPO untuk ongkos hubungan teleks dan telepon dengan kantor pusat di Jakarta, baik secara langsung maupun sesekali lewat Tokyo. "Tampaknya, tidak begitu banyak larangan dalam mengumpulkan bahan informasi mengenai Cina," katanya, "kecuali dua hal: soal militer dan kepolisian." Bahan laporan yang diketik sekitar 80 halaman itu kemudian dikirim ke Hawaii. Abdullah Dahana, pembantu TEMPO di Honolulu, ditugasi menulis laporan utama RRC ini. Sarjana sinologi Fakultas Sastra UI itu tengah mengikuti program doktor bidang sejarah politik Cina modern di Universitas Hawaii, dengan disertasi yang tengah disiapkan: "Evolusi Sikap dan Kebijaksanaan RRC terhadap Malaya/Malaysia sejak 1949". A. Dahana juga sudah mengumpulkan bahan tentang Cina di Malaysia, Singapura, Hong Kong, dan Taiwan. Laporan bersih Dahana kemudian dikirim lewat teleks ke Jakarta. Agaknya, ini gambaran Cina mutakhir yang perlu diketahui. Sebab, RRC - apa pun perubahan ideologinya - harus tetap disorot karena potensinya sebagai "ancaman", setidaknya "tantangan".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini