Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hak Jawab Taufiequrachman Ruki
SEHUBUNGAN dengan berita yang dimuat di majalah Tempo edisi 14-20 Desember 2015 dengan judul cover "Aduh Ruki", Komisi Pemberantasan Korupsi menyampaikan hak jawab terhadap berita tersebut karena dapat menimbulkan kesalahan persepsi terhadap KPK, khususnya pelaksana tugas Ketua KPK, Taufiequrachman Ruki. Beberapa hal perlu kami sampaikan sebagai berikut:
1. Dalam pemberitaan itu, majalah Tempo tidak lengkap memuat hasil wawancara pelaksana tugas Ketua KPK, Taufiequrachman Ruki, sehingga tidak bisa memberi gambaran secara menyeluruh konteks yang dijelaskan dalam wawancara tersebut.
2. Kami meminta majalah Tempo memuat hasil wawancara secara lengkap di edisi mendatang.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers, kami meminta majalah Tempo memuat klarifikasi kami sebagai tanggapan atas pemberitaan tersebut.
Yuyuk Andriati Iskak
Pelaksana harian Kepala Biro Hubungan Masyarakat KPK
Terima kasih atas surat Anda. Sesuai dengan aturan Dewan Pers, media diizinkan menyunting hasil wawancara dengan tidak mengubah substansi. — Redaksi
Tetaplah Jadi Orang Nomor Dua
SURAT ini ditujukan kepada pemimpin yang mempunyai posisi sebagai wakil, apakah wakil presiden, wakil gubernur, ataupun wakil bupati.
Maksudnya begini, telah sering kita saksikan, dalam suatu paket kepemimpinan presiden, gubernur, atau bupati, apabila kepemimpinan pada periode pertama yang sedang berlangsung dianggap berhasil, biasanya sang wakil berhasrat pula menduduki jabatan ketua (presiden, gubernur, atau bupati). Mereka merasa lebih enak jadi orang nomor satu.
Pengalaman mengajari kita, dan sudah banyak terjadi. Jusuf Kalla, sewaktu menjadi wakil presiden untuk Susilo Bambang Yudhoyono, pada periode kedua pecah kongsi dan ingin jadi orang nomor satu. Hasilnya, kalah. Begitu juga Wakil Gubernur Jawa Barat Dede Yusuf, yang jadi wakil Ahmad Heryawan; Muslim Kasim, yang jadi wakil Irwan Prayitno; dan Reza Fahlevi, wakil Syamsurizal untuk Kabupaten Bengkalis, mereka semua kalah.
Kalau boleh mengadaptasi kata-kata Dr Martin Luther King, "Tidak semua orang bisa menjadi orang nomor satu, tapi setiap orang mempunyai kesempatan untuk menjadi orang hebat."
Pandu Syaiful
Pekanbaru, Riau
[email protected]
Keluhan Polusi
BERSAMA ini, kami, selaku wakil sebagian warga Provinsi DKI Jakarta yang berdiam di wilayah RW 01 dan RW 05, Kelurahan Karet, beserta sejumlah warga di Kelurahan Setiabudi, Kecamatan Setiabudi, Kota Madya Jakarta Selatan, menyampaikan keluhan tentang polusi suara dan udara akut yang telah terjadi selama enam bulan.
Kedua tipe polusi ini timbul akibat dioperasikannya dua unit instalasi pembuatan adukan beton alias concrete batching plant (CBP) ilegal oleh PT Pionirbeton (PB) dan PT Adhimix Precast Indonesia (API). Padahal jarak kedua CBP ini dengan kawasan hunian sebagian warga RW 01 dan 05, Kelurahan Karet, kurang dari 20 meter. Sedangkan jarak keduanya dengan kantor Kelurahan Karet dan Kecamatan Setiabudi tak sampai 500 meter.
Sebelum membangun dan mengoperasikan CBP, PT PB dan PT API tidak melakukan sosialisasi secara terbuka dan langsung kepada warga yang berdiam di sekitar lokasi CBP.
Pengurus rukun tetangga, rukun warga, berikut jajaran Kelurahan Karet dan Kecamatan Setiabudi juga tak pernah mewartakan soal ini. Belakangan, terungkap bahwa Ketua RW 01 Fahmi Siregar sengaja menghalangi niat kedua operator CBP untuk melakukan sosialisasi kepada warga di sekitarnya. Jika sejak awal dilakukan sosialisasi, mayoritas warga pasti bakal menolak rencana pendirian dan pengoperasian kedua CBP.
Kedua operator CBP juga tak pernah bisa menunjukkan secara fisik berbagai surat izin yang selama ini diklaim telah mereka kantongi jauh hari sebelum mendirikan dan mengoperasikan CBP. Padahal pendirian dan pengoperasian kedua CBP telah melanggar Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 108 Tahun 2008 perihal Prosedur Perizinan, Pembinaan, dan Pengawasan Kegiatan Operasional Concrete Batching Plant (kutipan peraturan terlampir). Maka patut ditengarai jika kedua CBP ini telah berdiri dan beroperasi secara ilegal.
Semasa musim kemarau, kami kian menderita karena CBP menyedot cadangan air tanah. Air tanah ini dipakai untuk mencuci ban truk pengangkut adukan beton dan menyiram jalan di depan lokasi CBP. Karena tak ada lagi stok air tanah, warga hanya mengandalkan air ledeng pasokan PT Palyja. Namun PT PB dan PT API selalu mengklaim tak pernah menyedot air tanah dari daerah di sekitarnya. Mereka berdalih memakai "air murni" dari hasil beli (memakai truk tangki) plus air produk instalasi daur ulang. Dalih ini diragukan kebenarannya mengingat kebutuhan CBP akan air amat banyak dan ketiadaan lahan yang cukup untuk pendirian instalasi daur ulang air. Begitu warga resah, PT API menyalurkan air miliknya melalui pipa yang melintasi tembok pembatas CBP. Sedangkan PT PB tidak berbuat apa pun.
Perwakilan warga:
Kolonel Purnawirawan Ir Muljadi Rahardjo
S. Sinaga, SH
Dwipajaya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo