Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LELUCON itu dilemparkan politikus Partai Hanura, Sarifuddin Sudding, saat uji kelayakan dan kepatutan calon pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi, Basaria Panjaitan, pada Selasa pekan lalu. "Saya mau bertanya lagi sebenarnya, tapi Trimedya melihat saya terus. Tatapannya tak berkedip," kata Sudding, yang disambut gelak tawa peserta rapat. Trimedya Panjaitan, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, hanya mesem-mesem mendengar guyonan rekannya tersebut.
Uji kelayakan pensiunan polisi berpangkat inspektur jenderal ini menjadi satu-satunya ujian yang dihadiri Trimedya secara penuh. Wakil Ketua Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat itu duduk sejak awal uji kelayakan tanpa sempat meninggalkan kursinya. Bisa dipahami, Basaria merupakan salah satu jagoan partai banteng dalam seleksi calon pemimpin KPK. Trimedya mengatakan Basaria memiliki rekam jejak bersih karena tak pernah menjadi kepala kepolisian daerah. "Tak ada cacatnya," ujar Trimedya.
Tak aneh, puja-puji terlontar bahkan sejak Basaria mengemukakan gagasannya, yakni ingin menjadikan KPK sebagai trigger mechanism. Basaria mengkritik fungsi supervisi dan koordinasi komisi antikorupsi yang tidak berjalan. Akibatnya, kata dia, pemimpin KPK periode kedua dan ketiga berkonflik dengan kepolisian. "Dari semua calon, Anda yang paling siap," ujar Brigadir Jenderal Purnawirawan Wenny Warouw, anggota Fraksi Partai Gerindra.
Wenny dan Basaria pernah menjadi atasan dan bawahan di Direktorat Tindak Pidana Khusus Markas Besar Kepolisian RI. Wenny menjabat Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus sejak 2006 hingga 2008. Pada tahun terakhir masa jabatan Wenny, Basaria masuk menjadi penyidik utama di direktorat tersebut. Hampir sepuluh tahun tak bersua, keduanya dipertemukan kembali dalam seleksi pemimpin KPK. "Basaria polisi berprestasi. Lihat saja pangkatnya sekarang. Tak mudah meraih bintang dua," ujar Wenny.
Meski Basaria dipenuhi pujian saat uji kelayakan, sejumlah politikus Komisi Hukum menganggap sejumlah jawabannya tak memuaskan. Wakil Ketua Komisi Hukum Mulfachri Harahap, yang memimpin sidang uji kelayakan, bahkan sempat mengingatkan Basaria bahwa ada sejumlah pertanyaan yang belum dia jawab. Peringatan ini direspons Basaria dengan memberi jawaban sekenanya atas sejumlah pertanyaan yang tersisa.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera, Nasir Djamil, menyebutkan Basaria beruntung karena menjadi satu-satunya calon perempuan dan berlatar belakang polisi. Saat ujian makalah, kata Nasir, Basaria memperoleh angka 28. Nasir membandingkannya dengan nilai yang diperoleh calon lain, yang rata-rata di atas 150. Menurut dia, Basaria tak sepenuhnya memahami isi perut komisi antirasuah. "Dia membayangkan kinerja KPK, tapi tak tahu isinya," ujar Nasir.
Basaria menjadi satu-satunya perwakilan penegak hukum dari delapan calon pemimpin KPK yang diajukan ke Senayan. Kepolisian sebenarnya mengirimkan beberapa nama untuk mengikuti seleksi. Misalnya Kepala Kepolisian Daerah Papua Inspektur Jenderal Yotje Mende, Deputi Bidang V Koordinasi Keamanan Nasional Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Inspektur Jenderal Syahrul Mamma, serta mantan Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional Inspektur Jenderal Purnawirawan Benny Mamoto. Namun nama-nama ini gugur di tahap awal. Satu nama yang sempat dijagokan, Yotje Mende, gagal melewati tes wawancara.
Seorang politikus Senayan menuturkan Wakil Kepala Polri Jenderal Budi Gunawan bergerilya untuk memastikan nama Basaria menjadi satu dari lima pemimpin KPK terpilih. Dalam sejumlah jabatan, Budi beberapa kali menjadi atasan Basaria. Ketika Budi menjadi Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri pada 2010-2012, Basaria menjabat Kepala Pusat Provos. Tatkala Budi menjadi Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri, Basaria lagi-lagi mengikuti karier Budi dengan menjadi Widyaiswara Madya Sekolah Pimpinan Polri di Lembang.
Politikus tadi menuturkan jenderal yang pernah menjadi tersangka di KPK itu tak turun langsung melobi politikus parlemen. "Dia mengutus sejumlah koleganya," kata sang politikus. Mereka kemudian membuat pertemuan dengan sejumlah anggota Komisi Hukum DPR.
Ruhut Sitompul, misalnya, mengaku pernah ditemui Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Timur Inspektur Jenderal Safarudin di Tenggarong, Kutai Kartanegara, saat kampanye pemilihan kepala daerah pada 25 November lalu. Ruhut menuturkan, saat itu, Safarudin berpesan agar memilih Basaria menjadi pemimpin KPK. "Bang, dari kami ada satu calon bagus," ujar Ruhut menirukan ucapan sang Jenderal. Safarudin belum bisa dimintai tanggapan soal ini.
Politikus lain yang didekati kepolisian adalah Wenny Warouw. Politikus di Komisi Hukum itu menuturkan Wenny didekati agar menjadi pintu masuk ke Partai Gerindra. Utusan perwira yang mendekati Wenny adalah perwira menengah kepolisian resor di wilayah DKI Jakarta. Pesannya sama: memilih Basaria dari lima nama yang bakal dipilih Senayan.
Wenny menampik kabar bahwa ada lobi-lobi kepolisian kepadanya untuk mengegolkan Basaria. "Bagus benar cerita kalian," kata Wenny. Namun dia tak membantah tetap menjalin komunikasi dengan sejumlah juniornya di korps Bhayangkara. "Hanya komunikasi biasa," ujarnya. Politikus Partai Persatuan Pembangunan, Arsul Sani, mengatakan pernah diajak berbicara oleh Kepala Polri Jenderal Badrodin Haiti ihwal seleksi calon pemimpin KPK. "Ngobrol biasa, kan, Basaria satu-satunya penegak hukum," ujar Arsul.
Budi Gunawan menolak berkomentar tentang kabar dukungannya terhadap Basaria. "Maaf, saya sibuk," katanya ketika dihubungi lewat telepon seluler, Jumat pekan lalu. Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Brigadir Jenderal Agus Rianto menyangkal info bahwa Budi Gunawan melakukan lobi-lobi untuk Basaria. "Jangan tendensius, Basaria maju tidak membawa nama lembaga," katanya. "Tidak ada juga langkah Polri mempengaruhi proses seleksi."
Adapun Basaria membenarkan kabar bahwa ia didukung mantan bosnya di Trunojoyo. Soal adanya lobi-lobi untuk memuluskan pencalonannya, dia berujar singkat, "Jangan dengar isu yang aneh-aneh."
Nama Basaria Panjaitan, Alexander Marwata, Agus Rahardjo, dan Saut Situmorang sudah beredar sejak tahap uji kelayakan dimulai pada Senin pekan lalu. Seorang politikus menuturkan paket ini disodorkan koalisi pendukung pemerintah yang dimotori PDI Perjuangan. Dua nama yang kemudian menguat untuk mengisi paket ini adalah Johan Budi Sapto Pribowo dan Laode Muhammad Syarif. Belakangan, justru nama Laode yang menguat. "Kami menyebutnya paket LABAS," kata seorang politikus merujuk pada inisial calon, yakni Laode, Alexander, Basaria, Agus, dan Saut.
Kasak-kusuk nama itu membuat fraksi lain mulai bergerak. Pada Selasa petang pekan lalu, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto mengumpulkan anggota fraksinya di Hotel Dharmawangsa. Paket yang disorongkan PDI Perjuangan termasuk yang dibahas. Seorang peserta rapat menuturkan Prabowo ingin Johan Budi masuk menjadi salah satu nama calon yang dipilih Gerindra. "Kalau mesti memilih satu, Johan Budi adalah satu-satunya pilihan Gerindra," ujar Prabowo, seperti ditirukan salah satu politikus.
Wakil Ketua Komisi Hukum dari Partai Gerindra, Desmond Junaidi Mahesa, membenarkan adanya pertemuan dengan Prabowo pada Selasa pekan lalu. Namun Desmond tak bersedia membeberkan isi pertemuan itu. Adapun Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani membenarkan adanya instruksi Prabowo agar memilih Johan Budi. "Kami kompak soal itu," kata Muzani.
Lobi-lobi lintas fraksi makin intensif digelar beberapa jam sebelum pemungutan suara. Pada Kamis pekan lalu, koalisi non-pemerintah plus PDI Perjuangan dan Partai Hanura berkumpul di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen. Sejumlah politikus hadir dalam pertemuan enam fraksi ini. Misalnya Benny Kabur Harman dan Erma Suryani Ranik dari Demokrat, Aziz Syamsudin, Adies Kadir, dan Bambang Soesatyo (Golkar), Herman Hery (PDI Perjuangan), Sarifuddin Sudding (Hanura), serta Nasir Djamil dan Aboe Bakar Alhabsyi dari Partai Keadilan Sejahtera.
Nasir Djamil membenarkan adanya pertemuan itu. "Namanya partai politik, ya, harus bertemu," ujarnya. Adapun Erma Suryani mengatakan pertemuan lintas fraksi ini hanya untuk makan siang bareng. "Tidak ada yang aneh-aneh," kata Erma. Herman Hery, yang menjadi juru lobi partai banteng, mengatakan pertemuan itu bertujuan mengelaborasi calon dari tiap fraksi. "Setiap anggota kan punya nama di benak masing-masing," kata Herman.
Seorang politikus menuturkan PDI Perjuangan berkeras agar penentuan calon pemimpin KPK dilakukan melalui musyawarah mufakat. Partai berlambang banteng ini, kata politikus itu, menghindari voting karena ingin Basaria Panjaitan terpilih sebagai Ketua KPK. Paket yang diusung PDI Perjuangan tak serta-merta diterima partai lain. Pada pertemuan ini, muncul tiga alternatif paket. Paket pertama terdiri atas Agus Rahardjo, Basaria, Alexander Marwata, Saut, dan Laode. Sedangkan paket kedua terdiri atas Agus Rahardjo, Basaria, Alexander Marwata, Saut, dan Johan Budi. "Yang pasti semua kompak, Basaria dan Agus mesti masuk dulu," ujar seorang politikus.
Paket lain yang sempat mencuat adalah Agus Rahardjo, Basaria, Saut, Laode, dan Roby Arya Brata, yang didorong Partai Demokrat. Berdasarkan catatan Tempo, paket pertama dan kedua setidaknya didukung 15 anggota. Adapun paket ketiga didukung lima anggota. Benny Kabur Harman mengklaim, paket pemenang sesuai dengan pilihan partainya. Sekretaris Fraksi Partai Golkar Bambang Soesatyo mengatakan, "Kalau dilihat polanya, ada anggota fraksi yang tak patuh pada perintah."
Kemunculan paket-paket ini sebenarnya dipersoalkan sejumlah fraksi partai Islam. Sebab, tiga dari empat nama calon yang dipastikan lolos tidak beragama Islam. Adu kuat makin kencang karena PDI Perjuangan ingin mengegolkan Basaria Panjaitan sebagai Ketua KPK. Dalam sejumlah pertemuan, beberapa fraksi sudah menyampaikan keberatan kepada partai banteng. Namun, menurut politikus partai pemerintah, PDI Perjuangan berkukuh memilih Basaria. "Musyawarah mufakat gagal," ujarnya.
Sebelum sidang paripurna DPR pada Kamis pekan lalu, koalisi pendukung pemerintah plus Golkar berkumpul di lantai 12, ruang Fraksi Golkar. Seorang politikus menuturkan mereka menyusun strategi agar Ketua KPK tak dijabat Basaria. Argumen yang disusun adalah tiga nama pemimpin KPK tidak berlatar belakang Islam. Mereka kemudian sepakat memilih Agus Rahardjo sebagai Ketua KPK. "Dia yang paling senior," kata seorang politikus.
Sarifuddin Sudding mengatakan wajar fraksi-fraksi berkumpul untuk bertukar gagasan. Saat ditanya apakah hadir dalam pertemuan tersebut, Sudding hanya menjawab singkat, "Saya lupa." Sedangkan Nasir Djamil mengatakan, sebagai politikus partai Islam, dia ingin latar belakang agama menjadi pertimbangan memilih para calon.
Lobi-lobi menjegal Basaria terbukti moncer. Saat penghitungan suara pemilihan Ketua KPK, Agus Rahardjo memperoleh 44 suara, Saut Situmorang satu suara, dan Basaria Panjaitan mendapat sembilan suara, sesuai dengan jumlah anggota fraksi PDI Perjuangan di Komisi Hukum. Desmond mengatakan terpilihnya Agus lebih karena sensitivitas publik dari sisi agama. Adapun Trimedya Panjaitan berkata singkat menyikapi hasil pemilihan: "Mungkin inilah yang terbaik."
Wayan Agus Purnomo
Pemberantas Korupsi Selera Senayan
Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat memilih lima dari sepuluh nama calon pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi. Dari semua nama yang dipilih, tidak satu pun berasal dari kalangan internal komisi antikorupsi. Beberapa di antaranya pernah mengeluarkan pernyataan kontroversial dan membebaskan terdakwa korupsi.
Agus Rahardjo (Ketua KPK)
Dukungan: 53 suara
Pendidikan
Karier
Basaria Panjaitan (Wakil Ketua)
Dukungan: 51 suara
Pendidikan
Karier
Alexander Marwata (Wakil Ketua)
Dukungan: 46 suara
Pendidikan
Karier
Saut Situmorang (Wakil Ketua)
Dukungan: 37 suara
Pendidikan
Karier
Laode Muhammad Syarif (Wakil Ketua)
Dukungan: 37 suara
Pendidikan
Karier
2015
21 Mei
Presiden Joko Widodo mengumumkan sembilan perempuan sebagai anggota panitia seleksi calon pemimpin KPK.
3 Juli
Sebanyak 538 orang mendaftar sebagai calon pemimpin KPK hingga waktu pendaftaran ditutup.
4 Juli
Sebanyak 194 nama pendaftar lolos tahap seleksi administrasi.
14 Juli
Sebanyak 48 nama pendaftar lolos seleksi administrasi tahap II.
27-28 Juli
Profile assessment calon pemimpin KPK.
12 Agustus
Sebanyak 19 nama calon pemimpin KPK lolos tahap profile assessment.
24-26 Agustus
Tes wawancara 19 calon pemimpin KPK.
1 September
Panitia seleksi menyerahkan delapan nama calon pemimpin KPK kepada Presiden Joko Widodo.
14 September
DPR menerima surat Presiden berisi delapan nama calon.
5 Oktober
Surat Presiden Jokowi dibacakan di sidang paripurna.
17 November
Komisi Hukum DPR mengundang panitia seleksi.
30 November
Komisi Hukum sepakat melanjutkan proses uji kelayakan dan kepatutan.
14-16 Desember
Uji kelayakan dan kepatutan calon pemimpin KPK.
17 Desember
Komisi Hukum memilih lima nama pemimpin KPK.
18 Desember
Nama pemimpin KPK terpilih dibacakan dalam sidang paripurna DPR.
Wayan Agus Purnomo, Sumber: PDAT
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo